Share

Genggaman Tangan Ibu

Part. 2

Sudah satu minggu, Dinda diantar jemput, Aryo. Gadis mandiri itu, paling tidak suka merepotkan orang, akhirnya luluh ketika Tante Rasti memohon pada Dinda.

Terbiasa, segala sesuatu dikerjakan sendiri. Berkali menolak, berkali tante Rasti memohon. Membuat Dinda tidak bisa berkutik lagi.

Tidak hanya baik, beliau juga tulus dan amat penyayang. Ibu dari tiga orang anak laki-laki, Aryo, Bima dan Agil. 

Tante Rasti, adalah keluarga harmonis. satu sama lain anaknya, sangat rukun dan santun. Membuat Dinda nyaman sampai hampir dua tahun, kost di rumah Tante Rasti.

Angga tidak diberi kesempatan, walau hanya sekedar menyapa atau mendekati Dinda. Ada sisi kosong hilang di hati. Sapaan Ibu Sonia. Suara khas, anggukan dan senyum tulus, sudah satu minggu ini, tidak dirasakan Dinda.

Seperti pagi ini, ketika Mas Aryo mengantar Dinda ke kantor, betapa hati Dinda sedih, melihat Ibu Sonia berdiri di depan pagar. Menengok kekanan dan kekiri. Ketika melihat Dinda di bonceng Mas Aryo, senyum Ibu Sonia mengembang.

“Selamat pagi nak? Teriak Bu Sonia.

Dinda hanya sempat mengangguk. Senyum itu mengingatkan Dinda pada almarhumah mama. Lembut, suaranya mirip sekali. Apa karena itu, seperti ada ikatan kuat antara Dinda dan Ibu Sonia.

Sore hari tiba-tiba Aryo menelpon.

“Din, maaf Mas nggak bisa jemput, ada lembur mendadak,” kata Aryo.

“Oh, ya Mas, nggak apa-apa, nanti Dinda pulang sendiri.”

“Jangan mau, kalau diajak si bangke.”

“Siip,” jawab Dinda.

Sore itu Dinda pulang kerja jalan kaki,  seperti biasa, Dinda berjalan santai. Tiba-tiba ada suara tidak asing menyapa dari belakang.

“Ayo abang antar pulang.”

“Terima kasih Bang, saya jalan saja.”

“Ayolah, jangan takut, Abang nggak gigit.”

“Maaf, saya jalan saja.”

“Takut Aryo marah ya! Kata Angga.

“Kenapa takut  Mas Aryo marah.”

“Aryo kalau cemburu gampang marah,” kata Angga meledek Dinda.

“Kamu, pacar Aryo ya,” kata Angga menyelidik.

“Memang kenapa,” kata Dinda.

“Kalau kamu pacar Aryo, Abang lagi nunggu putusnya.”

“Kalau bukan pacar Aryo, Abang mau jadiin kamu pacar sekarang."

Dinda hanya tersenyum, melihat ulah Angga. Karena Dinda tidak mau di bonceng, jadilah Angga mendorong motornya sambil berjalan di sebelah Dinda. 

Dirumah Angga. Terlihat banyak orang, ada apakah?"

"Ibu sakit! ujar  bibi pada Angga.

Angga begitu cemas, cepat-cepat dia masuk, tanpa disadari Dinda ikut masuk.

Dengan cekatan Dinda membuatkan teh hangat dan meminumkannya.

Setelah beberapa saat kemudian, ibu Sonia baru sadar kalau Dinda ada di depannya.

“Ibu mimpi ya,” kata Bu Sonia.

“Ibu Nggak mimpi, ini Dinda,” kata Angga.

Ibu memeluk, menggenggam tangan Dinda, hangat sekali. Ada kehangatan dialirkan Ibu Sonia ke tubuh Dinda, kehangatan kasih sayang. 

“Terima kasih nak, sudah singgah ke rumah Ibu,” ujar bu Sonia

“Sama-sama Ibu, saya permisi dulu, semoga cepat sembuh.”

“Angga mengantar Dinda dulu Bu.”

“Nggak usah Bang, jaga Ibu lebih penting.” kata Dinda menolak.

“Abang lupa. Nanti Aryo marah,” kata Angga meledek.

Dinda mengacuhkan ledekan Angga, membuat Angga, makin penasaran.

Baru kali ini  kena batunya, pantaslah  Aryo tergila-gila. Mandiri, lembut, santun sama orang tua. 

Cara Dinda membuatkan teh manis untuk Ibu, begitu sigap. Tidak cantik, tapi menarik. Ketika dia bicara habislah kita dibuat terkagum. Kebaikannya terlihat jelas, sekali. Dandanannya sederhana, tapi tidak kampungan. Tidak norak dan tetap elegan.

Dinda gadis desa, mempunyai pancaran aura positif siapa saja yang berdekatan dengannya, merasakan aura kebaikan  itu.

Gadis manis berpikiran positif, selalu membuat orang penasaran. Termasuk Angga. Rayuan maut Angga, tidak digubrisnya. Playboy cap kampak, sibangke tak berkutik, di depan gadis desa,  cupu, hitam, kurus seperti mbak-mbak, menurut si bangke.

*****

Sebagai hadiah, telah menjenguk dan membuatkan teh waktu sakit, Ibu sonia membuatkan kue untuk Dinda, bentuk ucapan rasa terima kasih. Ditunggunya, dari pagi tidak kelihatan, dengan langkah lesu, Ibu Sonia kembali ke rumah.

Mungkin diantar Aryo, gumam bu Sonia dalam hati.

