ログインLuna Bay Suites, 19:45
Kartika beranjak bangun dari tempat tidur. Berada di kamar ini membuatnya begitu nyaman. Terlupa jika hari sudah beranjak malam. Kasur berukuran king dengan selimut wol berwarna krem, selalu saja mengundang untuk datang. Terlebih wangi aroma kayu manis dan vanilla samar-samar menguar dari lilin aromaterapi yang semakin membuat tempat ini terasa hangat. Kartika palingkan dirinya dari sana. Memunguti satu persatu pakainnya lalu memakaikannya kembali ke badan. Sementara, Bayu masih berada di kamar mandi. Menyegarkan kembali tubuhnya setelah senam jasmani. Kartika bisa melihatnya, karena sekat kamar mandi hanya berupa kaca transaparan. Sesekali Bayu kepergok melempar senyum sambil melambaikan tangan pada Kartika yang ada di luar. Kartika menoleh, membalas senyum dan lambain tangan. Sementara Bayu masih berkutat di dalam sana. Kartika berkeliling dulu dalam kamar. Menata barang-barang yang berserakan serta menata foto-foto milik Bayu saat masih duduk di bangku kuliah. Banyak terpampang foto terdahulu dengan para sahabat. Meski ada juga foto Bayu saat sedang sendiri. Diantara deretan foto-foto ini, ada satu foto yang mengundang Kartika untuk melihat lebih dekat. Foto Dona cukup mencuri perhatian. Kartika lihat itu cukup lama. Mengakui Dona memang sangat rupawan. Selain itu, Dona bisa dibilang wanita sempurna. Pendidikan yang tinggi, karir yang bagus serta berasal dari keluarga terpandang. Berbeda nasib dengannya yang hanya lulusan dari kampung, ekonomi sulit serta keluarga berantakan. Hanya satu hal yang bisa dibanggakan darinya. Paras ayu serta bentuk tubuh aduhai bak gitar spanyol. Sayang, kurang di dana saja. "Huft!" Kartika buang nafas kasar. Mengembalikan lagi foto tadi di atas nakas lalu melirik ke rak kecil. Sebagian barang-barang milik Dona ada di kamar ini. Baju-baju hingga parfum tertata rapi di rak almari. Memang Dona dan Bayu sendiri belum resmi menyandang status suami-istri, tapi seringnya Dona bertandang kesini. Sekedar bermain atau menginap di kamar Bayu saat Bayu pergi. Kartika sendiri juga sering kebagian tugas mencuci pakaian Dona atau sekedar menjadi antek Dona. Menemani Dona saat ada pemotretran. "Kenapa?" Kartika tersentak dengan suara itu. Bayu datang tanpa terduga. Melingkarkan tangan di pinggang Kartika yang ramping. "Mas Bayu, mandinya udah?" gagapnya menjawab. Tersenyum mencoba menutupi keterkejutannya. "Udah dari tadi, kamu aku panggil-panggil gak dengar. Lagi mikirin apa sih?" tanyanya semakin mengeratkan pelukan. Menjatuhkan satu kecupan di punggung Kartika yang terbuka. "Gak ada kok Mas," elaknya tersenyum tipis. "Gak ada kok ngelamun." Kartika menggelang, enggan membagi pikirannya. "Ya sudah, berhubung kamu belum masak. Kita makan di luar aja yuk! Perut aku udah keroncongan," ajaknya dan Kartika menyetujui saja. Bayu langsung beralih darinya. Mencari pakaian ganti dalam tumpukan lemari. Sesantai itu ia berganti pakaian di depan Kartika. Membuka handuk yang melilit tubuh lalu asal melempar handuk tersebut ke atas kasur. Kartika hanya tersenyum dari tempatnya berdiri. Pemandangan seperti ini rasanya sudah lumrah ia lihat setiap hari. Bukan satu hal yang aneh lagi. Ia juga kerap memakai kamar mandi Bayu. Bahkan tidak jarang mandi berdua dengan majikan. Pastinya