Share

Part 5

Saga mendekati kerumunan tiga pria yang terkekeh bersamaan, tapi tawa itu lenyap ketika pria bersetelan abu gelap memberi isyarat pada pria di tengah yang langsung memutar tubuh dan bertatapan langsung dengan Saga.

“Aku tak mengira pintu rumah ini masih terbuka untukku,” sapa Saga dengan tatapan dingin si pria melihat kedatangannya.

Sesil menoleh ke arah Saga. Terheran. Apakah mereka tamu tak diundang?

Max menatap sekilas pada Sesil sebelum kembali pada Saga. Selera Saga terhadap wanita memang tak pernah mengecewakan. “Kau benar-benar tak terduga, Saga. Aku tak mengira kau akan datang.”

“Ini acara penting sahabatku, aku tak mungkin melewatkannya.”

Max terdiam sesaat. Senyum Saga terlalu lebar, jenis senyuman yang mengundang curiga jika kau mengenal pria itu dengan sangat baik. Sebagai Tuan rumah yang baik, ia memaksakan senyum pada pasangan Saga. Hubungan buruknya dengan Saga, bukan dengan siapa pun yang sedang bernasib sial menjadi pasangan Saga malam ini.

“Hai, ...” Max berhenti karena tak mengetahui nama pasangan yang dibawa Saga malam ini. Terlalu banyak wanita yang digandeng Saga di setiap pesta membuatnya enggan menghapalkan nama wanita itu. Setiap ia berhasil mengingat nama gadis yang dibawa Saga malam ini, keesokan harinya ia terpaksa harus melupakan nama itu karena muncul wanita baru yang digandeng Saga lagi.

“Sesil,” Saga memperkenalkan keduanya. “Dan Sesil, ini Max. Sahabatku.”

Mata Max melebar. Terkejut lalu matanya mengamati Sesil lekat-lekat dan seolah menemukan sesuatu yang lebih mengejutkan. “Sesil?” Max menatap bergantian Saga dan Sesil dengan ekspresi ketidakpercayaan yang begitu kental.

Saga hanya menjawab dengan senyum tipis.

Sesil tak perlu mengangguk. Reaksi dan ekspresi Max lah yang membuatnya semakin bertanya-tanya. Di balik senyum Max, Sesil tahu tatapan tak bersahabat yang berusaha pria itu sembunyikan. Apakah ia punya masalah dengan pria ini?

“Bagaimana kabarmu?” Max berbasa-basi.

“Baik,” jawab Sesil singkat.

“Kuharap kabar Dirga juga sama baiknya,” gumam Max menatap lekat-lekat Sesil.

Sesil mengernyit. Secara bersamaan, nama itu terdengar begitu asing dan familiar. Dan tatapan Max yang terlalu aneh dan penuh selidik malah membuat Sesil gerah.

“Ya, dia juga baik. Mungkin.” Saga mengambil alih jawaban yang sebenarnya ditujukan pada Sesil.

Sesaat hening, setelah jawaban ringan Saga membuat bibir Max berkedut. Sesil merasa Max ingin mengatakan sesuatu tapi keberadaannya menahan pria itu membuka mulut. Menghindari kecanggungan lebih lama lagi, ia bertanya, “Di mana toilet?”

Max menunjuk dengan tangan kiri ke arah sebelah kiri dan Sesil bergegas meninggalkan mereka.

“Apa yang terjadi, Saga? Dia bahkan tak bereaksi apa pun saat mendengar nama Dirga. Apakah wanita itu benar-benar sudah membuang Dirga demi pria sepertimu?”

“Dia wanita yang cerdas.”

“Mereka berdua saling mencintai.”

“Sepertinya takdir bersikap terlalu keras pada mereka.”

“Atau kau yang sedikit ikut campur pada kisah mereka?”

Saga mengangkat bahu. “Aku hanya menjalani takdir dengan hati terbuka.”

“Aku mendengar desas-desus tentang tunangan Dirga yang menghilang. Meskipun dengan permusuhan kalian yang begitu intens, aku tak pernah memperkirakan bahwa itu adalah perbuatanmu, Saga.”

“Perkiraanmu masih setajam dulu, Max,” puji Saga tulus, “tapi kali ini sedikit meleset.” Saga menempelkan ibu jari dan telunjuknya di wajah Max.

“Maksudmu?” Mata Max menyipit meminta penjelasan.

“Sesuatu terjadi. Kami bertemu dan sepertinya kami cocok menjadi pasangan.”

“Apakah Dirga tahu mengenai ini?”

“Well, dia akan segera tahu.”

“Aku tak tahu rencana apa yang ada di kepalamu, Saga.”

