Share

Masa Lalu

Kembali pada tahun-tahun kuliah, Shela adalah pribadi yang rajin menyapa teman-temannya. Seringkali senyum riangnya membuat wajahnya yang cantik semakin terlihat memesona. Meskipun begitu tetap saja ada orang-orang yang tidak menyukainya.

Seperti apa yang terjadi siang ini ketika dia tanpa sengaja menabrak rekan sekelasnya. Hanya masalah kecil, namun pada dasarnya orang itu memang tidak menyukainya.

"Eh, maaf, nggak sengaja," ucap Shela dengan rasa bersalah. Tangannya terulur untuk membantu Sarah bangkit.

"Gimana, sih? Kamu kalo jalan yang bener, dong!" Sarah menepis tangan Shela dengan kasar, tidak mau untuk bersentuhan dengannya lebih lama.

Shela hendak mengatakan sesuatu tapi tangannya tiba-tiba ditarik dari belakang. Dia menoleh dan mendapati pria tampan yang sedang menatapnya dengan senyum hangat.

"Udah, biarin aja dia. Yang penting kamu udah minta maaf," ucap pria itu sambil menggandeng Shela pergi.

Namanya Arthur, teman akrab Shela sedari SMA. Dia hampir tidak ingat sejak kapan mereka bisa menjadi teman dekat. Mungkin itu yang namanya cocok, jadi semuanya mengalir begitu saja tanpa disadari.

Hari ini mereka sudah berjanji untuk pergi ke toko buku bersama. Awalnya mereka sepakat untuk bertemu di gerbang kampus. Shela tidak menyangka Arthur akan langsung datang ke kelasnya.

"Jadi, 'kan? Ngapain bengong?"

Shela mengembangkan senyumnya. "Jadi dong. Kamu bawa motor, 'kan?"

"Bawa, tapi panas nih. Kalo aja ada mobil mah enak," ucap Arthur dengan sedikit nada keluhan.

Memang hari ini udara terasa begitu terik, berbeda dari beberapa hari terakhir yang hampir setiap hari diguyur hujan. Maklum, ini adalah November yang identik dengan bulan hujan.

"Nabung dulu buat beli mobil." Shela terkekeh saat menjawab. Ya, dia memang bukan dari kalangan orang kaya. Jangankan membeli mobil, jika tagihan kost bulanan berjalan lancar saja dia merasa untung.

Dia kuliah di salah satu kampus terkenal di kota Yogyakarta. Jika bukan karena nilainya yang tinggi, sepertinya sangat mustahil baginya untuk bisa sekolah di sana. Itu karena ada program beasiswa sehingga dia bisa masuk universitas impiannya.

Berhubung rumahnya jauh dari kampus, dia harus rela menyewa kost agar lebih menghemat waktu dan biaya. Tapi tetap saja, kebutuhan sehari-harinya masih memakan banyak biaya.

"Nih, pakai aja jaketku. Kasian kamu nanti kepanasan." Arthur mengulurkan jaketnya dengan wajah yang terlihat tidak peduli.

Shela segera menerimanya. "Nah, gitu dong baru baik."

Arthur tidak mengatakan lebih banyak. Mereka berdua berjalan menuju tempat parkir sepeda motor.

"Shel!!" teriak Neva dari kejauhan, dia berlari menghampiri Arthur dan Shela yang hendak naik ke motornya.

"Mau ke mana?" tanyanya sambil melirik ke arah Arthur.

"Ke toko buku Nev, kenapa?" Shela akhirnya turun kembali dari motor Arthur karena Neva tiba-tiba ingin mengajaknya bicara.

Dia membawa pergi Shela dari hadapan Arthur. Mereka berbisik-bisik berdua dan sesekali melirik arah Arthur yang tengah menunggu Shela.

"Parah! Punya temen ganteng tapi gak kasih tahu aku!" Neva menepuk pundak Shela, namun matanya melirik bayangan pria tersebut.

Shela sudah bisa merasakan jika Neva menyukai Arthur sejak saat pertama kali bertemu saat itu.

"Kenalin aku dong sama dia?!"

Shela menatap tak percaya pada Neva. Kalimat itu sudah sering ia dengar dari bibirnya. Neva adalah salah satu teman Shela yang hobi dengan bergonta-ganti pacar sesuka hatinya.

