Suamiku Kekasih Sahabatku

Suamiku Kekasih Sahabatku

last updateLast Updated : 2025-04-30
By:  KaninaOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
10Chapters
444views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Danniar menikah saat dia berusia 21 tahun. Usia yang cukup muda saat teman-temannya masih kuliah dan baru akan memulai karir setelah menyelesaikan pendidikan sarjananya. Dia menikah dengan Fajar yang merupakan seorang staf marketing sebuah dealer mobil keluaran Jepang yang cukup besar di kotanya. Tak hanya itu, mereka memiliki usaha sewa mobil yang cukup maju. Kehidupan rumah tangga yang awalnya baik-baik saja, mulai berantakan setelah adanya orang ketiga. Tak hanya itu, kekacauan yang lain juga menyertai setelahnya. Haruskah Danniar bertahan dalam pernikahannya?

View More

Chapter 1

Sebuah Firasat

“Yang, Shakila sama Rania mau mampir. Kamu siap-siap ya,” ucap suamiku sore itu.

Aku mengernyit bingung. Kenapa Shakila dan Rania menghubungi suamiku? Bukan menghubungiku ke ponselku?

“Baik, Mas.” Hanya itu jawaban yang bisa ku lontarkan.

Biasanya kalau dua orang temanku itu berkunjung saat sore hari, mereka pasti akan menginap. Dan suamiku sudah paham akan hal itu.

Hanya saja aku mulai menyadari sesuatu yang aneh dengan suamiku. Dia merasa bahagia meski nantinya ia harus mengurus anak kami. Tak seperti hari biasanya saat aku meminta tolong untuk menjaga anak kami sebentar.

Belum terlalu sore, seorang wanita paruh baya tiba-tiba datang ke rumah kami. Wanita itu mengutarakan niatnya untuk menyewa mobil kami, tanpa sopir.

“Nanti anak saya yang akan menjadi sopirnya, Pak. Saya mau sewa empat hari karena mau iring-iringan pengantin ke Blitar,” ucap wanita itu.

“Oh, begitu. Baik, Bu. Bisa. Nanti hari Minggu siang, mobilnya harus kembali ke sini ya. Kebetulan banget soalnya, sopirnya ada acara,” jawab suamiku.

“Lalu ini, Pak. Saya membawakan SK dan BPKB motor saya sebagai jaminan.” Wanita itu menyodorkan selembar kertas dan sebuah buku kecil berwarna abu-abu ke hadapan Mas Fajar.

“Enggak usah, Bu. Saya percaya, kok.”

Aku yang hendak mengambil surat jaminan itu, mendadak berhenti. Kenapa Mas Fajar begitu percaya kepada orang lain? Dan menyewakan mobil selama empat hari?

Biasanya kalau ada yang sewa mobil ke luar kota hingga berhari-hari, sesuai kesepakatan bersama, Mas Fajar akan menjadi sopirnya. Tetapi semudah itu ia tak menjalankan peraturan yang telah disepakati?

“Udah gak apa-apa. Percayalah kepada suamimu ini. Semua akan baik-baik saja,” ucapnya dengan begitu percaya diri.

Mau tak mau aku mengangguk. Tak ingin memperpanjang masalah.

Hingga akhirnya setelah wanita paruh baya yang diketahui bernama Endang itu pergi, kedua temanku sampai di depan rumah kami.

Aku menyambut kedatangan dua orang temanku itu dengan sukacita. Mereka sudah seperti keluarga bagiku. Mereka yang paling mengerti akan diriku. Ah, paling mengerti dengan keluarga kami. Mas Fajar pun menyambut kedatangan mereka dengan raut wajah bahagia.

Sejak kepergian wanita paruh baya itu, hatiku sudah tak menentu. Seperti ada sesuatu yang mengganjal. Berulang kali aku menepis prasangka. Namun, itu sia-sia.

“Kenapa? Apa ada sesuatu yang membuatmu sedih? Masa kita kita datang kamu sedih?” goda Rania.

Aku hanya tersenyum. Bagaimanapun kalau aku cerita kepada mereka sama dengan aku tak percaya dengan suamiku.

***

Malam harinya, aku dan kedua temanku bercengkerama di kamar tamu. Sementara suamiku berdua dengan anakku, menidurkan gadis kecil kami.

“Kamu kenapa, Yar? Kenapa dari tadi seperti orang bingung gitu?” tanya Shakila.

“Gak apa-apa, sih. Cuma dari tadi perasaanku gak enak. Ya, semoga saja bukan pertanda buruk,” jawab ku.

“Ya udah, ayo sini. Kita scroll layar hape lagi,” ajak Rania.

“Aku mau melihat anakku dulu, ya. Kalian istirahatlah dulu,” tolak ku secara halus.

Mereka mengangguk dan melanjutkan kegiatan mereka, memilih barang di sebuah aplikasi e-commerce yang memang menyenangkan bagi kaum wanita. Hanya saja malam itu aku sedang tak berselera. Firasat ku merasakan akan ada badai yang datang setelah ini.

Aku berjalan menuju kamar putri kecilku yang berada di samping kamarku dan suami. Perlahan ku buka pintu berwarna putih yang kini sudah ada di hadapanku, meminimalisir suara berisik yang mungkin akan mengganggu dua orang yang sedang berada di dalam kamar itu. Aku mendapati putri kecilku tidur di atas ranjangnya. Dan kulihat suamiku terlelap di sampingnya, memeluk tubuh mungil itu dengan posesif. Aku tersenyum melihat dua orang yang paling aku sayangi itu tidur nyenyak.