hal semacam ini luput dari perhatian Dona. "Kenapa masih disitu? Ayo cepat sana ganti pakaian!" ucap Bayu sambil menaikan celana. Dari balik sana, Kartika hanya tersenyum. Menatap punggung Bayu yang lebar dengan tatapan nanar. Rasanya masih tidak rela untuk melepas Bayu, pria yang dicinta yang akan menikah bulan depan. Meski perasaan Bayu lebih condong kepadanya. Namun, tetap ada yang membuatnya iri. Rasa tidak bisa untuk memiliki. "Hah!" Kartika buang nafas kasar. Mengakui kekalahan, segera saja ia beranjak dari sana. Mengganti pakaian dengan pantas lalu menyusul Bayu turun ke basment. * * Jalanan malam kota masih padat diwarnai kendaraan roda dua dan empat. Tidak butuh waktu lama. Bayu memarkirkan mobilnya tepat di sebuah mall restoran. Tempat keduanya makan malam. Baiknya, Kartika bisa menempatkan posisi. Paham pakaian yang harus dikenakan. Demi menyamai penampilan Bayu. "Kita makan di sana aja ya?" bujuk Bayu menunjuk salah satu restoran ramen yang ada di tengah mall. Kartika berpikir dulu sambil meremas jari-jari tangan. Berdua di tempat umum, resah akan ketahuan. Ketakutan terbesarnya, jika Dona sendiri yang memergoki saat ia bersama Bayu. "Ramai banget Mas. Apa gak sebaiknya kita cari tempat sepi aja." "Udah gak apa-apa, aman. Gak mungkin ketahuan. Lagian Dona gak mungkin juga datang ke tempat kaya begini." Bayu tetap menyakinkan karena ia punya asalan kuat. Pertama, Dona vegetarian. Ia juga tipe yang sangat selektif dalam memilih tempat makan. Kedua, mall ini tidak menjual barang dari brand luxury. Bisa dipastikan Dona tidak mungkin tertarik untuk datang. Kartika diam saja mengikuti. Pasrah saat tangannya digandeng Bayu masuk ke dalam restoran lalu duduk di bangku mereka. Perasaanya belum bisa dikatakan tenang. Kartika tetap was-was pada lingkungan sekitar. Sibuk melirik kanan dan kiri. Memastikan tidak ada yang mengenal. "Kartika- Kartika- Kartika kamu mau pesan apa?" Kartika tergagap akan panggilan itu. Kembali Bayu memanggilnya berulang saat dirinya sedang tidak fokus. "I-iya Mas, kenapa?" gagapnya. "Ngelamun lagi kan?" tuduhnya dan Kartika hanya tersenyum sambil menggaruk-garuk rambutnya yang tidak gatal. "Maaf Mas." Bayu menggeleng lalu mengulurkan buku menunya. "Kamu mau pesan apa?" "Samain aja kaya punya Mas," sahutnya enggan memilih. Mempercayakan pemilihan pada Bayu. "Ya sudah Mbak, samakan kaya yang tadi ya dua!" ucapnya pada pelayan resto lalu pergi. "Baik Pak." Selama berada disana Kartika hanya diam. Menunduk dan enggan untuk bicara. Perasaanya masih sama, takut akan ketahuan. Rasa lapar dan dahaga seolah sirna, jika diperbolehkan ia ingin pulang cepat, enggan berlama-lama. Bayu mencermati dengan seksama. Ketakutan yang nampak diwajahnya. Ia raih tangan Kartika yang ada di atas meja. Berusaha menenangkan, menghangatkan kembali tangan Kartika yang mulai dingin. "Kamu mikir apa lagi?" Kartika kembali menggelang. Masih enggan membagi perasaannya. Rasanya tidak perlu untuk menjelaskan detail. Bayu pasti jauh lebih paham kekhawatirannya. "Udah tenang, ada aku semua aman!" katanya berusaha meyakinkan sambil menepuk-nepuk punggung tangan. "Ayo makan!" ajaknya lagi. Kartika membalas tersenyum, berusaha meyakini sepenuh hati. Ia berusaha untuk tenang. Menjajal hidangan makan malam