Share

Sumpah Terkutuk bab 7

Vino beserta anak buahnya kembali melanjutkan minum minuman yang telah tersedia, hingga beberapa botol telah nampak kosong.

Sedangkan si perempuan tadi kembali ke mejanya lagi, dan telah mengobrol dengan seorang lelaki setengah baya. Nampaknya, mereka sangat gembira malam ini. Terlihat si perempuan lebih banyak tertawa, sambil sesekali bergelayut manja di lengan lelaki yang lebih cocok sebagai ayahnya.

Tak sampai satu jam kemudian, perempuan yang tadi diminati oleh Vino keluar dari ruangan dengan dipeluk pinggangnya oleh si lelaki tua.

Namun, Vino dan anak buahnya masih melanjutkan aktifitasnya, sambil sesekali bergoyang mengikuti irama music yang disajikan oleh DJ.

Setelah mendapat bisikan dari Bram, Vino bergegas meninggalkan ruangan, tanpa diikuti oleh satu orang pun dari anak buahnya.

Dikemudikannya kendaraan roda empat itu secara perlahan, sambil sesekali mengisap sebatang rokok yang terselip di jari-jarinya.

Di sebuah tempat yang agak sepi dari lalu lalang pengguna jalan, Vino melambatkan laju mobilnya. Dalam jarak seratus meter di depannya, terlihat ada keributan.  Dua orang lelaki berbadan besar, sedang menganiaya seorang lelaki yang sudah tergeletak di atas aspal jalan.

Bukannya Vino tak mau menolong, tetapi dia tak mau ikut campur urusan orang lain. Lagi pula, dia masih mempunyai sebuah urusan lain juga.

Seorang perempuan terlihat berlari menjauhi keributan tadi dengan menjinjing sepatunya. Terkadang, dia jatuh tersungkur, lalu berusaha bangkit dengan susah payah.

Bukan karena pakaian yang membuatnya sulit berlari, tetapi perempuan itu nampak oleng. Arah berlarinya tak bisa lurus, kadang ke arah kanan, kadang malah lari ke kiri hingga menabrak pagar pembatas jalan.

Masih di dalam mobil, Vino tersenyum kecil melihat tingkah perempuan yang sedang berlari itu. Dia pun tak ingin menyalipnya, malah terus mengikuti dari belakang si perempuan itu.

Ketika perempuan yang mengenakan jaket berwarna hitam itu jatuh terduduk, hingga tak kuasa untuk bangun lagi, Vino menghentikan mobilnya tepat di samping perempuan yang sedang menutupi wajah dengan kedua telapak tangan.

"Kenapa kamu duduk di situ?" tanya Vino setelah nembuka pintu mobil sebelah kiri depan.

Perempuan itu membuka telapak tangannya, lalu nampak terkejut dengan keberadaan Vino itu.

"Masuklah, atau kamu masih ingin duduk di situ terus?" ujar Vino, ketika melihat si perempuan masih terdiam.

Meskipun nampak ragu-ragu, akhirnya perempuan yang telah letih berlari itu, memasuki mobil. Kemudian, Vino menjalankan kendaraannya, tanpa menoleh lagi ke arah kursi sebelahnya yang sudah diduduki si perempuan berambut sebahu.

Matahari sudah menampakkan sinarnya dengan penuh, sehingga cuaca terasa panas yang membuat sebagian orang lebih memilih mengunjungi penjual minuman dingin.

Apalagi, bertepatan di waktu jam makan siang. Nampak beberapa kedai makan di pinggir jalan dipadati oleh pengunjung.

Setelah hampir lima belas menit melaju, tak ada seorang pun yang membuka suara. Si perempuan nampak tertidur, jadi Vino pun tak ingin mengganggunya.

Barulah setelah hampir satu jam tertidur, perempuan itu pun terbangun. Dia nampak bingung dan melihat ke arah luar jendela mobil.

"Ini di daerah mana?" tanya perempuan itu.

"Di dekat pantai," jawab Vino singkat.

"Kenapa gak mengantar pulang ke rumahku saja?"

"Memangnya, aku tahu di mana rumahmu? Kamu kan gak pesan mobil online."

"Aduh, aku lupa. Lagi pula, aku langsung ketiduran tadi."

"Kenapa kamu tadi lari-lari, lalu duduk di tepi jalan?" tanya Vino tanpa menoleh. Matanya tetap fokus melihat ke jalan.

"Aku, eh maksudku, tamuku tadi dirampok. Jadi, aku melarikan diri saja. Padahal, aku tadi sudah dipegang kuat-kuat oleh salah satu perampok itu. Setelah kugigit tangannya, aku bisa terlepas."

"Kenapa kamu malah meninggalkan tamumu itu?" tanya Vino lagi.

"Ya, iyalah. Aku kan ingin selamat. Siapa tahu, perampok itu bukan hanya berniat mengambil uang atau harta. Kalau aku sampai diapa-apain oleh mereka, celakalah nasibku."

"Sekarang, kamu ingin kemana?"

Perempuan itu tak langsung menjawab. Dia melihat interior di dalam mobil Vino. 'Dari pada pulang gak dapat apa-apa, mendingan ikut lelaki ini dulu. Mobilnya aja, mewah begini. Pasti dia juga orang yang tajir juga,' kata hati si perempuan.

"Hmm ... tadi kan, aku ada tamu. Sekarang sudah free. Gimana, apakah Om, eh Bos masih ingin mengajakku kencan?"

Vino tersenyum kecil, sehingga wajah tampannya semakin membuat perempuan itu menjadi semakin tertarik ingin ikut dengan lelaki yang lebih muda dari tamunya tadi.

"Tapi, aku gak sekaya tamumu tadi," ucap Vino merendah.

"Eh, siapa bilang? Mobil tamuku tadi malah tak sebagus mobil ini kok, Bos."

"Kenapa kamu memanggilku, dengan sebutan bos?"

"Kalau kupanggil om ... kan, masih kelihatan muda. Jadi, lebih baik kupanggil Bos saja, lah." Perempuan itu mulai berani merayu dengan membuka jaket, dan langsung terlihat dada besarnya yang terbungkus kaos berwarna biru muda.

"Iya, aku memang seorang bos. Dan yang merampok tamumu tadi, adalah anak buahku," ucap Vino dengan menancapkan sebuah jarum suntik di paha kanan perempuan itu.

Si perempuan langsung menoleh sambil melotot, karena rasa terkejutnya. Tapi, sesaat kemudian dia pun sudah tak sadarkan diri lagi.

Jarum suntik yang berisi obat bius, memang selalu tersedia di dalam mobil Vino, untuk melancarkan segala aksinya. Yaitu, menaklukkan ular berbisa.

****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status