Maureen menggeleng kuat dan memberikan pertahanan kuat di tubuhnya.
Dia mencoba melindungi tubuhnya dengan sekuat tenaga. Kesal dengan semua perlakuan mereka, saat itu pun dia sudah merasa terjepit. Maureen kembali melawan dengan sekuat tenaga. Dia menendang kuat-kuat orang yang sudah berada di atas tubuhnya. Hingga membuatnya tersungkur di lantai. "Arrgghh! Sial sekali, kucing liar ini benar-benar sulit diatasi!" pekik orang tadi meradang. Dia mengepalkan kedua tangan dengan erat. Lalu, satu tamparan keras membuat tubuh Maureen terhuyung. Sedangkan yang lainnya hanya menjadi penonton dan tertawa. Karena ketika mereka memutuskan siapa yang lebih dahulu menjamah gadis itu, mereka tidak akan ikut campur. "Hahaha, salahmu sendiri. Yang pertama pasti akan sulit diatasi. Apalagi gadis itu masih tersegel rapi!" cetus salah seorang yang tampak menikmati pertunjukan live show temannya itu. "Cih, benar-benar menyebalkan. Kau tidak tahu aku siapa, hah?" laki-laki itu sudah terlihat emosi hingga dia kehilangan kontrol dan mencekik leher Maureen. Maureen masih merasakan pipinya panas akibat tamparan tadi. Kini lehernya sudah dicekik dengan sangat kuat. Sepertinya dia belum puas kalau Maureen belum pingsan. Maureen sudah benar-benar kehabisan napas. Tangannya tak sengaja menyentuh satu botol. Dengan sekuat tenaga dia meraih dan memukul kepala lelaki tadi saat dia sedikit lengah. "ARRGGHH!!" teriaknya. Darah segar langsung mengalir dari kepala. Dia memegangi kepalanya. Disaat lengah, Maureen mendorong tubuhnya. Orang tadi tergeletak di lantai. Maureen membulatkan mata. Bahkan cipratan darah tadi sempat terpercik ke wajahnya. Yang tertawa menyaksikan pertunjukan berubah menjadi gerhana. Mereka semua bangkit dan mengecek kondisi temannya yang sudah tak sadarkan diri. Maureen meraih tasnya. Disaat mereka benar-benar lengah. Dia harus bisa menguasai dirinya sendiri dahulu. Dia tak ingin menjadi santapan orang-orang tak bermoral itu. Maureen berdiri dan segera berlari dari ruangan yang tertutup dengan rapat. Seolah memang ruangan tersebut terkunci untuk orang-orang luar. "Sebaiknya kita kembali, Tuan Max. Anda sudah cukup mabuk malam ini," ucap seorang yang sedang memapah orang yang bertubuh besar. Dia cukup kewalahan memapah tubuh besar tuannya. Beberapa orang pengawal mengikuti mereka dari belakang. Brukk! Satu tubrukan keras membuat tubuh keduanya terjatuh. Maureen yang panik tanpa sengaja menabrak orang tadi. Dia berlari menghindari kejaran dari orang-orang di ruangan gelap tadi. "Ma-maafkan aku. Aku sungguh tidak sengaja, Tuan!" ucap Maureen terbata. Kini sudah berada di atas tubuh laki-laki tadi. Meski berkata seperti itu, kepalanya tidak fokus. Dia masih menengok ke belakang. Tanpa dia sadari orang di depannya sudah menaikan rahangnya dengan keras. Dia ingin sekali marah. Namun, melihat wajah gadis itu yang berantakan dengan tubuhnya yang bergetar. Dia tahu gadis itu memang tak sengaja. "Kau! Berani sekali kau!" hardik seseorang di samping tubuh tuannya. Dia berteriak sangat keras dan akan menarik tubuh Maureen dari tuannya. "Aw, aw, sa-sakit!" Maureen memekik ketika rambutnya tersangkut di salah satu kancing jas tuannya. "Ma-maafkan saya, Tuan. Saya akan membereskan wanita ini!" ucapnya. Dia sangat tahu tuannya tak suka sembarangan disentuh oleh siapapun. Tanpa izin darinya, jika ada yang salah menyentuh hukumannya tidak main-main. Mati ditembak olehnya. Namun, tangan tuannya malah melingkar di pinggang Maureen dan menariknya lebih dalam ke pelukannya. Mungkin