Share

Bab 2 Nona, Mau Lapor Polisi?

Mengingat adegan yang baru saja disaksikannya, Sony tersentak dan langsung menjawab, "Akan kuselidiki sekarang juga ...."

Jacob mengerucutkan bibirnya, alisnya berkerut dengan ekspresi muram. Rendahan sekali wanita itu memainkan trik tarik ulur.

Mungkin saja wanita itu memang ingin Jacob menyelidikinya.

"Nggak usah."

Kalau wanita itu memang sengaja memainkan trik seperti ini, nanti dia pasti akan muncul lagi dengan sendirinya.

Sienna buru-buru kembali ke apartemen dan membersihkan diri sebelum rebahan di ranjangnya.

Begitu memejamkan matanya, benak Sienna dipenuhi oleh adegan bersama pria itu. Awalnya, Sienna tidak terbiasa, tetapi kemudian getaran hati yang bergejolak itu seakan merasuk ke dalam tulangnya.

Sejujurnya, Sienna tidak terlalu keberatan menyerahkan malam pertamanya kepada Jacob, kecuali ketika dia mendengar Jacob memanggil nama wanita lain.

Elena, Elena Prawira ....

Inilah alasan sebenarnya Jacob ingin menceraikan Sienna.

Padahal, tubuhnya terasa begitu lelah. Namun, rasa sakit yang menusuk ini malah membuatnya terjaga.

Setelah berulang kali membolak-balikkan tubuhnya, Sienna tetap tidak menemukan posisi yang nyaman.

Pada akhirnya, dia bangkit dari tempat tidur dan membuka laci mejanya. Di dalamnya, ada dua buah buku nikah.

Saat itu, Jacob tidak hadir untuk mengambil buku nikah mereka. Namun, berkat bantuan Pak Darwo, Sienna bisa mengambil buku nikah itu sendirian.

Ini adalah pertama kalinya dia membuka buku itu dan melihat foto pria yang disandingkan bersamanya dalam buku nikah tersebut.

Setelah meliriknya sekilas, Sienna menaruh kembali buku itu dan berencana untuk pergi menjenguk Nanda.

Sienna tiba di rumah sakit tepat pada waktu makan siang. Para pelayan yang berjaga di kamar pasien juga sedang keluar untuk makan siang.

Melihatnya, ekspresi Nanda yang sedang beristirahat itu sontak berseri-seri. Dia segera bangkit untuk duduk di ranjangnya.

"Kakak! Kenapa Kakak bisa datang?"

Wajah Nanda tampak pucat, tetapi dia masih sangat bersemangat. "Pasti Ayah yang membesar-besarkan masalah lagi, ya? Sudah kubilang, aku baik-baik saja. Makanya, aku memintanya untuk merahasiakan hal ini darimu."

Sienna duduk di samping ranjang pasien sambil membawakan segelas air hangat kepada Nanda. "Ayah cuma mengkhawatirkanmu, kok."

Sejak kecil, tubuh Nanda memang lemah dan sakit-sakitan. Terkadang saat kondisinya memburuk, bahkan berjalan saja bisa membuatnya terengah-engah. Sering kali, Nanda harus diopname di rumah sakit. Oleh karena itu, Harris sangat memanjakan putrinya ini.

"Tapi, aku benar-benar benci diopname. Ibu selalu mengawasiku dan aku hanya boleh makan bubur." Nanda mengerucutkan bibirnya sambil berkata, "Beberapa hari ini, aku mendengar para perawat membahas tentang kolak di kantin. Buat ngiler saja!"

Nanda menarik tangan Sienna dan berkata, "Kakakku yang baik, hari ini aku sudah boleh keluar dari rumah sakit. Seharusnya nggak apa-apa kan kalau aku mencicipinya sedikit?"

Nanda mendelikkan matanya dengan antusias, tatapannya tampak begitu memelas.

Sienna akhirnya mengalah dan membelikan seporsi kolak untuk adiknya.

"Cuma boleh cicip saja ya, nggak boleh ditelan." Setelah mengingatkan berulang kali, Sienna mengambil sebuah sendok. Ketika baru saja hendak menyuapinya, terdengar suara Susan Bachtiar dari luar pintu.

"Apa yang kamu lakukan?!"

Susan sangat kaget dan marah. Dia mempercepat langkah kakinya, lalu merebut sendok dan mangkuk tersebut. Setelah itu, dia membuangnya ke tong sampah di sampingnya sambil berkata, "Karena aku nggak ada di sini, kamu mau mencelakai adikmu, ya? Sudah kuduga kamu ini berhati busuk!"

