Share

Bab 3 Tanda merah di leher

"Mas berangkat dulu ya Dek, Assalamu'alaikum," ucap mas Bagas sambil mendekat dan mengulurkan tangannya. 

Aku menghentikan aktifitas mencuci piring kemudian menghadap ke mas Bagas. 

"Mas nanti mau ketemu sama perempuan itu lagi?" tanyaku tanpa menghiraukan uluran tangannya. 

"Gak kok nih liat WAnya," jawab mas Bagas seraya menunjukan hpnya. 

"Mas sudah berapa banyak memakai uangnya," ucapku dengan menatap matanya lekat. 

"Gak terlalu banyak kok, udah gak usah kamu pikirin, semuanya baik-baik saja," ucap mas Bagas sambil mengusap kepalaku dan beranjak pergi.

Hari sudah malam, tapi mas Bagas belum juga pulang, padahal tidak biasany mas Bagas pulang malam. 

"Mah, kok sudah malam begini Papah belum pulang ya," ucap Adit menyadarkan dari lamunanku.

"Udah malam kamu tidur dulu ya, sebentar lagi pasti Papah pulang," kataku sambil menggandeng tangan Adit menuju kamar. 

"Adit memang sudah ngantuk tapi Adit pengin tidur ditemani Papah," jawab Adit sambil menghentikan langkahnya dan melepas tanganku. 

Terdengar suara mobil dari luar. Aku dan Adit segera menuju ke depan hendak menyambut. 

"Mah itu Papah pulang, Papah kenapa jatuh Mah," ucap Adit cemas.  

"Ayuh kita liat Dit," ucapku seraya membuka pintu dan keluar. 

"Mas kenapa Mas," teriakku sambil berjalan cepat mendekatinya.

Tercium bau minuman keras dari bajunya.Aku yang tadinya hawatir berubah kesal. 

"Papah kenapa Mah?" tanya Adit sambil menangis. 

"Gak papa, ini sepertinya Papah kecapean karena narik seharian sampe malam,” ucapku mencoba tetap tenang. 

“Masuk rumah dan tidur ya, nanti mamah bawa Papah kedalam," ucapku sambil menggandeng Adit masuk rumah. 

“Adit bantuin angkat Papah ya Mah,,” ucap Adit memelas. 

“Gak usah nanti Mamah minta tolong tetangga saja, makanya Adit cepat masuk, mamah cari bantuan Adit jangan di luar sendirian,” bujukku pada Adit. 

"Sebaiknya ku biarkannya saja mas Bagas tidur di halaman, sekali- kali memberinya pelajaran mungkin tak masalah," batinku. 

"Mah cepetan bawa Papah masuk, nanti Papah kehujanan Mah, di luar gerimis," rengek Adit. 

Ada rasa khawatir, bagaimana jika terjadi hal yang buruk pada mas Bagas jika dia dibiarkan terbaring di tanah diguyur hujan malam-malam.

ahirnya ku panggil tetangga dan memintanya membantuku memapah mas Bagas masuk ke rumah. 

"Sudah di sini saja Ndi, yang penting udah masuk rumah biar gak kehujanan," ucapku pada Andi anak tetanggaku, setelah membaringkan mas Bagas di sofa ruang tamu. 

"Ooh iya Mbak, Mas Bagas gak biasanya mabok-mabokan Mbak."

"Gak tau nih Ndi," jawabku sambil menaikan pundakku. 

"Bisa jadi pengaruh teman Mbak,mungkin punya teman baru kali Mbak, coba tanyain Mbak biar gak keterusan gak jadi kebiasaan buruk," ucap Andi bijak. 

"Iya besok mbak tanyain, trimakasih banyak ya Ndi," ucapku tulus. 

"Ya sudah aku permisi ya Mbak," ucap Andi sambil melangkah ke luar. 

"Iya Ndi," jawabku sambil menganggukan kepala. 

Seburuk apapun mas Bagas sebenarnya Dia adalah seorang suami yang baik,ayah yang sangat menyayangi anaknya.

Tekanan hidup yang kami alami sekarang memang membuatnya sering marah-marah tapi dia tidak pernah main tangan dan tetap berusaha bertanggungjawab pada kami. 

Suara petir menyadarkanku dari lamunan. Segera ku buka baju mas Bagas berniat untuk menggantinya karena agak basah kena air hujan. 

Seketika ku lihat ada tanda merah di lehernya yang sangat ku pahami penyebabnya,darahku seakan naik ke ubun-ubun. 

Satu sisi hatiku menyangkalnya karena mas Bagas yang selama ini begitu setia.

Tapi sisi lain hatiku tak memungkiri bahwa kedekatannya dengan perempuan bernama Anita itu tentu tidak sesederhana yang mas Bagas ceritakan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status