“Daf, senyum lu mana? Senyum?” ucap salah satu kru.
Daffin mencoba tersenyum sedikit lebih lebar dan itu semakin membuat wajahnya terlihat kaku. Senyum yang sangat tidak mengalir itu tak cocok dengan tema pengambilan foto hari ini.
“Haduh ...! Gimana sih? Senyumnya kepaksa itu,” ucap pria dengan gaya berkelas. Memakai barang branded dimulai dari kemeja hingga aksesoris terkecilnya. Dia Leon-perancang dan pemilik busana sekala internasional.
Dua orang kru yang sedari tadi berdiri di samping Leon pun menunjukkan wajah takut. Tanpa diminta mereka mendekati kru yang bertugas mengarahkan Daffin.
“Bos marah tuh, senyumnya kaku. Gimana sih model kalian?” ucap mereka dengan tatapan kesal.
“Kalian tau enggak kalau bos udah marah bisa gawat. Mending buruan suruh tuh cowok senyum alami, biar cepat kelar semuanya,” sambung temannya.
&nbs
Sudah pukul tiga pagi, namun tak sedetikpun mata Daffin mampu terpejam. Pikirannya terus saja melanglang buana jauh pada artikel yang ia baca. Semua berita utama membahas dirinya. Bukan hanya dia, melainkan Dira. Meskipun dalam wacana itu tidak tertulis nama Dira, namun Daffin menyadarinya. Cepat atau lambat media pasti akan mencari tahu sosok Dira.“Semoga aja enggak terjadi. Gua enggak mau hidup tuh cewek jadi kacau gegara gua. Udah cukup gua aja yang diribetin dengan masalah ini. Dia atau siapapun jangan. Gua enggah tahu harus berbuat apa. Tapi gua tau media kejam banget nyebarin berita seenaknya,” gumam Daffin.Matanya terus saja menatap kosong ke langit-langit kamar. Berulang kali ia menggosok kuat wajahnya dengan tangan berharap bisa menenangkan hatinya. Namun, entah mengapa kali ini ia begitu tersiksa. Padahal ini bukan kali pertama ia terlibat hal seperti ini. Sudah ada ratusan cewek yang menjadi viral karena tersandung d
Kantor polisi pusat geger, semua orang pada sibuk membicarakan Dira. Video Dira semakin tersebar luas. Tanggapan positif pun diberikan para netizen dengan harapan keberadaan Dira bisa memaksimalkan pekerjaan kepolisian.Tomi yang baru tiba pun menjadi kebingungan. Sebagai satu-satunya orang yang dekat dengan Dira, ia pun menjadi turut bahan perhatian rekan lainnya. Merasa tak nyaman dengan tatapan mereka, Tomi kembali memasuki toilet untuk bercemin. Ia terus memperhatikan wajah, pakaian dan seluruh penampilan depan belakangnya.“Enggak ada yang aneh toh,” gumamnya dengan wajah bingung. “Tapi mata mereka kok seram amat yah mandangnya?”Suara Denis terdengar, sepertinya Denis dan kedua temannya bermaksud mengunjungi toilet juga. Harus menghindar demi menciptakan pagi yang damai, Tomi segera masuk ke dalam ruang kecil yang sedang tumpat. Ruang sempit itu sangat bau karena masih ada kotoran yang menye
Dira yang baru tiba terlihat bingung dengan kericuhan yang ada. Tatapan aneh yang ia dapatkan dari semua rekan kerjanya membuatnya tak nyaman. Meski Dira memiliki siang acuh, namun tetap saja ia risih karena ada banyak mata yang menatap serius ke arahnya kemanapun ia melangkah.“Loh, kamu baru tiba, Dir? Bukannya berangkat deluan yah?” tanya Ria satu-satunya orang yang menyambutnya hangat.“Iya, aku carik hape aku dulu tadi,” jelasnya dengan wajah lelah.“Oh iya,” sahut Ria sambil menepuk dahinya. “Nih, tadi berdering. Jadi aku bawain aja sekalian,” sambungnya dengan senyuman terkembang, lalu menyerahkan gawai milik Dira.“Heeeeeh, yang kau bawanya. Aku pikir hilang. Mana semua nomor di sini. Nomor keluarga enggak ada yang hapal,” ucap Dira dengan tatapan penuh syukur. Ia dengan segera menggenggam erat gawai miliknya.&l
Dira terlihat merenung di antrian. Dengan tas ransel di pundaknya, ia terlihat begitu tergesa-gesa. Bulir keringat pun membasahi wajahnya, tatapan cemas dengan pikiran yang melanglang entah kemana membuat Dira terlihat seperti orang bodoh.“Awas aja kalau orang itu bohong yah. Kuhajar betul orang itu nanti. Gara-gara video Ayak yang lagi kritis, terpaksa aku izin pulang. Yang dipikirnya Jakarta Medan itu dekat? Bisa kutebas naik kereta, hah! Ini lagi, entah berapa pula ongkos pesawat ini. Ah, nyusahin aja pun keluarga ini,” gerutu Dira dengan gigi yang terus beradu. Geram, kesal dan takut pun bercampur aduk.“Tapi ... kalau emang Ayak sakit kekmana? Ini pun entah dapat tiket, entah enggak aku. Kalau pun enggak dapat, kudoakan aja ada penumpang yang enggak jadi berangkat. Jadi bisa kugantikan. Sekali-kali doa jelek enggak apalah. Ini pun bukan mau kali aku pulang sebenarnya. Cuman aku takut juga kalau Ayakku sampai mati, terus aku enggak bisa lihat yan
