Share

8. Party

Author: Retraza
last update Last Updated: 2024-02-12 08:30:54

"Ta? Saya kira kamu gak datang!"

Memang tidak dipungkiri Genta selalu menghindari undangan pesta yang diselenggarakan di sebuah klub malam.

Apalagi malam ini, undangan yang datang dari seorang aktris ternama ibu kota itu hanya acara ulang tahun yang tidak resmi.

Walaupun bukan termasuk jajaran aktor atau influencer, tetapi Genta dan Zayn merupakan rekan kerja Steffi Kenza—Sang bintang yang tengah berulang tahun, sehingga keduanya secara resmi diundang.

Genta tersenyum kecil melihat reaksi sahabat sekaligus rekan kerjanya—Zayn Javeer.

"Tadinya juga saya gak mau datang. Tapi dari sore, San ngambek dan minta nginep di rumah Eyang nya. Jadilah saya di sini, dari pada di rumah, sendiri," ucap Genta.

Nada nelangsa dari sahabatnya itu membuat Zayn terkekeh. Jarang-jarang San—putra Genta yang menggemaskan itu, merajuk.

"San pasti sangat kesal dengan Papa nya," Zayn tertawa.

Genta mendengus panjang. "Iya, dia bahkan menolak panggilan telepon saya."

'Dan semua itu gara-gara Nagia!'

Zayn makin ngakak mendengarnya.

Genta yang malam ini mengenakan sebuah jaket kulit bewarna hitam dengan balutan kaus putih di dalamnya yang dipadukan celana jeans hitam, sesekali merasa risih dengan pandangan para wanita yang seolah menelanjanginya.

Mungkin tidak akan ada yang menyangka kalau pria matang itu sudah memiliki seorang anak.

Dari tempat duduknya yang berada di area bartender lantai dua, Genta dapat melihat seisi klub di lantai satu.

Matanya memicing melihat satu sosok yang tengah berbincang dengan seorang lelaki di salah satu sofa.

'Nagia?'

Genta terus memperhatikan interaksi keduanya di bawah sana, hingga tidak sadar mengabaikan Zayn yang sejak tadi berbicara.

Merasa diacuhkan, Zayn mengikuti arah pandang Genta.

"Itu, Nagia, kan?" tanya nya dengan tepukan di bahu Genta.

"Hm?" Genta menoleh. "Siapa?" Pria itu balik bertanya sambil mendekat sedikit.

Ingar bingar club yang asing di telinga Genta membuatnya susah menangkap suara Zayn.

"Itu, Nagia!" kata Zayn dengan cukup keras.

"Kamu dari tadi merhatiin dia. Mau berpikir ulang soal kontrak Praz Company?" tanya Zayn.

Genta terdiam. Praz Company adalah rumah produksi yang ia dirikan bersama dengan Zayn, tiga tahun yang lalu.

Praz atau Pramudya dan Zayn, bergerak mewadahi sutradara-sutradara muda yang ingin berkreasi dengan film, webseries, dan short movie.

Selama tiga tahun berkancah di dunia perfilman, Genta tidak banyak terlibat dengan urusan casting dan kontrak kerja sama antara aktor, sutradara, dan rumah produksi.

Ia bekerja dibalik layar sebagai pemimpin utama. Semua yang berhubungan dengan aktor dan aktris, Genta serahkan pada Zayn.

Dua hari yang lalu, ketika Zayn mengajak Genta untuk ikut meeting membahas webseries terbaru mereka, ia baru tahu kalau salah satu pemain yang akan Ikut terlibat sebagai pemeran antagonist adalah Gia.

Dan Genta, menunda kontrak kerja sama dengan Gia. Sampai saat ini, Zayn masih tidak memahami alasan yang Genta berikan sewaktu dia bilang ingin menunda kontrak Gia.

"Pertimbangin, Gia, Ta. Biarpun masih baru, Gia punya followers jutaan di I*******m, dan jangan lupa dia juga terkenal banget di youtube! Bayangin, kalau Gia ikut main di series kita, boom! Pasti viral!" Zayn berseru puas.

Genta menyimak penjelasan sahabatnya dalam diam.

"Tapi, si Gia ini gak modal tampang doang, Ta! Saya sudah lihat sendiri aktingnya, dia emang cocok jadi ibu tiri. Ya.. galak-galak gitu." Zayn menaik turunkan alisnya.