karena tuannya sedang mabuk. Saat orang tadi berniat melepaskannya. "Jangan sentuh! Ayo, kita pulang, Martin!" ucapnya. Membuat Maureen kalang kabut. Namun, sedetik kemudian dia melihat orang-orang yang sedang mengejarnya. Dia tak punya pilihan selain pura-pura mengenal pria itu dan membenamkan wajahnya lebih dalam di dada orang tadi. "Ta-pi, Tuan, Anda?" Martin menatap tuannya yang tak mau melepaskan pelukan tersebut. “Sepertinya ada yang aneh dengan, Tuan. Biasanya dia tidak seperti itu!” bisik Martin di dalam hati. Memperhatikan setiap gerak gerik tuannya. "Kau tuli. Ayo, kita kembali!" perintahnya lagi. Martin pun tak berani menentang perintah tuannya. “Mati aku. Tuan terlalu banyak minum malam ini. Besok pagi saat dia bangun, pasti dia membunuhku dan wanita itu.” Kembali suara hati Martin bergema, tapi tetap tidak melawan perintah Tuannya. Terlihat dihadapan semua orang Max seperti mabuk. Namun, sebenarnya dia memang sengaja menunjukkan peran agar bisa menghindari perjamuan yang menurutnya membosankan. Dia tak ingin berlama-lama disana. Baginya membuat muak. Apalagi tempat pesta yang diadakan seperti itu pasti hanya untuk menjebak dirinya. Dengan adanya Maureen, dia tidak akan melepaskan kesepakatan tersebut. Maureen mencoba melepaskan pelukannya dari pria yang tak dikenalnya. Dia, baru saja terlepas dari jebakan serigala-serigala kelaparan. Kini dia merasa terjebak dengan raja serigala. "Tu-Tuan, maaf. Bisakah kau melepaskannya." Maureen mencoba memberanikan diri saat dia sudah melintasi di pintu keluar pub. Tangannya masih terus berusaha melepaskan pegangan erat pria tadi di pinggangnya. Dia sekarang merasakan tubuhnya sudah tidak nyaman. "Martin!" Ketika mendengar suara Tuannya penuh penekanan. Dia, menyadari Tuannya pura-pura mabuk. "Ada perintah, Tuan?" dia langsung mengerti setelah Tuannya memberi kode pada orang-orang dibelakang mereka. Mereka sepertinya sedang mencari seseorang. Tubuh Maureen dilemparkan kasar ke dalam mobil. Saat dia mencoba keluar dari mobil menggunakan pintu satunya. Pintu tiba-tiba saja dikunci otomatis oleh pria tadi. "Ma-maafkan, Aku, Tuan. Aku mohon izinkan aku kelu-ar!" Maureen berbicara sambil memegangi kepalanya. Rasa tidak nyaman itu semakin nyata. Penglihatannya mulai kabur dan dia tiba-tiba pingsan dalam pelukan laki-laki tadi. “Wanita benar-benar merepotkan!” dengus Max kesal. Tubuh Maureen yang pingsan kembali dilemparkan begitu saja. Dia, seperti jijik saat kulitnya bersentuhan secara sadar. Dia tak ingin disentuh oleh wanita itu. Namun, saat melihat wajahnya entah mengapa perasaannya menjadi tak menentu. Ada getaran yang tak dapat diartikan olehnya. Pintu kemudi ditutup, membuyarkan lamunan, "Tidak ada hal yang mencurigakan Tuan. Wanita itu memang tak sengaja menabrak anda. Sepertinya ada orang yang menjebaknya.” “Di ruangan itu ada seseorang yang terluka akibat botol minuman. Tidak ada kematian. Sepertinya orang yang terluka dari keluarga Henson, putra pertama mereka, Greg Hanson!" Martin menjelaskan laporannya secara detail. Martin melirik Tuannya setelah memberikan laporan karena Tuannya tak berkomentar sedikitpun. "Saya akan membereskan wanita itu, Tuan!" Martin berniat akan membuka pintu. Martin tahu, Tuannya pasti tidak akan suka berdekatan dengan seorang wanita. "Eum, kita kembali saja. Periksa dengan detail kembali laporanmu dan cari tahu siapa wanita ini untukku," ucap Max tiba-tiba sambil melipat kedua tangannya, berkata acuh tak acuh. Tapi, Martin merasa, itu bukan seperti kebiasaan tuannya. Martin