Beranda / Young Adult / TO GET HER / 9. Si Berandalan

Share

9. Si Berandalan

Penulis: Cherry Blossom
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-10 19:27:43

Chapter 9

Si Berandalan

Cuaca tidak terlalu terik meskipun matahari bersinar cerah dan pagi ini Marcello sudah memperhitungkannya dengan matang, seharusnya rencananya berjalan seperti apa yang diinginkannya karena seperti halnya Sebastian yang tidak memiliki kegagalan dalam daftar hidupnya, Marcello juga tidak pernah memasukkan kegagalan ke dalam agenda hidupnya.

Setelah pertemuannya dengan Aneesa dua hari yang lalu Marcello belum menjalin komunikasi lagi dengan gadis incarannya itu meskipun telah mengatakan akan meneleponnya, Marcello melakukannya dengan sengaja dan tentunya telah memperhitungkan setiap tindakannya karena mendapatkan Aneesa adalah agenda utama dalam hidupnya.

"Bagaimana wawancaramu tadi?" tanya Narnia yang hanya mengenakan bikini.

Marcello memindahkan kacamata hitamnya ke atas kepala lalu duduk di kursi panjang yang terletak di samping kolam renang di tempat tinggal Narnia. Wawancara di televisi yang disiarkan secara langsung berjalan seperti yang sudah dijadwalkan, Marcello menjawab beberapa pertanyaan yang telah disepakati tentunya yang relevan dengan dunia F1 dan kemenangannya musim ini. Sementara pertanyaan lain yang mendadak ditanyakan karena sensasi yang dibuatnya tentu saja Marcello tidak memberikan jawaban apa pun.

"Aku akan pergi ke Kannapolis besok," kata Marcello tanpa menjawab pertanyaan Narnia.

Narnia mengulurkan gelas berisi sparkling water dengan potongan lemon pada Marcello, raut wajahnya berubah sedikit muram. "Kita belum menghabiskan waktu, sayang sekali kau sudah akan pergi lagi."

Marcello menikmati sparkling water-nya kemudian tanpa meletakkan gelas di tangannya menatap air di kolam yang terlihat jernih dan segar. "Kami diagendakan untuk melakukan tes stimulator."

"Kau tidak memberitahu aku kalau kau tidak berlama-lama di sini," ucap Narnia menunjukkan protesnya sembari mengambil gelas dari tangan Marcello lalu dengan gayanya yang menggoda melingkarkan lengan Marcello di pinggangnya. "Malam ini kita bisa menghabiskan waktu berdua sebelum kau pergi ke Kannapolis, kan?"

Marcello menengadah, di depannya tersaji tubuh molek Narnia yang nyaris telanjang. Hanya payudaranya yang terbungkus kain tipis dan celana dalam yang hanya menutupi bagian kewanitaannya, hanya tinggal menarik tali-tali bikini yang diiikat dengan rapuh makan Narnia akan polos tanpa busana dan siap dinikmati. Bibir Marcello menyunggingkan senyum tipis, Narnia selalu memberikan kepuasan pria dewasa tanpa diminta dan Narnia memenuhi kebutuhannya dengan sangat baik. Sayangnya kali ini ia tidak datang menemui Narnia untuk memenuhi hasratnya, kedatangannya untuk mengakhiri hubungan mereka.

"Dan, sekarang kita tidak perlu lagi berkencan sembunyi-sembunyi. Papaku sudah tahu, tenang saja karena dia tidak berkomentar tentang hubungan kita, sementara Barron... Aku yakin kalau dia tidak akan ikut campur," ucap Narnia seraya melingkarkan lengannya di leher Marcello.

Barron tidak akan peduli, tentu saja karena Barron adalah seseorang yang hanya peduli dengan keuntungan, sementara Oliver tidak memberikan komentar pada Narnia, tetapi pria itu datang dan mengancamnya—memberi satu-satunya pilihan dan Marcello dengan senang hati memenuhi keinginan Oliver.

"Papamu sudah bicara denganku," kata Marcello dengan tenang menatap mata Narnia.

Narnia membalas tatapan Marcello dan memiringkan kepalanya. "Oh, ya? Apa katanya?"

"Papamu bilang, jangan dekati putriku," kata Marcello menirukan ucapan Oliver dengan sangat tenang.

Narnia tersenyum menggoda. "Jadi, bagaimana menurutmu?"

"Kurasa papamu benar," jawab Marcello datar.