"Ibu tiri?" Genta menggumam dengan kening mengkerut bingung.

Zayn melengos. "Jangan bilang, kamu lupa sama storyline webseries baru kita?"

Melihat keterdiaman Genta, Zayn berdecak. Benar ternyata. Genta sepertinya lupa kalau series yang akan mereka garap mengisahkan tentang perseteruan istri sah dengan istri baru yang sombong nan menyebalkan.

"Sorry, Zayn. Beberapa hari ini saya cukup banyak pikiran," kilah Genta.

Zayn mengibaskan tangannya. "Gak apa-apa. Tapi ingat, pertimbangin Gia untuk main di series kita. Ini kesempatan emas, Ta!"

Genta sudah tidak lagi menyimak perkataan Zayn. Alis kiri nya terangkat bingung, melihat Gia sudah tidak ada di sofa tempatnya duduk tadi.

"Zayn, saya permisi dulu. Nanti kita bicarain lagi." Genta menepuk bahu Zayn, lantas bergegas turun ke lantai satu.

Dia harus menemukan Gia.

👠👠

Gia menatap pantulan dirinya di cermin toilet. Wajahnya yang terpoles sapuan make up membuatnya berkali-kali lipat lebih cantik.

Gia memiliki hidung mancung yang kecil dan lancip. Mata coklat nya yang sendu bisa membuat siapa saja terpesona. Kulit putih yang Gia miliki ia dapat dari keturunan Ayah nya yang berdarah China.

'Percuma cantik, kalau buat narik perhatian mas Genta aja gak bisa.' Gia tersenyum kecut.

Wanita itu menyalakan keran air, lalu mencuci tangan. Kehadiran seorang wanita yang baru masuk, membuat Gia mendongak.

"Hai, Gi," sapa Veronica Lim—atau yang kerap disapa Vero.

Vero bersender di depan pintu. Ia tersenyum miring melihat pantulan wajah Gia.

"Hai," Gia membalas sambil lalu.

Sebagai sesama influencer, mereka memang saling kenal. Biasanya mereka bertemu di acara pesta seperti saat ini, karena lingkar pertemanan influencer.

Namun hanya sebatas itu. Di luar itu semua, baik Gia dan Vero sama-sama mengibarkan bendera perang.

Gia tidak tahu apa yang membuat wanita yang lebih muda setahun darinya itu terlihat membencinya.

Perang dingin antar keduanya sudah terendus jejak netizen sejak setahun yang lalu, sehingga tidak jarang Gia diterpa isu miring terkait kepribadiannya yang dianggap sombong dengan sesama influencer.

"Aku lihat dari tadi kamu sama Ken mulu. Gak bareng Rafael?" tanya Vero dengan suaranya yang cukup keras.

Gia memutar bola mata. Vero memang senang mengorek informasi yang bukan urusannya.

Terlebih, wanita satu itu senang sekali mencari tahu hubungan Gia dengan Rafael Dinata—seorang youtuber sekaligus anak pengusaha stasiun televisi swasta, yang belakangan ini digosipkan dekat dengan Gia.

"Gak. Memangnya kenapa?"

"Gak apa-apa, sih. Cuma, kan, biasanya kamu nempel terus sama Rafael. Ya, kita semua tau, lah. Rafael seterkenal apa. Ups! Aku lupa," Vero pura-pura terkejut dengan menutup mulutnya.

Gia mengangkat sebelah alisnya. 'Mau drama apa lagi, dia?'

"Kamu, kan, sekarang udah terkenal banget. Emang masih butuh Rafael buat dimanfaatin?" lanjut Vero dengan nada merendahkan.

Rahang Gia bergemeletuk. Sudah sejak lama ingin ditamparnya mulut Vero ini, jika ada kesempatan. Mungkin inilah saat yang tepat.

Gia maju, dan berhenti tepat di depan Vero. Jari-jari Gia saling mengepal.

'Sabar Gia, di toilet ini pasti ada cctv.'

"Sepertinya yang berpikir kalau Rafael bisa dimanfaatin cuma kamu, deh." Gia mengulas senyum miring.