Seorang pria berusia senja terbaring di atas ranjang. Wajahnya terlihat lebih putih dengan kulit yang memucat. Ada lengkungan hitam di bagian bawah matanya, lengkap dengan guratan kerut yang nyaris memenuhi kulitnya. Pria gagah itu kini terlihat lemah dan nyaris habis masa. Dadanya terus bergerak naik turun dengan sangat lambat, seakan sesak karena terdengar suara mendengkur dari mulutnya. Pria tua itu benar-benar butuh pertolongan, bahkan hanya untuk sekedar bernapas ia harus dibantu tabung oksigen.“Yak!” seru Dira dengan tangis yang terasa menyangkut di kerongkongan. Dengan jemarinya Dira menyentuh lembut tangan keriput ayahnya.Seakan terhanyut, Dira pun membaringkan kepala di samping tangan ayahnya. Teringat masa kecil yang bahagia saat ibunya masih ada. Selalu tertawa dan kerap bermain bersama. Meskipun memainkan permainan pria, namun justru Dira sangat menyukainya. Dimulai dari memanah, berlari, melompat hingga memanjat po
“Eh, bisa cantik juga ternyata kau, Kak!” ledek Alia yang kini turut tersenyum memandangi wajah Dira melalui kaca.“Jangan cemberut ajalah. Udah cantek pun mukakmu. Ini hari bersejarah loh. Kalau aku jadi kau, Kak. Wih, yang bahagia kali aku. Bisa nikah sama cowok ganteng, baek hati, terkenal, ah ... entahlah! Kenapa pulalah dijodohkan samamu, yang sangat tak layak,” ucap Arini kesal.Terlalu kesal dan malas menjawab, Dira hanya menggerak-gerakkan bibirnya ke sana kemari. Jauh dalam hatinya, ia ingin kabur saja. Namun, semua itu ia urungkan. Ia sudah terlanjur berjanji untuk menuruti semua keinginan ayahnya yang mungkin akan menjadi keinginan terakhirnya. Karena keadaan sekarat ayahnya, bukanlah mengada-ngada. Tuhan bisa saja mengambil nyawa ayahnya malam ini juga.“Kak, cepat dikitlah. Udah dipanggil itu,” ucap Alia yang baru saja masuk ke ruangan Dira.“Sabar kau!” bentak Dira dengan kedua tangan menggengg
Akad pun terlaksana dengan hikmat. Semua merasa lega, terutama ayah Dira. Ia begitu bahagia hingga terus menangis.“Baru kali ini saya menikahkan pengantin sebahagia ini. Kalaulah orang-orang begini semua, mungkin tak banyak anak muda yang kawin lari ataupun hamil deluan. Habis cemana, syarat ke KUA bukannya mahal. Tapi syarat dari keluarga yang mahal. Mau pesta beginilah, undang segitulah. Terakhir, anaknya buat deluan. Kalau udah kejadian kan, terpaksa dinikahkan. Hah, terakhir jangankan pesta. Akad aja pun jadi. Ya kan?” curhat Tuan Kadi yang ternyata merisaukan apa yang terjadi. Sedikit banyak ia pun tahu apa yang terjadi. Sudah berpuluh tahun lamanya ia bekerja sebagai Tuan Kadi, tak jarang mempelai maupun keluarganya mengoceh di hadapannya, hingga ia tahu apa yang terjadi dibalik pesta mewah mereka.“Sudah yah, saya pamit. Sekali lagi selamat yah. Saya harap, tidak hanya saat ini tapi selamanya kalian bahagia. Meskipu
Alia dan Arini masih menanti di depan kamar ayah mereka. Begitu pula Leo, ia membiarkan Daffin dan Dira hanya berdua di dalam ruangan kosong.Seakan terhipnotis, Daffin terus menatap wajah Dira tanpa lelah. Wajah natural tanpa make up terlihat begitu cantik meski dengan dandanan yang tipis. Namun, saat ini wajah itu terlihat menyedihkan dengan kulit memucat dan kedua mata membengkak karena terus menangis. rambut panjangnya disanggul sederhana, namun berhasil menunjukkan sisi keibuannya. Begitu manis, membuat rasa cinta Daffin meningkat beberapa kali lipat dalam sekejap.Mencoba merasakan apa yang mungkin Dira rasa, hati Daffin tersentuh sampai-sampai berniat menyentuh Dira. Tangan Dira yang sedari tadi berada tak jauh dari tangannya terlihat begitu menggoda hingga ingin digenggam. Namun, Daffin menahan. Entah mengapa, ia merasa seperti bukan dirinya sendiri. Rasa dan perasaan itu hadir begitu saja, bahkan sulit dikendalikan. Membuatnya nyari