Narnia melepaskan lengannya dan meninggalkan Marcello masuk ke dalam air, berenang-renang dengan sangat tenang lalu kembali keluar dari air kemudian mengambil botol air mineralnya. Wanita berusia dua puluh lima tahun itu meneguk air mineralnya lalu merebahkan dirinya di kursi dan menatap langit.

"Papa hanya takut aku dikecewakan," kata Narnia pelan lalu menoleh kepada Marcello.

"Aku pasti akan mengecewakanmu," kata Marcello dan membalas tatapan Narnia.

***

Aneesa berada di studio lukisnya yang berada di sisi timur rumahnya. Kanvas-kanvas setengah jadi tersandar di dinding dan beberapa lukisan yang telah selesai ditutup dengan kain putih, sementara rak kayu penuh dengan kuas, palet, dan botol cat warna-warni. Dindingnya yang terbuat dari kaca menghadap ke barat membuat Aneesa dapat menyaksikan matahari terbenam, memberikan ilham di setiap sapuan kuasnya.

Aneesa mengoleskan kuasnya ke kain kanvas, gerakannya pelan namun pasti meninggalkan jejak warna yang tegas di permukaannya. Alunan musik klasik lembut mengiringi setiap gerakannya, sementara ekspresinya sangat serius membuatnya mengabaikan Lyndi yang mengetuk pintu studio lukisnya.

"Marcello sudah datang," kata Lyndi seraya melangkah masuk.

Aneesa menghentikan gerakannya dan bibirnya menyunggingkan senyum. "Berandalan," gumamnya pelan.

"Apa perlu dia kubawa ke sini?" tanya Lyndi.

Aneesa mengambil tisu dan mengusap kuasnya menggunakan tisu tersebut lalu meletakkan kuasnya ke atas paletnya. "Biarkan dia menunggu di ruang tamu."

Kemudian Aneesa membersihkan tangannya dari percikan-percikan cat yang mengotorinya, gerakannya sangat santai seolah-olah tidak ada orang yang sedang menunggunya.

"Kau sengaja ingin membuatku menunggu?"

Suara bariton itu membuat Aneesa menoleh, Marcello berdiri di ambang pintu. Penampilannya santai mengenakan jaket kulit hitam dan celana jeans belel sementara rambutnya diikat ke belakang, tetapi menyisakan beberapa bagian yang tidak bisa diikat. Benar-benar penampilan yang cocok dengan sebutan 'berandalan', pikir Aneesa.

Aneesa tersenyum mengejek kepada Marcello lalu menatap Lyndi. "Tinggalkan kami."

Lyndi mengangguk lalu meninggalkan ruangan, melewati Marcello dan mereka sekilas beradu pandangan saat Lyndi melewati Marcello.

Setelah Lyndi menjauh Marcello menutup pintu lalu melangkah masuk, langkahnya santai tetapi tegap dan tegas sementara tatapannya hanya tertuju pada Aneesa. "Kau mengundangku ke sini, pastinya untuk membahas kolaborasi yang kutawarkan, bukan?"

Aneesa meletakkan kain lap di tangannya ke atas meja yang penuh dengan bercak cat berwarna-warni yang telah mengering lalu dengan gerakan santai mengalihkan pandangannya kepada Marcello. "Kita belum selesai mengobrol beberapa hari yang lalu."

Bibir Marcello menyunggingkan senyum, tatapannya masih tertuju pada Aneesa. "Selain kolaborasi, kurasa tidak ada yang perlu kita bicarakan."

Aneesa tersenyum mengejek. "Selama bertahun-tahun, aku beberapa kali mengirimkan pesan padamu, meneleponmu, tetapi kau mengabaikanku."

"Jadi, ini yang kau maksud pembicaraan penting?" tanya Marcello yang telah berdiri tepat di depan Aneesa seraya memasukkan tangannya ke dalam saku jaket kulitnya.

"Kau menganggap hubungan kita tidak penting, bukan masalah. Tetapi, apa aku pernah berbuat salah hingga kau mengabaikan aku?" tanya Aneesa dan tidak menyembunyikan kekesalannya.

Marcello mengeluarkan satu tangannya dari saku jaketnya, diambilnya kuas di atas palet, ditatapnya, ditimangnya perlahan lalu pandangannya tertuju pada lukisan yang belum jadi di depannya.

"Bakat melukismu semakin mengagumkan," katanya memuji dengan santai.

