Beranda / Romansa / Suami yang Kuperjuangkan / Bab 1 Seharian sama tante

Share

Suami yang Kuperjuangkan
Suami yang Kuperjuangkan
Penulis: Azfa arroyyan

Bab 1 Seharian sama tante

Penulis: Azfa arroyyan
last update Terakhir Diperbarui: 2023-04-13 10:02:41

"Nih uang buat bayaran sekolah Adit." Mas Bagas meletakan beberapa lembar uang di meja tempatku melipat pakaian. 

Aku mendongak ke arahnya. ”Pulang-pulang bukannya ucap salam Mas.”

“Ya, Assalamu’alaikum,” ucap mas Bagas sambil mengulurkan tangannya untuk ku salami. 

Akupun meraih tangannya dan ku cium punggung tangannya. 

"Uang dari mana Mas?" tanyaku sambil menyunggingkan senyum. 

"Ya usaha lah, nyari gimana caranya biar dapet tuh uang, biar kebayar uang sekolah,"  jawab mas Bagas sambil menarik tangannya segera dari genggamanku. 

“Kok kayaknya kesel banget gitu Mas, ada masalah, adek buatin kopi ya Mas?” ucapku mencoba menghibur. 

“Gak, gak ada apa-apa, capek aja aku Dek, gak usah bikin kopi aku mau istirahat aja,” jawabnya asal. 

Aku menyelesaikan melipat baju kemudian menyimpannya lantas pergi ke dapur berniat menyiapkan makanan untuk mas Bagas. 

“Kalo gitu makan dulu aja Mas, abis itu baru istirahat.” ucapku ku buat lembut. 

"Gak usah bikin kopi aku udah ngopi udah makan juga,sekarang mau tidur capek gak usah ganggu ya!" ucap mas Bagas seraya berjalan ke arah kamar. 

Akupun seketika menyimpan gelas yang tidak jadi kupakai untuk kopi. 

"Adit mau makan nak? " tawarku pada Adit yang seharian ikut Papahnya narik angkot.

Adit tahun ini naik kelas 2 SD karena sedang libur smester pertama, jadi ikut Papahnya narik karena aku juga harus bekerja. 

"Adit udah makan Mah?" jawabnya sambil mengambil mobil-mobilannya. 

"Ooh makan di warung sama Papah ya,Papah hari ini rame penumpang ya sampe dapat uang banyak?" cerocosku pada Adit yang masih sibuk utak atik mobil-mobilannya. 

"Nggak kok seharian aku sama Papah nggak narik angkot, Papah pergi ke rumah temannya, dan kami juga makan di rumah teman Papah, bukan di warung," jawab Adit panjang lebar. 

"Enak Mah makan sama ayam bakar,besok-besok Adit bawa pulang deh makannya biar Mamah bisa ikut cobain," lanjutnya dengan penuh semangat.

“Emangnya besok bakal mampir ke teman Papah lagi?” tanyaku memastikan. 

“Bisa jadi Mah, dari kemarin juga Papah mampir ke sana terus Mah,” jawab Adit dengan polosnya.

 "Terus... emangnya pasti bakal di kasih ayam bakar lagi?" tanyaku penasaran. 

"Kan sebelum makan ditawari dulu, mau makan apa Mah, jadi bisa minta sesuai keinginan," jawab Adit dengan senyum sumringah. 

"Baik banget teman Papah ya Dit."

"Iya Mah memang baik banget," jawab Adit dengan senyum lebar. 

"Berarti mas Bagas dapat uang pinjaman dari temannya," batinku. 

"Adit tau gak teman Papah siapa namanya?" tanyaku sambil duduk bersimpuh mensejajarkan diri dengan Adit yang masih duduk di lantai.

 

" Eeemm... tante siapa yaaa.. Papah nggak bilang nama tantenya siapa jadi Adit nggak tau," jawab Adit dengan lugunya. 

Jedar...serasa ada petir menyambar "jadi teman Mas Bagas perempuan," batinku. 

"Di sana Adit mainan apa aja, seharian emang nggak bosen?" pancingku coba mengorek informasi dari Adit. 

"Ya mainan aja, ya kalo bosen makan jajan dulu trus main lagi, kalo bosen mainan mobil trus ya main HP juga," jawab Adit tampak berfikir. 

"Emang boleh mainan HP seharian sama Papah?"