Ku tutup kembali pintu kamar itu dan berjalan menuju kamarku. Perasaan yang tadi sempat menggelayuti, mendadak hilang bertepatan dengan aku merebahkan diriku di atas ranjang.

Lelah? Mungkin.

Hanya dengan menghirup aroma tubuh suamiku yang tersisa di ruangan itu, aku merasa tenang. Aroma tubuh suamiku sudah seperti candu bagiku.

Tanpa terasa, aku terlelap di atas ranjang itu. Sendiri.

***

Tengah malam, tepatnya dini hari, aku merasa tenggorokanku kering. Dan sialnya aku lupa mengisi teko air yang biasanya aku letakkan di meja kecil di samping ranjang ku.

Aku membawa teko kaca yang kosong itu menuju dapur. Namun, saat melewati kamar putriku, aku mendengar ada suara aneh berasal dari dalam ruangan itu.

Seperti suara suamiku yang tengah mendesah karena melakukan sesuatu yang sangat aku pahami.

Pikiran buruk begitu saja melintas di pikiranku. Ku putar kenop pintu kamar putriku. Suamiku tak segila itu, kan?

Bukankah aku ada di rumah? Untuk apa dia bermain solo? Apalagi di kamar putrinya?

“Mas! Buka pintunya!” ku ketuk pintu kamar putriku dan sedikit menahan suaraku agar tak membangunkan yang lainnya. Apalagi di kamar lain ada dua temanku yang menginap di rumah ini. Aku tak mau mereka terganggu karena pertengkaran kecil karena prasangka ku.

“Ada apa?” pintu terbuka perlahan setelah beberapa menit aku menunggu.

“Mas ngapain?” tanyaku. Dan entah mengapa aku mendapati raut kesal di wajahnya.

“A-apa aku mengganggu, Mas?” tanyaku gugup.

“Gak apa-apa. Kenapa kamu belum tidur?” tanya Mas Fajar.

“Aku mau mengambil air. Haus,” jawabku sembari mengangkat teko kosong yang masih aku pegang.

“Ya udah kalau gitu.”

Mas Fajar hendak menutup kembali kamar anak kami dan ia kembali masuk ke sana.

“Mas gak tidur di kamar?” tanyaku lagi.

“Nggak. Mas mau tidur sama putri kita. Toh, kamu juga lagi ada tamu. Gak enak kalau kita mesra-mesraan di kamar dan terdengar temanmu,” ucap suamiku lagi.

Aku mengangguk. Benar saja apa yang dikatakan oleh suamiku itu. Ah, sudahlah.

Aku kembali berjalan menuju dapur, mengisi teko air sampai penuh dan bergegas kembali menuju kamarku.

Sepi.

Dan perlahan rasa sepi itu mulai menyusup ke relung hati tanpa pernah aku sadari.

***

Kudengar suara gemercik air yang berasal dari kamar mandi. Kulihat jam dinding, jarum jam itu masih menunjukkan pukul empat dini hari. Tak biasanya Mas Fajar mandi se-pagi ini.

Aku bangun dari tidurku. Meraih handuk dan mengaitkannya ke kenop pintu. Aku yakin dia akan lupa membawa handuk, dan itu adalah kebiasaannya. Kemudian aku kembali duduk di tepi ranjang dan memainkan ponselku.

Tak lama, pintu kamar mandi itu berderit. Menampilkan sosok pria yang sudah tiga tahun menjalani pernikahan denganku. Tetesan air dari rambutnya yang basah, menandakan bahwa ia tak mengeringkan rambutnya dengan sempurna. Seperti sedang terburu-buru.

“Eh, Sayang. Udah bangun?” tanyanya.

Tersirat sebuah kegugupan dari pertanyaannya itu. Bukankah ia sudah tahu kalau aku selalu terjaga sebelum subuh.

“Iya, Mas. Mau ke kamar mandi.”

“O-oh, silakan.” Mas Fajar menggeser tubuhnya yang sebelumnya menghalangiku masuk ke kamar mandi.

Aku mengambil wudhu, berniat salat sunnah sebelum subuh tiba.

Saat aku keluar dari kamar mandi, tak ku dapatkan suamiku di dalam kamar kami.

“Ah, mungkin ia kembali ke kamar Adel,” pikirku.

Adelia adalah putriku dan Mas Fajar. Buah hati kami yang berusia dua puluh bulan. Malaikat kecil kami yang cantik dan pandai. Meski masih belum genap dua tahun, dia sudah bisa berbicara meskipun belum terlalu jelas pelafalannya.

Aku lebih dahulu salat lalu mengaji. Melantunkan ayat suci yang selalu membuat hati ini tenteram.

Hingga akhirnya subuh tiba. Setelah menjalankan ibadah subuh, aku beranjak dari kamarku. Berniat menyiapkan sarapan untuk suamiku dan pastinya teman-temanku yang saat ini tengah bertamu.

Aku berjalan menghampiri kamar putriku, memastikan ia masih tidur. Di sana aku juga melihat suamiku kembali terlelap.

Ku langkahkan kaki ini ke dapur. Meneruskan niatku tadi untuk memasak. Tiba-tiba kudengar suara pintu terbuka, menampilkan sosok Shakila dibaliknya.

Rambut wanita itu tampak sedikit basah. Seperti baru saja keramas. Pikiran buruk kembali menggelayuti pikiranku. Tapi sekuat tenaga aku menepis semuanya, karena aku yakin tak seperti apa yang aku pikirkan.

Bisa saja karena dia baru saja bersuci, bukan?

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
10 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status