Share

Bab.6 Janar

Seketika netra Rintik membola. Bukan karena alasan dirinya yang tidak jadi jatuh, melainkan orang yang menangkap tubuhnya.

"Janar," desis Rintik.

Bukan hanya Rintik, raut wajah Reka pun berubah pias ketika melihat siapa orang yang telah menangkap tubuh Rintik. 

Sedangkan pria yang bernama Janar, segera mengangkat tubuh Rintik membantunya untuk berdiri. Wajahnya datar tak berekspresi. Lalu menatap Reka dengan amarah.

"Ada apa ini?" tanya Janar. Tatapannya tajam tertuju pada Reka. Bukannya menjawab, justru Reka terlihat gelisah karena melihat Janar, sepupu istrinya.

"I- ini bukan urusanmu, ini urusan rumah tangga kami," jawab Reka dengan terbata. Netranya bahkan bergerak liar dan tak beraturan, bahkan ia tak mampu menatap lawan bicaranya.

"Jan, kita bicara di tempat lain saja," ajak Rintik pada Janar.

Janar beralih menatap Rintik, "Aku ingin bicara disini. Bukan di tempat lain. Bisakah kalian menjelaskan apa yang terjadi? Karena aku punya banyak pertanyaan yang ingin aku tanyakan." Janar menatap Reka dan Rintik secara bergantian.

"Aku akan jawab semua pertanyaan kamu, tapi kita pergi dari sini dahulu," pinta Rintik. 

"Tapi urusan kita belum selesai, Rin. Aku masih ingin berbicara denganmu," potong Reka. Rintik menatap pria yang masih sah sebagai suaminya itu dengan tatapan malas, "Tidak ada yang ingin aku katakan padamu, Ka. Tolong biarkan aku pergi."

Rintik segera mengajak Janar untuk meninggalkan tempat parkir perusahaannya. Dia juga terpaksa meninggalkan motornya di tempat parkir. Sedangkan Reka hanya mengusap wajahnya secara kasar karena Rintik tidak mau berbicara dengannya. Ia juga tidak ingin memaksakan kehendaknya pada wanita yang masih dicintainya di hadapan Janar. Karena jika hal itu terjadi, bukan solusi yang didapat, justru akan ada keributan di antara mereka. Ia tahu, seberapa posesif Janar pada sepupunya itu.

***

Janar dan Rintik berada di sebuah restoran cepat saji terdekat dari kantor. Suasana restoran cukup ramai oleh pengunjung yang sebagian besar dari kalangan muda mudi.

"Aku pesankan minum dulu," ucap Rintik pada Janar. Akan tetapi Janar justru menahan Rintik yang berniat pergi untuk memesan minum,"Aku tidak butuh minum, yang aku butuhkan adalah penjelasan."

"Setidaknya biarkan  aku bercerita dengan ditemani segelas air minum," ucap Rintik pada Janar. Yang terpaksa membuat  Janar menuruti kemauan Rintik.

Selagi Rintik memesan minum, Janar mencari dan menuju tempat duduk kosong. Yang terletak di pojok dekat dengan jendela.

"Jadi," ucap Janar. Yang sudah tidak sabar untuk mendengar cerita dari Rintik. Rintik menatapnya sekilas seraya menyodorkan segelas minuman dingin padanya. 

"Tapi kamu harus janji untuk tidak menceritakan pada Emak. Aku tidak mau jika dia sakit karena memikirkan masalah yang sedang aku hadapi," ucap Rintik sebelum memulai ceritanya.

"Kenapa? Apa ini masalah serius?" Janar mengerutkan dahinya ketika mendengar permintaan Rintik. Rintik hanya diam membisu. 

"Berjanjilah terlebih dahulu," ucap Rintik lagi. Dengan terpaksa, Janar menganggukan kepalanya. Setuju pada permintaan Rintik.

"Aku akan bercerai dari Reka," lirih Rintik. Yang otomatis membuat netra Janar membola. Tak lupa mulutnya juga ikut terbuka lebar mendengar ucapan  Rintik.

Rintik mengangguk membenarkan ucapannya." Keputusanku sudah bulat, Jan. Tidak bisa diganggu gugat."

“Tapi kenapa?” tanya Janar. "Tidakkah kamu ingat perjuangan kalian hingga sampai bisa ke pelaminan?” imbuhnya.

“Aku tahu. Tapi apa yang bisa aku lakukan, Nar? Reka menghamili wanita lain. Dan wanita itu menuntut pertanggung jawaban dari Reka,” ucap Rintik terisak. Air matanya tumpah, namun segera ia usap dengan jarinya.

"Hamil?!" 

Rintik mengangguk, lalu menceritakan awal mula kejadian, tanggapan keluarga Reka, dan juga Reka sendiri. Dan dari semua itu, ia memutuskan untuk bercerai dari suaminya. Wajah Janar terlihat memerah, tangannya juga mengepal menahan emosi, ketika mendengar penuturan Rintik. 

"Kalau begitu, aku mendukung keputusanmu untuk bercerai. Laki-laki macam dia, tidak pantas mendapatkan cintamu." Deru nafas yang memburu terdengar jelas di telinga Rintik. Ia yakin kalau saudaranya tengah menahan amarah. Karena Janar adalah orang yang gampang tersulut emosi.