yang Bayu pesankan. * * Di sisi lain Resotan, "Angel, kok aku kaya lihat Bayu ya? Calonnya si Dona?" "Bayu, yang mana?" "Itu yang duduk di pojokan sama cewek!" Memberitahu sambil menunjukan tempatnya. "Yang mana?" Berusaha melihat jelas. "Itu!!" tegasnya greget sampai menarik kerah baju Angel. Angel sampai melebarkan kedua kelopak matanya untuk melihat itu lebih jelas. Sayang, jarak mereka lumayan jauh dan Angel rabun. "Bukan ah, salah orang kali kamu. Lagian ngapain Bayu kesini? Ngapain juga Bayu jalan sama cewek lain. Kaya kurang kerjaan aja," elak Angel, menyangkal tuduhan Jesica.Dona belum yakin sepenuhnya dengan yang dijumpai. Melebarkan kedua bola mata. Melihat jeli sosok lelaki yang berdiri di sebarang sana. Sementara Bayu masih dengan gaya santainya. Mengucek mata, seolah tidak ada masalah. "Kenapa sih?" katanya lagi sempat menguap lebar sambil mengaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. "Darimana kamu?" hardik Dona curiga. Belum juga melepas pundak Kartika dari cengkraman. "Darimana? Pertanyaan macam apa ini? Apa kamu gak lihat kalau aku baru bangun tidur." Bayu sedikit tersulut, namun tetap berusaha untuk meyakinkan. Meski kebenarannya akan terdengar lebih pedih ketimbang yang ia sampaikan. Dona merubah pandangan. Berganti menatap pada Kartika. Lirikan matanya begitu tajam. Menatap cermat pada sosok Kartika yang berdiri persis di depannya. Secuil pun tidak ada hal yang lolos dari bidikan matanya. "Benar begitu?" Kartika mengangguk pelan. Mengiyakan apapun yang Bayu katakan. Sejak awal ia tidak berani untuk menatap. Menunduk takut, tidak ber
Butuh waktu semalam untuk Dona berpikir tentang semua. Foto itu serta temuan pil kontrasepsi di atas kulkas, semakin menguatkan keyakinan jika ada hubungan gelap antara Bayu dan Kartika. Dona tidak bisa menunda lagi, pagi buta ia bergegas pergi menuju apartemen sang kekasih. Mengendarai mobil Suv putih. Memecah jalanan ibukota yang masih lengang. "Kartika!!" ucapnya marah penuh dendam. Tangan sudah geram ingin menjambak, bibir ini juga tidak berhenti berkata kotor. Dada rasanya begitu sesak, matanya dipenuhi api amarah. Sampai ingin menangis saja tidak bisa. Ingin segera sampai tujuan, menumpahkan semua kekesalannya pada mereka. Dona sedikit tidak awas pada jalanan yang dilaluinya. Emosinya telah menguasai pikiran. Ia tambah laju kendaraan semakin kencang. "Arrggghhh!" teriaknya marah campur frustasi. Memukul kencang stang mobil. * * Luna Bay Suites, lantai 30 "Eumphh..." Kartika menggigit bibirnya erat. Napasnya tetersengal-sengal saat tubuh Bayu bergerak
Orient Park Hotel bintang lima"Turun sini saja Pak," tutur Kartika dari bangku belakang. Sopir taksi menurutinya. Perlahan memelankan laju mobil lalu berhenti tepat di tempat yang Kartika kehendaki. "Terimakasih," ucapnya lagi. Tidak butuh waktu lama, taksi pun kembali berlalu. Meninggalkannya seorang diri di tempat tadi. Kartika berdiri sejenak, menatap lurus ke depan. Mendongakkan kepala, menatap gedung tinggi yang berdiri megah di hadapannya. Bukan hanya satu, dua tapi disekitar distrik ini banyak berdiri megah gedung-gedung pencakar langit. Tempat ini masih terasa asing untuk ia datangi. Bukan juga tempat yang biasa ia kunjungi. Ini semua karena Bayu yang meminta. Bayu yang sengaja meminta untuk datang kemari. Sekedar menemani ngopi atau haha hihi. Kartika mengeratkan jari jemarinya, menentang tas kecil yang ia bawa dari rumah. Tanpa ragu kaki ini melangkah masuk. Melewati barisan para petugas keamanan yang berdiri di depan lobi. Terus berjalan melewati lo
