Share

Bab. 8 Awal Pertemuan

  Bagaimana ini bisa terjadi? Kenapa tiba-tiba ada dua lelaki yang menginginkan putri kesayangannya. Apakah sang putri merahasiakan sesuatu darinya? Lalu bunga-bunga itu siapa pengirimnya? Semua pemikiran itu mulai berkecamuk di kepala pria paruh baya itu. 

  Andira yang mendengar perkataan Edgar mulai geram. Bagaimana bisa dengan mudahnya lelaki itu mengatakan ingin menikahinya, padahal dia telah berulangkali menolak pernyataan cinta lelaki di depannya tersebut. 

  “Astaga, Ede. Apa yang kau bicarakan. Jangan bercanda, ini tidak lucu sama sekali,” ucapnya berusaha menyangkal pernyataan lelaki tersebut. 

  “Aku sedang tidak bercanda, Andira. Aku memang sangat mencintaimu,” Edgar berkata dengan ekspresi yang sulit diartikan. Tidak ada senyum yang terlihat dari sudut bibirnya. Lelaki itu menampilkan ekspresi datar di depan gadis yang dia cintai. 

  “Tunggu, tunggu, apa yang sebenarnya terjadi di sini. Kenapa bisa ada dua lelaki yang menikahimu, Andira?” tanya Danu pada sang putri. Lelaki paruh baya itu memijit keningnya yang terasa mulai berdenyut. 

  Andira memegang kepala, dia mendadak pusing. Gadis itu tidak habis pikir, kenapa Edgar bisa senekat itu mengatakan pada sang ayah bahwa dia ingin menikahinya sedangkan, lelaki itu tahu kalau dirinya sudah memiliki kekasih dan berencana untuk menikah. Andira bingung, apa yang harus dilakukan untuk membuat lelaki itu berhenti mengejarnya. 

  “Sebentar, Yah. Nanti Dira jelaskan.” Andira menarik tangan lelaki tersebut menjauh dari toko dan membawanya berjalan menuju mobil milik lelaki tersebut. Sampai di depan mobil, Dira melepaskan tangan lelaki tersebut. 

  “Sudah, cukup. Hentikan semua kegilaan yang kau lakukan itu Ede, jangan memaksakan keinginanmu pada orang yang sudah dengan jelas telah menolak cintamu. Aku akan segera menikah, kau dengar itu!” Andira mulai kehabisan kesabaran. 

  Edgar menyeringai mendengar perkataan gadis yang sangat dicintainya itu. “Lalu, apa kau pikir aku peduli?” tandasnya. 

  “Kau—.” Belum sempat gadis itu melanjutkan ucapannya, Edgar lebih dulu memotong.  

  “Aku tidak akan melepaskanmu, apa pun yang terjadi. Kau akan menjadi milikku, Dira.” Edgar tampak yakin dengan ucapannya itu. Selama ini tidak ada hal yang takbisa dia dapatkan jika dirinya sudah menginginkan. 

  “Kau benar-benar sudah gila, Ede!” bentaknya. Mata Andira memerah dengan dada kembang kempis menahan amarah yang sudah siap meletup. 

   Edgar hanya diam dengan ekspresi datar melihat kemarahan gadis di depannya. Dia telah terobsesi pada gadis cantik itu. Jadi, tidak mungkin baginya untuk melepaskan sesuatu yang dia inginkan dengan mudah. Dia akan melakukan segala cara untuk mewujudkan keinginannya tersebut. 

  Andira yang sudah sangat kesal pada lelaki itu, akhirnya berbalik dan pergi meninggalkannya kembali ke toko sang ayah. 

  Edgar hanya memandang punggung gadis itu yang mulai menghilang masuk ke dalam toko. Dia akhirnya kembali ke mobil dan memutuskan untuk kembali ke kantor. Edgar mulai melajukan mobilnya menjauhi toko milik Ayah Andira. Tiga puluh menit kemudian lelaki tampan itu telah sampai di depan perusahaan miliknya. Setelah memarkirkan mobil, Edgar turun dan berjalan memasuki lobi menuju 𝘭𝘪𝘧𝘵.  Namun, langkahnya terhenti ketika melihat Aldi berjalan terburu-buru ke arahnya. 

  “Tuan, ada Tuan Danish di ruangan Anda,” ucap sang asisten.

  Edgar mengernyitkan kening mendengar apa yang asistennya katakan. “Apa yang membuat papanya datang ke kantor? Apakah ada hal serius yang sedang terjadi?” batinnya.

  Tanpa menjawab perkataan Aldi, lelaki dengan setelan jas berwarna biru itu melanjutkan langkah menuju ruangannya. Tiba di depan pintu ruangan, asistennya membukakan pintu dan Edgar masuk ke dalam. 