merasa ada yang salah dengan pendengarannya, "Kita kembali, Tuan? Lalu, dia?" Martin melirikkan matanya pada Maureen yang masih tak sadarkan diri. "Apa telingamu sudah mulai bermasalah, Martin? Kau tidak mendengar perintahku!" dia menaikkan rahangnya kembali dengan kasar saat menatap wajah bawahannya. "Ba-baik, Tuan!" dia memutarkan stirnya tanpa ingin mendengar ledakan amarah tuannya. "Aku ingin laporan lengkap tentangnya malam ini, Martin!" Max berkata dengan penuh penekanan. "Baik, Tuan!" ucap Martin tanpa berani menoleh ke belakang lagi. "Argh, panas sekali! Ini benar-benar nggak enak?" Maureen tiba-tiba berkata dengan matanya yang masih tertutup. Tubuhnya sudah bergerak kesana kemari. Dia, menendang-nendang sepatu yang dipakainya hingga terlepas. Lalu tangannya mulai menyusup ke bawah gaun yang dia pakai. Max mendelikkan mata saat melihat aksi gila Maureen, "Nah, akhirnya lepas juga!" dengan setengah kesadaran Maureen membuka matanya sambil terkekeh seperti orang gila. Dia mengibas-ngibaskan kain penutup bawah miliknya dan melemparkannya sembarangan.Maureen tidak ingin memberikan harapan sedikitpun. Karena dia berpikir Nathan juga pantas mendapatkan kebahagiaan dengan orang terbaik. Maureen membenarkan posisinya agar duduknya bisa berhadapan langsung dengan wajah Nathan.“Aku yakin,” Maureen menyentuh pipinya dengan lembut hingga mereka benar-benar bertatapan, “kau bisa menemukan seseorang selain aku. Pasti dia akan lebih baik dariku. Jangan karena hal apapun, maaf, aku memang tidak tahu alasanmu melakukan semua itu,” yang dimaksud Maureen adalah sikap Nathan yang tidak ingin berbicara dan duduk di kursi roda, padahal dia laki-laki normal yang bisa melakukan hal apapun.“Apalagi kau sangat tampan dan kaya. Wanita manapun pasti akan menyukaimu. Kau hanya perlu membuka hati dengan apapun yang terjadi. Biarkan masa lalu berlalu dan kau harus bisa melanjutkan hidup. Hidup terlalu sempit kalau kau hanya melakukan hal-hal seperti itu, uhm?!”Maureen mencoba berbicara dan hati ke hati.“Sebagai teman, aku pasti akan selalu membantu, ta
Wilson, Carlos dan Benny saling melirik. Mereka tidak menyangka bahkan seorang Mollary pun bisa patuh terhadap seorang gadis kecil itu.“Auranya benar-benar luar biasa, dia tidak menjadi menantuku pun tidak apa-apa. Asalkan ada yang mengontrol kelakuan bodoh anak itu,” Wilson berpikir, melihat sikap Max terhadap Maureen seperti itu bisa dipastikan Max sangat mencintainya.“Cih, jangan terlalu banyak berpikir Pak Tua, dia itu istriku, satu-satunya. Dia tidak akan pernah tergoyahkan untuk hal apapun. Dia sangat setia padaku,” Max sudah dapat membaca apa yang tersirat pada pandangan mata mereka.“Hehehehe, aku memang tidak pernah meragukan itu. Tapi, kita akan lihat hasilnya. Apakah dia akan tetap tidak tergoyahkan,” cetus Wilson, menyikut lengan Carlos dan Benny meminta dukungan.“Betul, apalagi Tuan Nathan kami juga tidak kalah tampan dan gagah. Untuk masalah memuaskan, saya yakin, Tuan Nathan pasti tidak kalah jauh dari Anda,” tambah Benny sepertinya ingin memprovokasi, menyiram bensi
