Kinara dan Arjuna bersiap pergi ke rumah sakit untuk melihat keadaan ibu Diana. Awalnya Kinara menolak tawaran Arjuna yang ingin mengantarnya. Lagi pula, Kinara bisa pergi sendiri karena dia wanita yang mandiri. Sebenarnya, karena efek 20 tahun menjomblo, sehingga tidak ada yang bisa menemaninya ketika bepergian. Ngenes? Mungkin iya, mungkin saja tidak, toh Kinara menikmati hidupnya. Bahkan dia berpikir jika memiliki kekasih akan membuat hidupnya tidak bebas dan rumit.
"Kamu sudah siap?" tanya Arjuna.
"Sudah, Pak." Kinara keluar kamar menemui Arjuna yang menunggu di ruang tamu.
Kinara melihat Arjuna yang mengamati penampilannya dari atas ke bawah. Kinara refleks menunduk melihat dirinya sendiri.
Arjuna terus saja menarik tangan Kinara meninggalkan kantin. Kinara tidak tahu kenapa Arjuna sepertinya kesal dan meninggalkan kantin sebelum membeli makan. Perut Kinara semakin perih, badannya juga lemas karena kurang energi. "Pak, berhenti," teriak Kinara. Bukannya berhenti, Arjuna terus menarik tangan Kinara sampai di parkiran dan meminta calon istrinya itu untuk masuk ke dalam mobil. Mobil melaju dengan kecepatan kencang membuat Kinara merasa takut. Dia takut mati mendadak karena kelaparan atau mati mendadak karena kelalaian pengemudi mobil. Selama di perjalanan Kinara terus merapalkan doa sambil menahan perih di perutnya. "Pak, Bisakah kita berhenti, peru–Akh." Kinara berteriak kaget karena Arjuna mempercepat laju mobilnya. Terpaksa Kinara menahan sakit perutnya sampai mobil Arjuna berhenti. Kinara merasa mual dan pusing, di tambah sakit di perutnya, rasanya bercampur jadi satu. Mobil Arjuna tiba-tiba berhenti di depan minimarket. Arjuna keluar dan meminta Kinara untuk kelu
Kinara berlari menuju kelas mata kuliah ekonomi industri yang akan dimulai pukul 3 sore. Masih ada sisa waktu 5 menit untuk sampai di tempat duduknya dan tidak terlambat. Kinara memang mewanti-wanti dirinya agar tidak terlambat di mata kuliah ini, karena dosen yang mengajar adalah pak Wira, dosen killer selain Arya yang juga ditakuti para mahasiswa. Bedanya dengan Arya, dosen ini sudah berumur 49 tahun."Kinar, sini!"Kinara melihat Amel sudah duduk manis di kursi. Kinara segera menghampiri Amel dengan napas masih memburu. Dia sengaja lari menuju kelasnya yang terletak di lantai tiga agar tidak terlambat."Hampir saja," ucap Kinara."Tumben kamu datangnya mepet, kamu sibuk apa, sih?" Mumpung
Kinara terkejut melihat mobil Arjuna tepat di depan kontrakannya. Seingatnya, Arjuna tidak mengabari kalau mau berkunjung."Pak Arjuna?"Kinara mendekat ke mobil Arjuna, dan benar saja laki-laki itu segera keluar dari mobil dengan ekspresi datarnya. Kinara sejak tadi menelan ludahnya kasar, dia takut Arjuna tahu kalau sebelumnya dia pulang dengan Arya. Meskipun mereka tidak memiliki rasa diantara keduanya, terutama Arjuna, laki-laki itu terkadang bersikap posesif pada Kinara."Pak Arjuna kok tidak bilang dulu, kalau mau berkunjung?"Arjuna hanya diam, kemudian menarik tangan Kinara menuju ke dalam kontrakan."Pak?"