Sienna terdorong ke samping. Dia menatap kolak di tempat sampah itu dengan ekspresi sinis.

"Apa lagi yang dia berikan padamu? Kamu baik-baik saja, 'kan?"

Sambil memeriksa kondisi putrinya, Susan hendak menelepon Harris untuk mengadu. Nanda langsung panik dan hendak mencegah ibunya. "Ibu salah paham sama Kakak! Aku yang memaksanya untuk membelikan makanan ini."

Susan terdiam sejenak, tetapi tidak merasa canggung. "Kalaupun Nanda nggak tahu aturan, sebagai kakaknya, apa kamu juga ikut-ikutan nggak tahu aturan?"

"Kalau bukan karena dia, apa ayahmu tega meninggalkan kita selama ini di luar sana sampai-sampai tubuhmu jadi selemah ini?"

"Bu, jangan bicara seperti itu. Kakak sibuk dengan pekerjaannya, jarang-jarang dia bisa datang."

Susan mendengus menatap gadis yang mematung di sampingnya.

Dia benar-benar benci dengan anak dari mantan istri suaminya ini.

Namun, Susan teringat bahwa Sienna masih punya sedikit kegunaan bagi Keluarga Winata. Begitu memikirkan hal ini, Susan langsung melirik ke arah leher Sienna.

Tidak ada jejak apa pun di leher gadis itu.

Susan mulai bertanya-tanya, apakah rencananya semalam berjalan lancar?

Jika bukan karena mengharapkan bantuan dari Keluarga Yuwono, mana mungkin Susan akan berusaha menjodohkan pria seperti Jacob kepada Sienna? Sayangnya, tubuh putrinya sendiri terlalu lemah.

Lantaran merasa kesal, nada bicara Susan terdengar sangat buruk, "Jacob sudah pulang sekarang. Kamu ini istrinya, jangan hanya memikirkan dirimu sendiri saja. Pikirkan juga bagaimana caranya membuat Keluarga Yuwono membantu ayahmu."

Mendengar nada bicaranya yang lantang, Sienna hanya tersenyum tipis sambil berkata, "Kalau didengar dari ucapan Bibi, sepertinya Bibi menyalahkanku nggak pernah membantu sebelumnya. Apakah hanya Bibi yang berpikiran seperti itu atau Ayah juga sama?"

Susan hanya terdiam. Di sisi lain, Nanda buru-buru berkata, "Dokter memberiku resep obat, apa Kakak boleh membantuku mengambilnya?"

Setelah berjalan keluar dari kamar pasien, terdengar suara omelan Susan dari belakang.

"Selama ini, ayahmu nggak pernah berutang apa pun padanya. Dia selalu saja cari gara-gara denganku. Waktu itu, ibunya meninggal karena kelelahan, ayahmu juga sibuk dengan pekerjaannya. Hidup mereka sangat sulit. Sepertinya, dia menyalahkanku atas semua kejadian itu. Huh, salah wanita itu sendiri nggak punya nasib untuk menikmati hidup."

Sienna mengernyit. Dia memang terluka semalam, tetapi dia berusaha menahan diri agar Susan tidak melihat keanehan pada dirinya.

Setelah mengantre dan mengambil obatnya, Sienna pergi ke Departemen Obstetri dan Ginekologi.

Lukanya tampak cukup parah dan bahkan ada bagian yang robek. Dokter yang memeriksanya langsung menunjukkan ekspresi yang sangat serius.

"Nona, kamu mau lapor polisi nggak?"

Sienna tertegun sejenak. Dia langsung mengerti maksud dokter itu dan berkata dengan ekspresi yang agak canggung, "Sebenarnya ini karena suamiku. Dia baru pulang dinas, jadi tidak bisa mengendalikan dirinya ...."

Melihat Sienna menghentikan ucapannya, dokter itu pun menunjukkan ekspresi mengerti. "Ini salepnya, jangan lupa dioleskan nanti. Jangan berhubungan dulu dalam waktu dekat ini. Suruh suamimu untuk mengendalikan diri. Kalian masih muda, jangan sampai tubuh kalian rusak."

Hampir saja dia mengira Sienna dilecehkan orang.

Sienna menerima salep itu dengan wajah yang merona.

Setelah keluar dari Departemen Obstetri dan Ginekologi, Sienna bertemu dengan kakak kandung Nanda, yaitu Junando Winata.

Dia menengadah melihat Sienna yang sedang memegang salep di tangannya.

Dengan tatapan heran, Junando bertanya, "Sienna, kamu datang menjenguk Nanda, ya? Kamu nggak enak badan?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status