“Dasar Mollary, dia benar-benar memakannya disini,” dengus Nathan, dia pun sudah tidak tahan mendengar suara yang membuatnya bangkit.Dia tidak ingin lagi berpura-pura karena Nathan juga menginginkan hal tersebut. Walaupun itu tidak mungkin.“Max ah shh ah sudah Max emm!” erang Maureen saat itu pintu terbuka dan dia segera memeluk tubuh Max. Keringat dan panik mulai membuat jantungnya berdebar.“Kau cih sungguh tidak mau rugi!” celetuk Carlos saat melihat posisi Max membelakangi saat membenarkan celananya dan dia segera menutupi agar istrinya juga menarik celananya.“Ini semua kan karena dia yang menahan istriku terlalu lama. Ini adalah sarapan pagi dan biasanya aku akan berhenti setelah aku keluar,” Max pamer. Kalau dia benar-benar ingin menunjukkan sikap romantisnya.“Max!” Maureen menepuk dadanya, dia masih bersembunyi dibalik tubuh besar Max.Sikapnya yang seperti itu semakin membuat Max percaya diri. Istrinya tidak akan tergoda oleh bujuk rayu Nathan nanti. Dia yakin, Maureen pas
“Kau tidak perlu mencemaskan itu. Aku tahu bagaimana caraku bersikap nanti. Asalkan kau tidak mencampuri lagi seperti yang barusan kau lakukan. Aku bisa jamin, kita bisa adil secara bersama-sama tanpa melukai dan membuatnya merasa bersalah.”Nathan sepertinya sudah bulat dengan keputusan yang akan dibuatnya. Meraih apa yang di hasratkan.“Bagaimanapun aku tetap tidak akan setuju, dia itu hanya bisa menjadi milikku. Sebaiknya lupakan angan-angan tidak nyata mu itu!”Max tetap bersikeras dengan apa yang diputuskan. Tadi sesaat dia sempat tergiur oleh tawaran gila Nathan. Max tidak akan tega melakukannya.Apalagi dia tahu kehidupan Maureen dulu bersama keluarganya. Orang tuanya saja rela menjualnya. Sekarang apakah pantas Max bersikap pengecut seperti mereka. Merelakan istrinya dibagi-bagi.Dia saja, makan sendirian tidak pernah cukup dan kenyang. Sekarang, makan pun harus dibagi dengan Nathan. Dia tidak akan rela.Nathan mengepalkan tangan. Dia merasa sedikit kesal karena provokasinya t
Carlos sudah masuk kembali, “Cepat periksa, lukanya berdarah lagi!” ucap Maureen khawatir. Max terusik pun percuma. Dia sepertinya menyesali tindakannya.“Hah, sial. Rupanya dia benar-benar sudah memasang jebakan ini secara matang!” dengus Max di hati. Merasa dirinya kalah strategi.“Aku benar-benar salah perhitungan. Kalau seperti ini terus, dia pasti bisa merebut Maureen ku,” eratan giginya terdengar dan Max terus memperhatikan sikap Maureen yang begitu khawatir.Pertama kali dia melihat sikapnya saja sudah terasa nyess. Max bahkan belum sempat terluka seperti itu, meski dulu Maureen pernah menyelamatkannya, saat itu dia belum seperti sekarang ini.Penampilannya pun bukan seperti sosok sekarang. Agak pesimis, tapi dia tidak ingin mengakui dulu kekalahannya.“Aku sudah mengganti perban dan menambahkan obat. Ini seperti terkena tekanan jadi lukanya terbuka,” penjelasan Carlos hanya diterima dengan anggukan oleh Maureen.Maureen semakin merasa bersalah. Saat tadi dia membuka mata, Max
Maureen benar-benar mengabaikan.Meskipun, hatinya sedikit merasa bersalah. Seharusnya dia tidak bersikap terlalu kejam pada Nathan. Namun, detik kemudian dia malah merasa ada seseorang yang mendekati.Maureen memejamkan mata, dia mencoba bernapas bebas agar tidak merasa dicurigai.Sebaiknya dia pura-pura sudah tidur.Dia merasakan tubuh seseorang duduk di pinggir sofa. Dan mendengar seperti seorang sedang mengetik pesan.Pesan masuk ke ponsel Maureen, dia tetap mengabaikan. Tapi, sepertinya usahanya tidak berakhir disana.Kembali dia mendengar ponselnya berbunyi. Tapi, tetap diabaikan. Lalu, akhirnya gangguan itu berhenti.Maureen baru bisa mengambil napasnya.Tiba-tiba saja matanya terbuka, tubuhnya mendadak melayang di udara.“Arghh!” jerit Maureen pelan dan berbalik, Nathan sedang mengangkat tubuhnya.“Ka–kau!” ingin rasanya Maureen melompat, dia benar-benar ketakutan. Perasaan tidak terkendali mulai keluar. Dia berpikir keras, apa yang akan dilakukan Nathan sebenarnya.Nathan mel