Berbagai asumsi Kinara pikirkan. Salah satu asumsinya adalah, kemungkinan wanita itu pernah dicintai Arjuna kemudian menghianatinya. Hanya saja Argan menutup mulutnya rapat-rapat dan untuk bertanya pada Arjuna juga tidak mungkin. Dia pasti marah jika Kinara menanyakan masa lalunya. Lalu haruskah dia bertanya pada Laura? Sejujurnya, Kinara tidak mau berurusan dengan wanita itu lagi. "Kinara?" "Ah, iya. Maaf, Pak. Aku melamun." "Tolong pikirkan baik-baik yang aku bilang tadi. Sebisa mungkin jangan terbawa suasana dan terlena dengan semua sikap manis Arjuna. Sebenarnya, aku juga khawatir kamu yang akan tersakiti. Jadi---" "Tenang saja, Pak. Aku akan belajar untuk tidak baper dengan sikap Arjuna." Ki
Kinara merebahkan dirinya di kasur sambil beberapa kali memijat pelipisnya karena mendadak kepalanya pusing. Dia memang akhir-akhir ini sering kelelahan, lelah fisik dan lelah hati. Tugas kuliah yang semakin banyak ditambah pekerjaan kantor yang menguras fisiknya. Sebenarnya tidak masalah bagi Kinara karena sejak kecil fisiknya sudah terbiasa melakukan apapun. Ibu Diana dan ibu Linda selalu mendidiknya untuk mandiri dan tidak manja. Tapi ditambah lelah hati? Rasanya capek sekali harus menahan semuanya sendiri.Mengenal Arjuna membuat air mata Kinara sering terjatuh. Ah, Kinara tahu ini sudah menjadi resikonya. Dia telah mengambil keputusan ini untuk membantu orang yang dicintainya, sekarang Kinara harus siap menghadapi apapun kedepannya.Kinara teringat perkataan Arjuna tadi setelah mengantarnya pulang ke kontrakan. Besok
"Kinara?" "Kinara?" "Astaga, Amel! Kenapa harus berteriak?" Kinara mengusap telinga kanannya yang baru saja mendengar teriakan kencang dari sahabatnya itu. "Kamu ngelamun, aku panggil dari tadi juga." Amel merengut kesal. "Eh, maaf deh Mel, hehe." "Buruan cerita, kamu kenapa sih akhir-akhir ini sibuk banget, suka melamun juga," tanya Amel. Kinara melihat jam tangannya, masih ada waktu 1,5 jam sebelum dia masuk kantor. Arjuna juga sudah pergi dari kampus ini sekitar 2 jam yang lalu. Kinara bahkan masih syok dengan kenyataan bahwa Arjuna juga mahasiswa S2 di kampus ini.
Kinara membuka matanya lalu mendudukkan tubuhnya perlahan. Dia mengerjapkan mata berkali-kali sebelum sadar kalau ini bukan kamarnya. Kinara melihat sekitar dan ingat kalau ia berada di ruang Arjuna dan ketiduran. "Astaga, jam berapa ini?" Kinara mengecek jam tangannya, waktu menunjukkan pukul 16.30 itu artinya karyawan sudah meninggalkan kantor. Kinara mencari Arjuna dan Argan tapi tidak ada di ruangan itu, kemungkinan masih rapat atau pekerjaan lainnya. Kinara tiba-tiba teringat tadi pagi saat Arjuna mendadak menghentikan mobilnya karena melihat seseorang, kemudian dia hubungkan dengan wanita yang Arjuna sebut malam itu dan disebut Laura juga. Apa orang yang sama? Siapa? Mumpung Arjuna keluar, Kinara menuju meja Arjuna dan mencari sesuatu di sana. Siapa tahu ad
"Laura!" Kinara dan Laura menoleh, mereka melihat Lisa sudah berdiri di dekat pintu dengan tatapan tidak sukanya pada Kinara. Kedatangan Lisa membuat Laura tidak bisa melanjutkan perkataannya, sehingga Kinara tidak mendapat informasi lebih dari wanita itu. "Ngapain kamu ngobrol sama dia?" ucap Lisa sambil menunjuk pada Kinara. "Hanya menyapa calon istri Arjuna, Lis. Siapa tahu dia sadar lalu mengundurkan diri dari pernikahan itu," ejek Laura. Kinara menghela napas berat, sekali lagi dia harus bersikap tenang, tidak terbawa emosi dan tetap ramah. "Maaf, aku tidak akan membatalkan pernikahan ini," jawab Kinara mantap.