"Tap, apa kamu ikhlas? Jika harus melepasnya?" Rintik kembali menundukkan pandangannya mendengar pertanyaan dari Janar.

Kemudian mengangguk lemah, tapi ia memantapkan hatinya. 'Memang, kata ikhlas bukan semudah membalikan tangan. Hanya saja, aku berharap demikian. Semua itu bertahap. Dari tersiksa, lalu terpaksa yang kemudian menjadi terbiasa,' batinnya.

Janar meraup wajahnya kasar, "Dasar brengsek! Laki-laki tidak tahu diri. Lihat saja, aku akan buat pelajaran padanya," gumam Janar. Suara gigi gemletuk terdengar dari mulutnya.

"Tolong, jangan katakan apapun pada Reka, Nar. Aku tidak mau ada keributan," pinta Rintik.

"Kamu masih membela laki-"

"Bukan. Tapi kamu tahu sendiri seperti apa ibunya," potong Rintik. Yang membuat Janar membuang nafasnya kasar, dan terpaksa mengangguk. Benar, jika sampai berurusan dengan Maminya Reka, Rintik pasti yang akan mendapatkan getahnya.

Janar mengantar Rintik menuju rumah kontrakan tempat tinggalnya yang baru karena waktu sudah sangat larut. Sebelum ia pergi, ia berpesan agar segera menghubunginya jika terjadi sesuatu. Rintik juga mengingatkan Janar agar tidak bertindak bodoh yang akhirnya akan membuat dirinya terlibat masalah.

***

Angel sedang memakai skin care malamnya saat Kevin masuk kamar setelah menyelesaikan pekerjaannya. Lalu menjatuhkan diri ke atas kasur. Hari ini cukup melelahkan baginya.

"Aku dengar, ada keributan di kantor?" tanya Kevin pada sang istri. Angel menoleh menghadap Kevin yang sudah berbaring di atas peraduan.

"Ya, sedikit. Tapi semua sudah beres," jawab Angel. Tangannya masih sibuk mengusap-usap wajahnya. Setelah selesai, ia segera menghampiri suaminya di atas peraduan.

"Rintik kenapa?" tanya Kevin lagi.

Mendapat pertanyaan tentang Rintik dari suaminya, membuat Angel menarik nafas kasar. Amarah di hatinya kembali muncul. "Tahu tidak? Reka selingkuh. Dan selingkuhannya hamil." Angel kembali terpancing emosi.

Kevin menautkan kedua alisnya. Merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Reka selingkuh dari Rintik adalah sebuah kebohongan besar, pikir Kevin.

"Benar. Rintik sendiri yang bercerita. Tadi aku juga melihat  Reka datang menemui Rintik. Mungkin untuk membahas hubungan mereka. Aku dengar Reka tidak mau bercerai dan tetap meminta Rintik untuk berada disisinya." Angel menceritakan apa yang ia dengar dari sahabatnya. Tanpa ada pengurangan dan penambahan.

"Siapa wanita itu?" tanya Kevin. Angel menggeleng, "Entah. Rintik tidak mau menyebutkan nama wanita itu."

"Rintik sudah melakukan hal yang benar, tidak memberitahumu siapa wanita itu. Kalau kamu tahu, kamu pasti akan membuat keributan." Mendengar penuturan suaminya, Angel mencebikkan bibirnya. Dan beralasan  kalau dia hanya membantu sahabatnya. Dia juga bersimpati pada Rintik sebagai sesama wanita.

"Pesanku, kamu jangan ikut campur urusan mereka. Meskipun kamu sahabat mereka. Biarkan mereka berdua menyelesaikan masalah mereka, dengan cara mereka sendiri," pesan Kevin pada Angel. Yang dijawab anggukan oleh Angel.

***

Rintik mengaduk kopi yang sudah selesai ia buat. Rasa kantuk di matanya memaksa dirinya untuk beranjak dari kursi nyamannya menuju pantry.

Tiba-tiba saja bahu Rintik di tarik oleh seseorang. Yang membuat kopi yang masih tergeletak di meja tumpah. Untung saja kopi panas itu tidak mengenai bagian tubuh Rintik.

"Kamu yang membuat Mas Reka tidak pulang? Kamu menyembunyikannya?" tanya Iren dengan amarah di dada.

Belum selesai keterkejutan Rintik karena kopinya tumpah, Iren membuatnya terkejut kembali dengan pertanyaan konyol yang ia lontarkan.

"Aku? Menyembunyikan Reka? Untuk apa?" tanya Rintik. Lalu ia menyeka tumpahan kopi diatas meja.

"Tidak usah berlagak bodoh. Aku tahu, kamu menyembunyikan Mas Reka, kan. Mengaku saja!" seru Iren.

Rintik berdecak kecil karena tuduhan Iren padanya. "Aku tidak menyembunyikannya," jawab Rintik. Tapi Iren tidak percaya dan masih tetap menuduh Rintik menyembunyikan Reka. Rintik yang muak dengan perdebatan yang terjadi pun pergi dari pantry.

Baru beberapa langkah ia berjalan, Rintik tiba-tiba saja membeku. Karena mendengar namanya diserukan oleh seseorang.

"Rintik!"

Bersambung...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status