“Maka kau hanya perlu menyaksikannya.”

“Kau merusak pestaku!”

“Bukan pertama kalinya, ‘kan?” Saga melirik ke arah belakang Max. Tampak Alec dengan enggan mengikuti ke mana arah Sesil pergi.

Max mengikuti arah pandangan Saga. Saga dan Alec bukanlah perpaduan yang bagus di sebuah pesta mana pun. Percayalah. “Sialan kau!! Pestaku baru saja dimulai.”

***

“Sesil?”

Sesil menoleh. Melihat pria asing yang berdiri terpaku di ujung lorong. Sesil berhenti, menoleh ke sekeliling dan tak menemukan siapa pun di sepanjang lorong ini. Mungkin ada orang lain di sekitar yang dipanggil si pria asing, yang ... tiba-tiba Sesil merasa dadanya ditohok ketika menatap lekat-lekat wajah yang masih mematung dalam ketidakpercayaan dengan sorot mata haru. Mata pria itu berkedip beberapa kali mengamati tubuhnya dari atas ke bawah seolah ia memiliki dua kepala. Lalu pria itu melangkah lebar-lebar menghampirinya dan langsung menghambur dalam pelukannya. Memeluknya sangat erat hingga ia tak bisa bernapas.

“Aku sangat merindukanmu. Ke mana saja kau? Aku mencarimu seperti orang gila.” Kalimat tergesa itu meluncur dalam sekali tarikan napas. Lalu pria itu terengah, menariknya menjauh, menggenggam wajahnya, dan memeluknya lagi. “Maafkan aku, Sesil. Terakhir kalinya kita bertengkar itu benar-benar perpisahan yang menyiksa. Aku tak bisa hidup tanpamu.”

Sesil tak sempat berucap atau menolak perlakuan pria itu. Kesedihan dan duka yang terpampang jelas di wajah pria itu mengundang rasa iba dan hatinya yang masih berada dalam kebingungan tak mampu mencerna semua rentetan kalimat pria itu.

Dan ia hanya bisa mengambil kesimpulan, mungkinkah ketidaksadaran pengaruh minuman alkohol membuat pria asing itu melihat dirinya mirip seseorang yang lain dengan nama Sesil seperti yang ia miliki. Sepertinya Sesil yang itu adalah orang sangat berarti yang telah pergi dari hidup pria itu. Mendadak rasa kehilangan pria itu menular dan menyelusup ke dadanya. Namun ... tiba-tiba hentakan kuat menarik tubuhnya menjauh dari rengkuhan pria itu. Seketika wajahnya memucat dengan rahang Saga yang mengeras dan matanya yang menajam teruntuk dirinya.

“Sa ... ga?” Sesil tergagap.

“Apa yang kau lakukan di belakangku?!” geram Saga.

Bibir Sesil mengering ketika berniat menjelaskan situasi yang sesungguhnya pada Saga, tapi tak ada satu kata pun yang lolos dari bibirnya ketika wajah Saga berubah lebih lunak melihat pria yang berdiri di samping Sesil. “Well, well, well. Siapa ini?”

“Kau?!” Pria itu hendak mendorong dada Saga, tapi Saga menepis dengan sigap. “Ini bukan urusanmu!”

“Kau memeluk wanitaku, maaf jika aku sedikit posesif pada milikku.” Saga menarik pinggang Sesil dan menempelkan pada tubuhnya.

Wajah pria itu seperti terhantam batu es. Memucat untuk kedua kalinya. Seolah napasnya terhenti, matanya menatap nanar pada wajah Sesil dan penuh amarah pada Saga. “Itu tidak mungkin!!!”

 “Banyak hal terjadi, Dirga. Salah satunya adalah hubungan kami. Tidakkah kau ingin mengucapkan selamat dan memendam apa pun yang ada di dalam hatimu? Untuk selamanya.”

“Sesil ...”

“Alec!” Saga memanggil sebelum kontak mata di antara Sesil dan Dirga terjadi lebih jauh, dan Alec muncul dari arah belakang Sesil.

“Kau benar-benar brengsek, Saga!” Tubuh Dirga maju hendak meluncurkan tinjunya ke wajah Saga. Namun, kedua tangannya ditahan Alec. “Sesil? Sesil?! Sesilll!!!”

“Kita pergi.”

“Tapi ... Auww ...” Sesil menyentuh kepalanya ketika denyut itu muncul tepat saat Saga membalik badan dan menyeretnya menjauh. Tak memberinya kesempatan untuk menoleh sedikit pun ke belakang. Namun, teriakan penuh derita yang semakin menjauh perlahan menyayat hatinya tanpa sebab.

“Sesiiillll!!!”

****

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status