“Bisakah kamu antar kue ini buat Dinda.” kata bu Sonia pada Angga.

“Nggak, suasananya udah nggak enak. Kalau  kerumah Tante Resti, semua cuek. Angga seperti seorang narapidana, harus dihakimi.”

“Ibu aja, kesana, sekalian bertamu, mungkin ada pembicaraan, enak buat bincang-bincang," kata Angga.

Bu Sonia, pergi kerumah Tante Rasti, membawa kue untuk Dinda.

“Hai kak, Tumben main ke rumahku? Kata Tante Rasti sekedar basa-basi.

“Mau antar kue buat kamu  dan Dinda.”

“Dalam rangka apa?"

“Kemarin, kakak sakit, biasa lambung lagi kurang enak, kebetulan Dinda lewat pas pulang kerja.

"Dinda buatin kakak teh manis, entah diapain badan langsung enak.”

“Jadi kakak, buatkan kalian kue, ucapan terima kasih.”

“Pantas kemarin pulang agak telat, padahal, nggak lembur,” kata tante Rasti seperti kurang suka.

“Terima kasih banyak nak, sudah menolong ibu,” kata Bu Sonia pada Dinda.

“Sama-sama Ibu,” jawab Dinda

*****

Sepulangnya Ibu Sonia, tante Rasti, om Hari, Aryo, mengintrogasi Dinda, mengapa bisa sampai ke rumah si bangke.

Dinda menjelaskan, dari awal sampai akhir. Juga menjalankan amanat Mas Aryo, untuk tidak dibonceng Angga.

Rupanya Aryo tidak mempercayai ucapannya. Membuat Dinda, agak emosi.

“Mas, Dinda berusaha  jujur. Kalau mas nggak percaya, itu hak mas. Dinda bisa apa? Atau tanya aja sama bang Angga.

“Jangan panggil dia bang, terlalu bagus, panggil aja bangke,” kata Mas Aryo.

“Mas Aryo, nggak suka sama bang Angga. Jangan libatkan Dinda,” kata Dinda setengah meninggikan suaranya.

“Wah! Ada yang udah jatuh cinta,” kata Aryo sewot.

“Mas maaf! Dinda lagi nggak mau ribut.”

Pagi itu Dinda tidak mau diantar Mas Aryo, bagaimanapun Aryo membujuknya.

Sudah lama juga Dinda tidak berjalan kaki, ada rasa rindu, berjalan menikmati sepanjang trotoar ruko, rindu membeli sarapan di sepanjang jalan.

Ibu Sonia, tidak mengetahui ketika Dinda lewat, karena sedang menyapu.

“Selamat pagi Ibu,” sapa Dinda

“Hai, selamat pagi nak,” jawab Bu  Sonia dengan senyum mengembang.

“Tidak diantar nak Aryo? Kata Ibu Sonia.

“Bagaimana lambung Ibu? Sudah ada kemajuan,” kata Dinda tidak mengindahkan pertanyaan ibu Sonia.

“Sudah, nak. Terima kasih,” kata bu Sonia.

“Sama-sama Ibu, saya berangkat kerja dulu.”

“Ya nak, hati-hati,” senyum Bu Sonia mengantarkan kepergian Dinda.

****

Alangkah kagetnya Dinda, ketika mau pulang, Angga sudah ada di depan kantor. Dinda menyelinap lewat belakang.

Dinda berpesan pada penjaga kantor, untuk memberitahu kalau sudah pulang. Dengan perasaan kesal, Angga kembali pulang.

*****

Malam itu Angga dan Aryo berjanji bertemu, ada masalah yang akan diselesaikan.

Aryo sudah memasang wajah masam, ketika Angga datang.

“Ang, lo temen gue, dari kecil  kita sama- sama. Gue selalu ngalah sama lo, cewek yang gue taksir selalu pada akhirnya jatuh ke tangan lo, setelah lo dapat, terus lo tinggalin, lo sakitin."

"Tapi gue cuma bisa ngelus dada sama tingkah lo. Tapi  untuk Dinda, gue mohon jangan lo ambil dari gue. Dia anak desa, nggak tahu kejamnya Ibu Kota. Dinda anak baik, gue mohon ijinin gue sama Dinda, dia masa depan gue. Tipe gue sekali."

"Lo pernah bilang, Dinda itu bukan level lo, dandanannya aja kaya mbak-mbak, kurus, hitam, nggak bisa di tenteng ke kondangan, tapi gue cinta … pake banget malah," suara Aryo terdengar parau

"Maafin gue Yo, udah banyak nyakitin lo. pada awalnya memang seperti yang lo bilang. Dinda bukan level gue, nggak ada suka-sukanya gue sama dia."

"Tapi belakangan ini, gue jadi kepikiran terus sama Dinda. Gue juga nggak tau perasaan apa ini, ditambah Ibu gue suka sekali sama Dinda, jadi sedih, nggak pernah nyenengin hati Ibu, mungkin ini saatnya."

“Jadi kita bersaing,” kata Aryo meninggikan suara.

“Kita bukan teman lagi," ujar Aryo emosi.

“Asal lo tahu, kalau ada apa-apa sama Dinda, gue nggak terima.”

Aryo pergi, meninggalkan Angga sendiri. 

Maaf kawan gue nyakitin lo, demi Ibu gue yang sakit-sakitan, jujur rasa cinta itu nggak ada, cuma penasaran aja, gadis kampung yang susah ditaklukin,” kata Angga dalam hati.

Sudah terlanjur, tidak akan ada yang bisa menghentikan Angga, playboy cap bangke 

*****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status