"Ayo masuk," ajak Ainsley.
"Ha?" Dixon nampak bingung.
"Kenapa? Kau tidak mau masuk?" tanya Ainsley.
"Ah tidak, bukan gitu. Kua ... sungguh-sungguh ingin mengajakku masuk?" tanya Dixon memastikan.
"Bukan aku, tapi mommy. Mommy menyuruhku mengajakmu pulang. Masuklah," jelas Ainsley. Kemudian Ainsley lebih dulu masuk meninggalkan Dixon yang masih mencerna situasi.
"Oh, pantas saja dia mau aku antar pulang. Ternyata bibi yang menyuruhnya," gumam Dixon pelan.
"Dixon," panggil Ainsley.Dixon kembali berbalik badan."Iya?" Dixon menatap Ainsley, menunggu apa yang akan dikatakan oleh Ainsley."Aku ingin meminta tolong padamu," kata Ainsley."Ya, apa yang bisa aku bantu?" tanya Dixon serius.Ainsley sangat ingin tertawa melihat raut serius Dixon, tapi ia tahan mati-matian. "Tolong sampaikan salamku untuk Luke," kata Ainsley. Semuanya langsung terbengong.
"Kalau kau mencintai seseorang itu mudah untuk mengetahuinya. Jika kau merasa malu berada di dekatnya. Jika kau berdebar dan pipimu memerah saat dia mengatakan hal yang sederhana maka bisa dikatakan kau mencintainya," jelas Emily."Begitukah?" gumam Ainsley."Ya. Dan apa kau yakin kau sedang jatuh cinta pada Luke? Bukan Dixon?""Emily, jangan menguji kesabaranku. Kau tahu kan tadi aku sedang membahas Luke. Aku sedang membahas Luke, Emily, tolong jangan melenceng," kata Ainsley ketus."Hahaha ... aku hanya memastikannya saja, Ainsley sayang," balas Emily
"Kau akan mendukungnya tapi tidak akan melepaskannya? Apa maksudmu itu?" tanya Luke memincingkan mata."Luke, aku mencintainya. Kau boleh percaya atau tidak. Ainsley boleh mengakui aku atau tidak. Tapi benar mencintainya dengan tulus. Jika dia memang memilih orang lain untuk mendampinginya maka aku akan menjaganya dari jauh. Itulah yang aku maksud," jelas Dixon. "Aku tidak akan melepaskannya sepenuhnya," lanjut Dixon.Luke terkekeh. "Kau serius? Jika aku yang jadi pria pilihan Ainsley maka aku akan memukulmu, Dixon. Aku mana mungkin membiarkan gadisku diperhatikan oleh pria lain," seloroh Luke."Memang itulah tujuannya, Luke. Supaya semua pria yang mendekatinya merasa kesal dan meninggalkannya. Hingga pada akhirnya hanya akulah yang akan ada untuknya," kata Dixon tersenyum miring."Dasar licik!" seru Luke mencibir."Sudahlah, lagipula tidak mungkin kau yang dia sukai. Sekarang cepat kenadarai mobilnya dengan benar. Aku ingin segera sampai dirumah."
"Ainsley, ini sudah siang, kenapa kau masih belum turun juga?" seru Brianna dari bawah."Iya, Mom, sebentar lagi. Ini Emily membuat pagiku berantakan," adu Ainsley."Hei, kau sendiri yang bangun kesiangan!" seru Emily tak mau disalahkan."Kau pikir apa? Kau bangun lebih siang dariku!" balas Ainsley tak terima."Sudah jangan lanjutkan perdenatan kalian. Cepat turun!" seru Brianna lagi."Yes, Mom.""Iya, Bibi."Buk buk buk buk.Langkah kaki Ainsley dan Emily terdengar tak beraturan. Ya, mereka berlarian menuruni anak tangga."Kalian melakukan apa saja semalam?" tanya Brianna."Biasa, Bibi. Ladies night. Kami mengobrol sampai kami ketiduran," jelas Emily mewakili. Ainsley mengangguk mengiyakan."Dan sekarang kalian kesiangan, apa kalian menyukainya?" tanya Brianna."Sudahlah, Brianna. Jangan memarahi mereka. Mereka masih belum terlambat," kata Freddy menengahi."Kau selalu saja membela putrimu, Freddy."