"Ya gak seharian Mah, kadang-kadang berhenti mainan mobil-mobilannya juga, Papah juga main sendiri sama tantenya."

“Adit sama Papah tiap hari main ke tante itu?” tanyaku mulai gak sabar. 

“Gak tiap hari juga si tapi sering, biasanya si Papah narik dulu trus mampir sebentar tapi hari ini Papah gak narik, tadi pagi langsung ke sana.”

Nafasku memburu, gemeletuk gigi ini ingin segera ku berondong mas Bagas dengan berbagai pertanyaan. 

Tapi jika memang mas Bagas melakukan hal buruk apa iya dia mau jujur.Aku coba menarik nafas untuk menenangkan diri dan memikirkan apa yang harus ku lakukan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 149 Ayah gak pernah maksa

    "Alhamdulillah sekarang Rehan udah bisa pulang," ucapku seraya memeluk Rehan. "Ayah mana Bun? katanya mau jemput Rehan?" tanya Rehan seraya memandang arah pintu. "Mungkin sebentar lagi datang, atau sepertinya Ayah akan langsung menyusul ke rumah," jawabku menyemangati Rehan. "Tapi Rehan takut Ayah gak datang," ucap Rehan dengan tertunduk lesu. "Bunda telepon Ayah sekarang yah," ucapku seraya meraih hpku di tas. "Iya Bunda, telepon sekarang cepat, Rehan mau pulang sama Ayah," ucap Rehan begitu semangat. "Rehan mau pulang ke tempat Ayah?" tanyaku cemas. "Iya, kan kemarin Bunda bilang, kalau Rehan udah sembuh Rehan boleh ikut Ayah," jawabnya dengan mata berkaca. Aku seperti tak mau merelakan, tapi juga tak kuasa merusak kebahagiaan Rehan yang baru sembuh dari sakitnya. "Bunda akan tepati janji Bunda kan," ucap Rehan menyadarkanku. "Iya Iyah, tentu saja," jawabku gugup. "Kalo gitu Bunda telepon Ayah sekarang, Rehan pengin mainan sama Ayah cepet," ucap Rehan seraya menggoyang-go

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 148 Rehan akan ikut Ayah

    "Mbak Sari aku minta nasehatnya aku minta sarannya aku lagi bingung banget Mbak," rengekku pada mbak Sari. "Apa yang kamu lakukan sudah benar, sudah serahkan saja pada dokter tugas kamu sekarang tinggal berdo'a," jawab mbak Sari bijak. "Masalahnya sudah tiga hari panasnya belum turun juga, dan Rehan terus saja memanggil Ayahnya, dokter juga menyarankan untuk segera memanggil Ayahnya," ucapku ragu. "Apa gak sebaiknya kamu beritahu Bayu tentang keadaan Rehan sekarang," ucap mbak Sari memberi saran. "Itu dia masalahnya Mbak, aku sempat berfikir jika Rehan bisa melewati masa ini maka Rehan akan benar-benar bisa lepas dari Bayu," ucapku penuh harap. "Jika Rehan sudah bisa lepas dari Bayu maka aku akan segera mengajukan permohonan cerai,” ucapku ragu. “Tapi keadaan Rehan sekarang membuatku bingung juga, baiknya gimana ya Mbak," lanjutku dengan putus asa. "Aku tau ini hal yang berat untukmu, tapi ini juga berat buat Rehan, mungkin untuk saat ini, kamu ngalah dulu aja ya, biarkan Rehan

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 147 Kita perbaiki semuanya

    "Tania mau mampir dulu gak?" tanya Niar ketika sampai di rumah tantenya Niar. "Udah malam ya, besok-besok aja, udah main seharian mau istirahat dulu ya Tan," ucapku menolak. "Apa kita mampir dulu sebentar Yah, sebentar aja," rayu Tania padaku. "Kan udah main seharian ini, besok juga ketemu lagi sama tantenya," bujukku. "Sebentar aja, sebentaaaaar banget Yah," Tania terus saja merengek. "Ya sudah tapi bentaran aja," ucapku menyerah. "Oke, makasih Ayah," ucap Tania seraya ke luar mobil. Aku pun menepikan mobilku kemudian turun dari mobil. "Kayaknya ada tamu di dalam?" tanyaku seraya berjalan ke dalam. "Kayaknya si iya," jawab Niar dengan terus melanjutkan langkahnya. "Assalamu'alaikum," ucap kami serempak di depan pintu. "Wa'alaikumsalam.. " jawab serempak orang-orang dari dalam. Kemudian Niar membuka pintu dan masuk rumah, aku dan Tania lekas mengikutinya. "Niar ini Halim sudah lama nungguin kamu," ucap tantenya Niar. Aku mendekat menyalami semua orang di dalam tak lupa T