"Kau belum menjawab pertanyaanku," kata Aneesa seraya memutar bola matanya dengan malas dan bersedekap.

Marcello tersenyum miring. "Kau terlalu memperhitungkan hal remeh dan tidak penting."

Aneesa menghela napasnya, Marcello yang dikenalnya dulu adalah pemuda urakan yang setiap harinya sibuk mengamati mesin-mesin mobil dan tentu saja diam-diam mengendarai mobil meskipun usianya belum memasuki usia legal untuk berkendara di jalan raya. Tetapi, sikapnya sangat ceria dan energik. Sekarang Aneesa justru hampir tidak mengenali pria di depannya yang selalu menunjukkan sikap sangat santai, bahkan terkesan acuh pada semua hal termasuk penampilan.

Aneesa menatap Marcello lekat-lekat dan berpikir jika sesuatu yang besar mungkin mengubah Marcello. "Beberapa tahun tidak bertemu, aku seperti tidak mengenalmu," ucapnya pelan dan ragu-ragu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Janni Qq
ini marvello anakny nick vanila, i win you...trus aneesa apa anaknya beck sm siapa tuh lupa yg udh tunangan akhirnya gak jd nikah cweq pergi krn kecewa sm beck yg mantan pacarny ngaku hamil juga.........
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • TO GET HER   85. Tekad Aneesa

    Chapter 85Tekad AneesaAneesa baru saja meninggalkan mobilnya dan memasuki rumahnya melalui pintu penghubung garasi dan ruang belakang, ia mendapati Lyndi berdiri di ambang pintu ruang keluarga membuat Aneesa tidak mampu menahan rasa bahagia dan ia pun berlari ke arah Lyndi.“Aku tidak sedang bermimpi, kan?” tanya Aneesa seraya menatap Lyndi seolah tidak percaya dengan penglihatannya. Lyndi tersenyum. “Kebetulan aku menghubungi Jessie dan dia bilang kau sudah kembali ke sini. Kenapa tidak memberitahuku?” Faktanya Marcello-lah yang memberitahunya—sekaligus memintanya menyusul Aneesa ke Los Angeles. Tetapi, bukan Marcello namanya jika tidak membuat sandiwara dengan sangat halus.“Aku tidak ingin mengganggu waktu liburmu,” ucap Aneesa. Sebenarnya Lyndi masih ingin berada di Madrid bersama keponakan-keponakannya yang menggemaskan dan menikmati hari-hari yang santai bersama orang tuanya di rumah mereka, tetapi imbalan dari Marcello jumlahnya terlalu besar untuk diabaikan. “Aku khawati

  • TO GET HER   84. Hubungan Tiga Bulan

    Chapter 84Hubungan Tiga BulanAneesa duduk di sofa ruang keluarga di rumah Dayana dengan ekspresi masam, Marcello mengabaikannya. Beberapa pesan singkat yang Aneesa kirim tidak dibalas, hanya dibaca sementara panggilannya tidak dijawab. Ketakutan melanda benaknya, diabaikan oleh Marcello untuk kedua kali sementara dirinya kini jatuh cinta pada Marcello. Benar-benar mengerikan!“Kau datang ke rumahku hanya untuk menunjukkan wajah murungmu itu?” tanya Dayana seraya meletakkan stoples kaca berisi camilan ke atas meja dan dua botol minuman kaleng. Aneesa menatap Dayana dengan linglung. “Dayana, menurutmu jika aku putus dengan Barron....” “Putus?” tanya Dayana memotong ucapan Aneesa, alis wanita itu berkerut tidak bisa menyembunyikan keheranannya.Aneesa mengangguk. “Ya. Putus.” Dayana mengambil bantal sofa lalu duduk di sebelah sofa yang diduduki Aneesa, ia menaikkan kakinya dan bersila sembari memeluk bantal yang dipegangnya. Dayana adalah orang yang mengetahui perasaan Marcello pad