"Saya mengenal Rafael jauh sebelum kamu terkenal, Vero. Jadi, jangan ikut campur dengan kehidupan kami. Oh! Atau jangan-jangan, kamu yang mau manfaatin Rafael, ya?" Gia mengangkat alis kirinya.

Wajah Vero sudah merah padam.

"Saya rasa sudah cukup pembicaraan ini. Kamu membuang waktu saya, Vero. Permisi." Gia melewati Vero dengan pandangan lurus ke depan.

Cklek

Mata Gia membulat sempurna melihat siapa yang berdiri di samping pintu toilet perempuan.

'Mas Genta? Sejak kapan dia di sini?'

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Suatu Hari, Aku Akan Menjadi Istrimu   21. Gosip Baru

    Wajah berseri-seri yang dilengkapi dengan senyum manis itu menyapa siapa saja yang ditemuinya di lokasi syuting. Walau hari menjelang malam, aura kebahagiaan terpancar jelas dari mata coklat terang milik Gia hingga setiap orang yang melihatnya sepakat wanita itu sedang bahagia. "Pagi semua!" Gia merentangkan tangan sambil tersenyum lepas. "Pagi kak Gia!" seorang aktris muda yang Gia ketahui bernama Ellen— balas menyapanya dengan senyum ramah. Di ruang istirahat tempat para pemain webseries berjudul 'Mengapa Kau Pilih Dia'— Gia membawakan hampers kecil berisi cookies yang lalu dibagikan oleh Ken dan seorang office boy. Terdapat 5 aktris dan 3 aktor juga beberapa asisten mereka, dan kru webseries yang mendapat hampers dari Gia. Karena ia membawa cukup banyak, Gia menyuruh office boy untuk turut membagikannya ke kru-kru lain di luar ruangan. Selesai dengan tugasnya, Ken beralih ke sebuah sofa untuk mengecek jadwal Gia. Decak kagum saling bersahutan melihat isi hampers Gia

  • Suatu Hari, Aku Akan Menjadi Istrimu   20. Ibu dan Anak Laki-lakinya

    Bunyi denting garpu menjadi satu-satunya suara yang mengisi keheningan di meja makan itu. Kedua orang dewasa yang duduk berhadapan sama sekali tidak menunjukan keinginan untuk berbicara, atau sekedar berbasa-basi menanyakan kabar selayaknya anak dan ibu. Genta meneguk segelas air, sebelum menyingkirkan bekas peralatan makan malamnya ke sisi kiri. Hal yang sama dilakukan tidak lama kemudian oleh seorang wanita cantik berusia 50 tahun— Evelyne Pramudya. Evelyne mengangkat sebelah alisnya melihat gelagat Genta yang gugup. Pria berusia 29 tahun itu adalah putra bungsunya yang paling mirip dengannya. Hanya bedanya, Evelyne memiliki sisi angkuh yang teramat jelas, bahkan jika hanya melihat dari ujung dagunya. “Mami pikir kamu sudah lupa dengan alamat rumah ini," sindir wanita tua berambut merah terang itu. Genta mengangkat wajahnya. Mata tajamnya menelisik penampilan Mami nya yang makin eksentrik. Sudah hampir enam bulan Genta tidak datang menemui Evelyne, dan lihat, gaya Mami nya itu s

  • Suatu Hari, Aku Akan Menjadi Istrimu   19. Kebohongan Yang Berkembang

    “Raf, aku boleh minta tolong? Tolong bawa San masuk dulu,” pinta Gia yang langsung dituruti Rafael detik itu juga. “Ayo, San, ikut Om. Di dalam banyak makanan, lho,” ajak Rafael dengan nada bersahabat. San menerima uluran tangan Rafael yang ingin menggandengnya sambil tersenyum lebar. Anak laki-laki itu menoleh pada Genta untuk meminta persetujuan. Genta mengangguk sambil mengusap lembut kepala San. Selepas kepergian Rafael dan San, Gia mempersilakan Genta untuk duduk di kursi teras depan rumahnya. “Ada apa, mas Genta?” tanya Gia penuh perhatian. Genta tidak langsung menjawab. Perasaan aneh menyelimuti hatinya, dan Genta merasa risih. Padahal ia hanya ingin meminta tolong. Sebagai tetangga yang baik, Gia pasti akan membantunya. Namun lidah Genta terasa kelu. ‘Ck! Tinggal bicara saja’. Rutuk Genta dalam hati. Keterdiaman Pria itu membuat kening Gia mengkerut. “Mas Genta?” panggil Gia sambil menyentuh punggung tangan Pria itu. “Hah? Iya, kenapa?” Genta tersentak. Matanya kemudi