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 146 Tak ada yang tidak ku ketahui

    "Tunggu-tunggu, kok Mbak Niar bisa kenal juga sama suaminya Bening, dan berarti Bening masih punya suami?" ucap Nisa terlihat bingung. "Kan sudah ku bilang, gak ada yang gak aku ketahui," jawab Niar dengan khas sombongnya. "Tadi kebetulan kami lihat mereka di rumah makan yang kami datangi," jawabnya lagi menjelaskan. "Dia kayaknya masih berstatus istri orang tapi kemungkinan besar dia akan menceraikan suaminya, karena di lihat tadi dia sudah gak mau lagi peduli sama suaminya," ucap Niar yakin. Sekarang aku tau kenapa Niar begitu tertarik ingin tau masalah Bayu tadi, ternyata benar dia ingin membantu Nisa, aku yang kakanya bahkan tak ada usaha apapun untuk membantunya. "Terus untuk Rehan gimana Mbak, gimana kalau Bayu menuntut hak asuh anak juga," ucap Nisa khawatir. "Sebernarnya kalau Bayu terbukti dengan kuat dia selingkuh maka hak asuh anak akan jatuh padamu Nis," ucapku meyakinkan. "Tapi, percuma juga Rehan bersamaku kalau dia terus-terusan maunya sama ayahnya," keluh Nisa.

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 145 Sekarang jadi Bunda Niar

    "Assalamu'alaikum.. " ucapku seraya mengetuk pintu rumah Nisa. "Wa'alaikumsalam.. Oh Om Ardi Rehan kira Ayah yang pulang," ucap Rehan sambil membuka pintu rumah.“Siapa yang datang Re?” tanya Nisa dari dalam. “Tania Bun,” jawab Rehan. "Eh Mas Ardi kok sama mbak Niar, ada Tania juga sini masuk," ucap Nisa mempersilahkan kami masuk. "Duduk Mas, Mbak aku ambil minum dulu ya," ucap Nisa seraya berjalan ke belakang. "Kopi ya Nis," ucap Niar sedikit berteriak. "Iya Mbak,Mas Ardi juga kopi?" ucap Nisa juga berteriak. "Ya boleh," jawabku. "Rehan kok sedih, Rehan gak suka ya aku datang ke sini?" tanya Tania murung. "Suka kok, aku cuma kangen Ayah, Ayah sudah lama gak pulang," ucap Rehan sedih. "Kamu telepon aja, vidio call sama Ayahmu," ucap Tania memberi saran. "Bunda sudah mencoba, tapi Ayah gak bisa di hubungi," jawab Rehan putus asa. "Pakai ponsel Ayahku aja sini," ucap Tania seraya menggandeng tangan Rehan mendekat padaku. "Ayah coba telepon Ayahnya Rehan Yah," pinta Tania pa

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 144 Dia ini anakku

    "Akhirnya bisa jalan-jalan dan makan di luar sama tante Niar, Tania seneng banget deh," ucap Tania semangat. "Jalan-jalannya memang udah tapi makannya belum, jangan bilang udah makan, tante lapar ini," ucap Niar seraya mengusap perutnya dengan ekspresi memelas. Niar nih lucu banget bersamanya bener-bener rame dan gak ada bosennya. "Oh iya kita baru mau makan ya, Tante jangan nangis dong yuk kita makan makanan kesukaan Tante," ucap Tania seraya menggandeng Niar ke dalam. "Mereka terlihat begitu kompak, Niar benar-benar memposisikan diri seperti teman bagi Tania," batinku. "Ayah kenapa senyum-senyum sendiri, ayo cepat masuk ini tante sudah kelaparan," ucap Tania mengagetkan dari lamunanku. "Aduh aw," teriak Niar karena tertabrak oleh orang tak di kenal. Untung saja aku sudah berada di dekatnya sehingga aku bisa menopang tubuhnya agar tidak jatuh. "Heh punya mata gak si, main tabrak aja!" teriak Niar. "Kamu gak papa?" tanyaku khawatir seraya membantunya berdiri tegak. "Heh berh

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status