  • TO GET HER   83. Disukai Banyak Wanita

    Chapter 83Disukai Banyak Wanita Di dalam hanggar bandara Aerodromo, bandara di pinggiran Barcelona yang biasa digunakan oleh kalangan kelas atas untuk mendaratkan dan memarkirkan pesawat jet pribadi atau pesawat kecil mereka, Marcello berdiri menunggu. Ia mengenakan kaus berwarna hitam yang lumayan ketat menonjolkan lengannya yang berotot dan kacamata hitam bertengger di wajahnya. Cuaca cerah tetapi dingin menusuk, suhu sekitar delapan derajad Celcius. Namun, Marcello seolah tidak memedulikan hawa dingin itu, ia berdiri di luar mobil yang mesinnya menyala dan kaca jendela terbuka, membiarkan udara hangatnya menguap keluar.Pintu kokpit pesawat kecil terbuka, Max muncul dari sana dan melemparkan senyum pada Marcello sembari mengangkat tangannya menyapa Marcello lalu menuruni tangga kemudian segera menghampiri Marcello. “Benar-benar seorang Pangeran,” ucap Marcello sembari membuka kacamata ketika Max berada tepat di depannya, senyum lembut tergambar di bibirnya. “Ini pertama kali a

  • TO GET HER   82. Bukan yang Terpilih

    Chapter 82Bukan yang Terpilih Hidangan di atas meja disajikan oleh juru masak pribadi keluarga Barron, seorang koki yang pernah bekerja di restoran fine dining berbintang Michelin dan biasa menyajikan menu degustation kelas atas. Namun, kemewahan itu tidak memberikan kesan spesial bagi Aneesa. Ia lebih menyukai makan malam keluarga kerajaan; suasananya hangat dan benar-benar terasa seperti berada di tengah-tengah keluarga, jauh lebih nyaman dibandingkan makan malam keluarga yang serba fine dining. Apalagi ia baru saja melalui penerbangan sebelas jam, lelah dan kelaparan karena menu makanan di pesawat pribadi kurang membuatnya berselera. Ia butuh makanan yang benar-benar bisa mengenyangkan perutnya dan masakan Marcello terlintas di pikirannya, tetapi kemudian Aneesa segera kembali ke realitas di depannya. Di ruangan megah itu ayah Barron hanya berbicara beberapa patah kata sejak Aneesa duduk di sana, sekedar percakapan perkenalan yang sangat sopan dan formal. Ibu Barron yang terlih

  • TO GET HER   81. Bukan Tamu Spesial

    Chapter 81Bukan Tamu Spesial Begitu mobil berhenti di depan rumah orang tua Barron, Aneesa langsung merasakan banyak keraguan di benaknya. Ketika berjalan di samping Barron yang menggandengnya dengan percaya diri, langkahnya terasa sangat berat dan kepercayaan diri Aneesa sepertinya berkurang lebih dari separuh karena gaun yang dikenakannya—gaun pilihan Barron yang menurutnya bukan seperti akan menghadiri pesta sosialita ketimbang makan malam keluarga. Bahkan wanita-wanita bangsawan keluarga kerajaan saja tidak mengenakan gaun seperti yang sedang dikenakannya sekarang jika hanya menghadiri acara makan malam keluarga. Ditambah lagi di perjalanan menuju tempat tinggal orang tuanya, Barron memberikan daftar hal-hal yang tidak boleh Aneesa lakukan. “Jangan menyilangkan kaki di bawah meja.” “Jangan sentuh gelas dulu sebelum ayah melakukannya.” “Pegang garpu yang kanan, bukan yang kiri.” “Jangan tertawa terlalu keras, Mama sangat sensitif.” Semua membuat Aneesa pening, bukan karena

  • TO GET HER   80. Aturan Khusus Keluarga Barron

    Chapter 80 Aturan Khusus Keluarga Barron Aneesa menghela napas seraya memandangi wajahnya di pantulan cermin, ia terlihat lelah dengan cekungan mata cukup dalam. Semalam ia tidak bisa tidur karena merasakan dilema, bahkan untuk pertama kalinya ia merasakan tidak ingin kembali ke Los Angeles. Noel berulang tahun, ia juga telah berjanji pada adiknya untuk merayakan tahun baru di Barcelona bersama keluarganya. Nyatanya sekarang ia berada di Los Angeles, sendirian karena orang tua Barron mengundangnya untuk makan malam. Aneesa telah dengan halus berusaha menolak undangan Barron, mengatakan jika hari ini di rumahnya juga ada acara makan malam untuk merayakan ulang tahun Noel.“Aku sudah menyiapkan pesawat pribadi untukmu besok, jadwalnya pukul satu dari Madrid,” kata Barron di telepon. Penolakan secara halusnya tidak digubris Barron dan ia terlalu enggan mengeluarkan energi untuk membantah Barron karena saat itu pikirannya sangat kacau. Ia tidak ingin mengecewakan Noel dan ingin berada

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status