  • Suatu Hari, Aku Akan Menjadi Istrimu   18. Titipan Genta

    Sudah tiga hari berlalu sejak mereka pulang bersama, dan hampir setiap hari Genta harus memberikan tumpangan pada Gia yang beralasan bahwa mobilnya sedang di bengkel. Meski lokasi syuting terpaut jarak yang lumayan jauh dengan Praz Company, Genta—yang entah sedang kerasukan apa, selalu mengantar wanita itu walau terkadang sambil menggerutu. Genta merasa aneh pada dirinya sendiri. Dia selalu membentangkan jarak selebar mungkin agar Gia tidak mendekati San. Akan tetapi, justru kini ia berada di radius yang sangat dekat dengan wanita itu. "Papa, ada tamu." Genta mengerjap dari lamunannya. San—yang sedang memegang robot transformer miliknya, menunjuk ruang tamu. "Makasih ya, Nak," ucap Genta. Karena dia sama sekali tidak mendengar bel rumah yang berbunyi. "Halo, mas Genta!" sebentuk senyum manis perempuan menyambutnya kala pintu dibuka. Pagi itu Gia memakai croptop putih yang memperlihatkan sebagian perut langsingnya, dengan dilapisi blazer tipis bewarna peach. Melihat penampilan

  • Suatu Hari, Aku Akan Menjadi Istrimu   17. Sore Bersama mas Genta

    Sejak semalam, Genta mulai merasa bahwa kesalahan terbesarnya adalah mengenal Nagia Pricilla. Perkenalan di masa remaja yang justru mengubah semuanya. Mengubah kepribadian Gia, dan mengubah masa depan Genta. Andai saja mereka tidak pernah kenal, Gia pasti tidak akan terobsesi dengannya seperti ini. Astaga, Genta mulai pening. Bayangkan saja, wanita itu berani menciumnya! Sekali lagi, Nagia Pricilla berani menciumnya di depan Putra nya sendiri! Apalagi namanya kalau bukan gila, obsesi, dan nekat?! Lalu sekarang, sebuah kotak makan berukuran besar diletakan di meja kerjanya, lengkap dengan sebuah catatan kecil di atasnya. Dimakan ya, mas Genta^^ —Gia :) Genta memejamkan mata, merasa lelah dengan semua yang terjadi di hidupnya. 'Nagia itu tau dari mana, sih, kalau aku duda?!' batinnya kesal. Karena kalau saja Gia tidak pernah tau, maka Genta akan terbebas dari rayuan gila wanita itu. "Wow, sejak kapan kamu bawa bekal, Ta?" Genta membuka mata melihat siapa yang datang ke ruangan

  • Suatu Hari, Aku Akan Menjadi Istrimu   16. Aku Sudah Tau Semuanya

    Rencana makan malam yang ditakuti Gia akhirnya tidak terlaksana. Tepat setelah makanan dihidangkan di meja mereka, Rafael menerima telepon dari Papi nya. Seraya undur diri menerima telepon, Gia sudah menebak kalau sebentar lagi Rafael pasti akan pergi. Dan nanti, Pria itu akan mengajaknya untuk ikut pulang bersama. 'Gak apa-apa, deh. Yang penting dinnernya batal'. Benak Gia. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Rafael mendatangi meja mereka dengan wajah penuh rasa bersalah. "Papi ada perlu sama aku. Penting katanya. Maaf banget aku gak bisa gabung sama kalian," ujar Rafael. Dari nada suaranya, jelas sekali Rafael sebenarnya enggan meninggalkan dinner mereka. "Om mau pergi?" tanya San. Mata kecil San beralih menatap Gia dengan puppy eyes andalannya. "Tante Gia juga mau ikut pergi?" Gia tergugu. 'Bagaimana ini?' benak Gia gelisah. Dia bukannya tidak ingin makan malam bersama Genta dan San, ini adalah salah satu impiannya. Ia memang memiliki seribu rencana untuk pdkt dengan Gen

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status