Luna Bay Suites, 19:45 Kartika beranjak bangun dari tempat tidur. Berada di kamar ini membuatnya begitu nyaman. Terlupa jika hari sudah beranjak malam. Kasur berukuran king dengan selimut wol berwarna krem, selalu saja mengundang untuk datang. Terlebih wangi aroma kayu manis dan vanilla samar-samar menguar dari lilin aromaterapi yang semakin membuat tempat ini terasa hangat. Kartika palingkan dirinya dari sana. Memunguti satu persatu pakainnya lalu memakaikannya kembali ke badan. Sementara, Bayu masih berada di kamar mandi. Menyegarkan kembali tubuhnya setelah senam jasmani. Kartika bisa melihatnya, karena sekat kamar mandi hanya berupa kaca transaparan. Sesekali Bayu kepergok melempar senyum sambil melambaikan tangan pada Kartika yang ada di luar. Kartika menoleh, membalas senyum dan lambain tangan. Sementara Bayu masih berkutat di dalam sana. Kartika berkeliling dulu dalam kamar. Menata barang-barang yang berserakan serta menata foto-foto milik Bayu saat masih duduk di ba
"Bawa saja ini. Alamatnya sudah tertera jelas disitu. Nanti begitu sampai stasiun, kamu hubungin saja temanku. Dia yang akan mengantarmu ke tempatnya." Kartika mengangguk paham saja. Berbekal kartu nama dan beberapa helai salinan baju. Ia nekat pergi bekerja di kota. Tidak mudah memang, tapi ia tidak punya pilihan lain. Minim pendidikan dan juga skill. Hanya pekerjaan ini satu-satunya yang ia bisa lakoni. Kartika sudah sampai pada alamat tujuan. Menunggu di luar, berdiri di ambang pintu masuk unit apartemen. Sambil memegang selembar kartu nama yang diberikan seorang teman."Jadi kamu orangnya?" Kartika tertegun sewaktu mendengar suaranya. Mengangkat wajah perlahan, menatap kagum pada pria yang berdiri di depan. Suaranya sarat kesan seksi dan menggoda. Tidak berhenti sampai disitu saja, kaos tipis sedikit basah serta celana pendek yang pria ini kenakan. Turut membuatnya sampai menelan ludah. "Iya, saya Kartika." Kartika berbicara cepat sambil mengulurkan tangan kanan. "Aku Bayu.
14.25Ruang rapat, Bhuana Tower Suasana dingin dan tegang menyelimuti selama rapat berlangsung. Tampang mereka tampak serius. Selama lebih dari dua jam rapat berlangsung. Tidak ada satupun dari mereka yang berani memulai dengan guyonan lucu."Keadaan pasar semakin buruk karena demo kemarin. Saya khawatir, jika keadaan ini terus dibiarkan maka perusahaan bisa bangkrut." "Para investor dari luar juga sudah mulai panik. Bahkan sudah terlihat ada yang menjual semua aset mereka. Semalam saya sudah berkordinasi juga dengan pimpinan untuk mengurangi ekspansi kita di berbagai perusahaan anak cabang, tapi sepertinya itu belum bisa membalikan keadaan jadi baik." "Jadi bagaimana solusi anda Pak? Apa perusahaan harus mengambil langkah terakhir dengan melakukan PHK masal?" Semua orang berubah diam. Kompak menatap depan. Pada seorang pria yang duduk di kursi berbeda dari lainnya. Tatapan wajah mereka banyak memiliki arti. Menaruh harapan besar pada pria itu. Menanti dengan sabar jawaban yang a