"Apa tuan ada di tempat?"Sarah mengangguk sopan. "Ada, Nyonya.""Terima kasih," balas orang itu kemudian berlalu.Jennifer memperhatikan punggung seorang itu dengan tatapan menyorot tajam."Kenapa dia boleh masuk sedangkan aku tidak, ha?" protes Jennifer tak suka."Maaf, Nona, sebaiknya anda berpikir dulu sebelum bertanya. Tentu saja nyonya memiliki hak istimewa," kata Sarah meremehkan."Ck, seberapa istimewanya dia? Biar aku buktikan sendiri." Dengan tekatnya Jennifer berjalan cepat menyusul perempuan yang membuatnya cemburu itu."Hei, Nona Jennifer, kau mau kemana?" seru Sarah meneriaki Jennifer. Namun yang dipanggil sama sekali tak menghiraukan.Sarah menepuk keningnya cukup kuat."Payah! Bodoh dipelihara. Tentu saja nyonya Ashton boleh masuk, dia kan istri tuan Ashton. Dasar gadis bodoh," umpat Sarah sambil menggeleng-gelengkan kepala menganggap Jennifer sangat bodoh."Sarah, dia menerobos masuk. Sebaiknya kau memberit
"Terima kasih, Luke, hari ini aku cukup senang. Dan filmnya menghibur. Komedi pilihan yang tepat, aku sangat berterima kasih padamu," kata Ainsley terus mengucapkan terima kasih sepanjang jalan."Jangan berlebihan, Ainsley. Kita bisa pergi bersama lagi kapanpun kau mau," balas Luke.Ainsley terkekeh. "Ya, tentu. Kita harus pergi lagi lain kali," balas Ainsley lagi."Oh ya, kenapa kau tiba-tiba mengajakku jalan, Luke?" tanya Ainsley cukup penasaran."Memangnya aku tidak boleh mengajakmu jalan? Apakah kau takut Dixon akan marah?" tanya Luke sengaja membuat jebakan dalam pertamyaannya, namun tak mempan untuk Ainsley.Ainsley mengedikkan bahu. "Tidak peduli apakah dia akan marah atau tidak. Itu tidak ada hubungannya denganku," balas Ainsley acuh."Jangan terlalu membenci seseorang, Ainsley. Jika suatu hari kau mencintainya aku takut kau tidak akan menyadarinya," celetuk Luka."Heuhh ...." Ainsley menghela napas berat."Oh ya, Luke. Semalam
Ainsley masuk ke dalam rumah dan melihat kedua orang tuanya yang tengah berada di sofa. Ainsley pun menghampiri kedua orang tuanya."Aku pulang—eh, ada apa ini?" Ainsley melihat ada kejanggalan disana. Ainsley mengernyit. Ainsley sempat mendengar ayahnya meneriaki ibunya."Oh, Ainsley, kau sudah pulang," kata Brianna."Mom, ada apa? Kalian sedang bertengkar?" tanya Ainsley."Tidak, Sayang. Mana mungkin kami bertengkar," kata Brianna."Tidak, Mom, aku bukan anak kecil lagi. Aku tahu, aku bisa melihat tadi daddy sedang meneriakimu, Mom.""Ainsley, Mom hanya sedang meminta penjelasan pada daddy tentang perempuan yang mommy lihat di kantor daddy siang tadi, itu saja," jelas Brianna lagi."Ada perempuan lain di kantor daddy?" Ainsley mengulang penjelasan ibunya dan menjadikannya sebagi pertanyaan.Brianna mengangguk saja sedangkan Freddy tak tahu harus berkespresi seperti apa.Ini hanya kesalah pahaman, seharusnya Brianna tidak perlu
"Apa kau menyukai manisannya?""Ya.""Lalu apa kau menyukai orang yang memberikanmu manisan itu?"Ainsley kembali terdiam. Bukankah Dixon tahu pasti apa jawabannya? Mengapa dia masih saja bertanya?"Aku memang tahu jawabannya, Ainsley," celetuk Dixon. Ainsley terkejut mendengar pengakuan Dixon. Apa Dixon tahu apa yang sedang Ainsley pikirkan?"Tapi siapa tahu sekarang jawabannya sudah berbeda, telah berubah," lanjut Dixon."Tidak ada dan tidak akan ada yang berubah," kata Ainsley."Aku hanya ingin mengucapakan terima kasih saja. Dan aku sudah mengucapkannya padamu. Aku matikan teleponnya," lanjut Ainsley."Tunggu dulu, Ainsley.""Ada apa lagi?""Selamat malam, Ainsley," kata Dixon.Diam-diam Ainsley melebarkan senyum. Hati kecilnya ingin sekali membalas ucapan selamat malam dari Dixon, tetapi logikanya menyururhnya untuk tidak mengatakan apapun."Sekarang kau boleh tutup teleponnya," kata Dixon lagi."Hm."