**

Dalam hatinya dia sebenarnya tak ingin mengenalkan sahabatnya itu kepadanya. Karena dia tak ingin Arthur di sakiti oleh Neva seperti teman-teman Shela yang pernah ia kenalkan pada Neva.

"Gimana?" tanyanya untuk memastikan lagi.

"Ehm.. Tar deh ya, aku tanya orangnya dulu. Dia lagian gak pernah pacaran soalnya." Raut wajah Shela berubah, dia merasa tak enak pada Neva begitupun pada Arthur.

"Ya udah aku tunggu kabar dari kamu ya?!" Neva lalu beringsut dari hadapannya sebelum dia tersenyum manis pada Arthur sebagai tanda perkenalan pertamanya.

**

Toko buku bekas langganan Shela.

Arthur hanya mondar-mandir sejak tadi. Lebih tepatnya sejak tiba di toko buku tersebut. Mungkin jika bukan karena Shela yang mengajaknya ke sana. Sepertinya dia tak akan pernah mau menginjakkan kakinya di sana.

Tempat itu tempat favorit Shela. Selain karena memang harganya yang lebih murah. Dia juga bisa mengirit uang yang dikirimkan oleh orangtuanya padanya.

"Ekspresinya ngeselin banget," gumam Shela saat memilih-milih buku di sana.

Gadis itu akan betah seharian di sana. Meski ditinggal sendirian oleh Arthur. Dia sangat suka berkutat dengan aroma buku lama yang tersebar dalam ruangan itu.

Arthur memainkan ujung sepatunya. Pemilik nama lengkap Arthur Nathaniel itu sudah sering melarangnya untuk ke toko itu. Namun dia hafal betul jika sahabatnya itu tidak bisa dilarang.

Dia dulu sudah pernah melarangnya, namun malah berujung pada pertengkaran mereka berdua.

"Arthur," panggil Shela, si pemilik nama langsung menolehnya dengan kedua alis terangkat.

"Kenapa?" tanya Arthur dia mencoba berdiri di samping Shela.

"Temenku yang tadi cantik gak?" Shela melirik wajah Arthur dari samping. Ingin tahu bagaimana ekspresinya.

"Biasa aja, kenapa emang?"

"Dia suka sama kamu katanya,"

Tak ada reaksi apapun dari Arthur. Dia hanya mengangguk-angguk. Yah, hanya mengangguk lalu pergi dari samping Shela.

"Kamu gak suka sama dia?"

"..."

Shela menarik napasnya dalam-dalam dan berjalan menghampiri Arthur. "Kamu masih normal kan?" bidiknya membuat Arthur membelalakkan matanya seketika.

Melihat ekspresi Arthur, tawa Shela langsung meledak. Bagaimana bisa Arthur langsung menunjukkan ekspresi seperti itu di depannya padahal sahabatnya itu hanya bercanda padanya.

Namun Shela cukup penasaran karena selama dia memiliki hubungan pertemanan dengan Arthur. Dia belum pernah melihat Arthur memiliki seorang kekasih.

"Jangan begitu, aku punya seseorang yang aku suka." Tatapannya pada Shela cukup membuat gadis itu terintimidasi. Hingga ia harus merenggangkan jarak diantara mereka berdua.

"Siapa? Bukan aku 'kan?!" jawabnya asal namun ekspresi wajahnya terlihat jelas jika dia sedang malu-malu.

Arthur mengacak-acak rambut Shela hingga berantakan karena gemas. Perasaan yang selama ini ia pendam untuk Shela sepertinya tak akan pernah bisa ia ungkapkan padanya.

Karena Shela lebih takut kehilangan sahabat seperti Arthur daripada menjalin hubungan dengannya.

"Aku tahu teman kamu Neva itu suka mainin cowok, Shel. Terus kamu mau ngasih aku ke dia, gitu?!"

Shela sempat terdiam memikirkan ucapan dari Arthur. Seharusnya dia tidak melakukannya meskipun Neva memaksanya. Karena saat ini Arthur sudah tahu siapa Neva yang sebenarnya.

Shela tak pernah mengatakan hal apapun tentang Neva. Namun sepertinya, berita itu lebih cepat menyebar dari kobaran api.

Gadis itu pura-pura sibuk dengan sepuluh tumpuk bukunya yang akan dia beli. Namun tanpa ucapan, Arthur meraihnya dan membawakan buku tersebut untuknya.

"Thanks," ucapnya pelan karena merasa tak enak padanya.

Arthur hanya tersenyum padanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status