  “Kau bisa kembali bekerja, aku akan memanggilmu jika diperlukan nanti,” perintahnya pada sang asisten. 

  Aldi mengangguk dan menutup pintu kemudian berlalu meninggalkan ruangan sang bos dan kembali ke ruangannya. 

  Sementara itu di dalam ruangan, Danish duduk di sofa dan sedang melihat ke arah sang putra dengan tatapan seolah ingin menerkamnya. Namun, sang putra tidak memedulikan tatapan dirinya. 

  Edgar berjalan ke meja kerja dan duduk di kursi kebesarannya.

  “Apa yang membuat Papa datang kemari? Kalau tidak ada yang penting, lebih baik Papa pergi dari sini.”

  “Apa yang kau lakukan Ede?  Kenapa kau mencampuri urusanku? Jangan pernah kau mengganggu dia,” tegas Danish pada sang putra. 

  “Heh … apa maksud Papa? Siapa yang mengganggu siapa?” kilah Edgar. 

  “Kau tidak perlu menyangkal lagi, Ede. Berhenti mencampuri urusanku atau kau akan tau konsekuensinya,” ujar Danish mengancam.

  “Apa Papa pikir aku akan takut? Sungguh hebat sekali, bahkan anakmu sendiri tidak lebih berharga dibandingkan dengan wanita ular itu.” Edgar tertawa getir dengan kenyataan bahwa papanya lebih peduli dengan wanita yang telah membuat ibunya meninggal dibandingkan dengan putranya sendiri, darah dagingnya. Bagaimana bisa lelaki yang telah membesarkannya itu lebih membela selingkuhannya dibanding anak kandungnya. 

  “Jaga ucapanmu, Ede,” bentaknya pada sang putra. 

  “Sudah, cukup, Pa. Aku tidak ingin berdebat hanya karena seseorang yang tidak penting. Jadi, jika Papa tidak ada keperluan lain, lebih baik Papa pergi dari sini, atau Papa ingin aku memanggil security?” ucapnya dengan nada mengejek. 

  “Kau berani—.” Belum sempat dia melanjutkan ucapannya, sang putra sudah lebih dulu memotong. 

  “Pintunya ada di sebelah sana.” Edgar menunjuk ke arah pintu ruangan. 

  “Kita lihat saja nanti, kalau kau masih mengganggu dia, maka kau akan tau akibatnya,” ucapnya pada sang putra kemudian dia berbalik keluar dari ruangan.

  Setelah ayahnya pergi, Edgar mulai menyalakan laptop dan kembali pada kesibukannya dengan file dan tumpukan dokumen di meja kerjanya. Dia tidak peduli dengan apa yang dikatakan sang papa. Yang dia pedulikan sekarang hanyalah semua yang menjadi haknya tidak boleh sampai jatuh ke tangan orang lain. 

  Seminggu telah berlalu semenjak kejadian di toko. Edgar menjadi semakin gusar karena Andira menjadi sangat susah untuk ditemui. Saat dirinya datang ke rumah atau ke toko, orang tuanya selalu mengatakan kalau putrinya tidak ada, bahkan di kafe pun dia terkesan seperti menghindar. Panggilan teleponnya pun selalu ditolak dan bahkan nomornya sekarang diblokir. 

  Lelaki itu menjadi kacau, bahkan pekerjaannya pun di handle oleh Aldi asistennya. Dia tidak tenang jika sehari saja tidak melihat gadis pujaan hatinya tersebut. Seandainya saja dia tidak pernah bertemu dengan gadis yang telah mencuri hatinya itu, mungkin kehidupannya akan seperti biasa yang hanya dihabiskan untuk bekerja tanpa mengenal apa itu cinta.

★★★★★

  Satu bulan yang lalu saat dirinya melakukan janji temu dengan seorang klien di sebuah kafe, tanpa sengaja seorang pelayan menjatuhkan minuman di bajunya. 

  “Ma-maaf, Tuan. Saya tidak sengaja, biar saya bersihkan baju Anda. Mari ikut saya sebentar,” ucap pelayan itu gelagapan. Andira gugup karena takut kesalahan yang tanpa sengaja dia perbuat akan berimbas pada pekerjaanya. Gadis cantik itu khawatir kalau sampai sang manajer kafe akan marah dan memecatnya. 

  Sementara lelaki yang diajak bicara hanya diam mematung, tanpa mengalihkan tatapannya dari wajah cantik pelayan tersebut. Edgar seolah terhipnotis dengan kecantikan gadis di hadapannya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status