Share

Bab 7

Rafin menatap kepergian gadis itu dengan tangan terkepal erat. Ia sungguh tak menyangka bahwa gadis itu ternyata sangat keras kepala.  

"Tom, luangkan waktu untukku! " Rafin memberikan perintah pada Tommy. 

Kemudian ia segera kembali masuk ke dalam apartemennya dan bersiap untuk berangkat ke kantor. 

***

Kasto dibawa ke sebuah ruangan yang sama sekali tidak ia kenali. Entah sudah berapa jam ia pingsan. Yang pasti ia bangun menjelang subuh. Ia tidur di sebuah ruangan yang lebih mirip seperti gudang. Tumpukan barang tak terpakai teronggok di setiap sudut. Sebuah sofa usang dan kursi-kursi rusak ada di sudut yang lainnya. 

Bau debu jelas sekali terasa, ditambah lagi suara tikus yang sesekali terdengar mencicit. Kasto masih bertanya-tanya, dimanakah ia berada saat ini, cahaya masuk melalui sebuah pintu yang tak tertutup sempurna membuat tempatnya berada terasa lebih terang meskipun tak ada lampu yang menerangi ruangan itu. 

Tenggorokannya terasa sangat kering, sehingga ia merasa kesulitan walaupun hanya sekedar untuk menelan ludah. Ia menjadi terbatuk-batuk karenanya.  

Rupanya seseorang telah berjaga di luar gudang pengap itu, ia masuk kala mendengar suara batuk Kasto. Menghidupkan lampu dan mengambil posisi duduk pada sofa yang telah usang itu. Dengan mata yang masih mengawasi Kasto, ia menghubungi seseorang menggunakan gawainya. 

"Bos, ia sudah siuman." Orang itu rupanya menghubungi seseorang yang ia panggil bos. 

Tak lama, datanglah seorang pria muda, yang bahkan usianya jauh dibawah Kasto. Berdiri angkuh dengan tangan berada menyilang di dadanya, tersenyum miring, seakan sedang menertawakan sebuah lelucon konyol. 

"Tidurmu nyenyak sekali kawan?" tanya orang itu menyeringai. 

"Tak perlu basa-basi padaku, katakan apa tujuanmu menculikku, " ucap Kasto tanpa terselip rasa takut. 

Cuihh! 

"Apa kau merasa dirimu menarik, sehingga membuatku ingin menculikmu?" Pria itu bahkan menertawakan pertanyaan Kasto. 

"Tak perlu banyak bicara, apa maumu?" Kasto mulai meninggikan suaranya.  

Bugh! 

Sebuah pukulan berhasil mendarat di perut lelaki yang baru saja bangun dari pingsannya itu. 

"Kalau saja seseorang tak memberi pesan padaku untuk membiarkanmu hidup, pasti kau akan ku habisi," kata pemuda itu geram. 

Kasto sedikit merasakan gelap pada pandangannya, kala pukulan itu ia terima.  

"Siapa yang menyuruhmu melakukan ini?" Kasto hanya mampu menebak-nebak siapa gerangan otak dari peristiwa ini. 

"Banjingan sepertimu tak perlu tau siapa dia."

"Apa maunya?" tanya Kasto kemudian. 

"Pantas saja wanita kemarin terlihat sangat enggan untuk ikut denganmu, benar-benar tepat tindakannya."

"Apa urusanmu?" tanya Kasto lagi. 

"Berapa hutang yang harus dibayarkan wanita itu padamu?" tanya pemuda itu lugas. Namun Kasto tak segera menjawabnya, membuat si penanya menjadi geram dan melemparkan sebuah kursi rusak ke arah belakang lelaki paruh baya itu. Andai Kasto bergeser sedikit saja, pasti kepalanya akan terkena hantaman kayu kursi tadi. 

"BERAPA?!" tanya pemuda itu dengan suara menggelegarnya. 

"Lima ratus juta." Kasto menyebutkan sebuah angka yang fantastis untuk ukuran rupiah. Ia bukanlah lelaki bodoh yang tak mampu berfikir dalam situasi mendesak. Kelicikannya benar-benar ia gunakan untuk memanfaatkan keadaan. 

"Jangan coba-coba menipuku. Kau benar-benar tak tahu sedang berhadapan dengan siapa." Pemuda itu menatap Kasto dengan sangat tajam. Namun bukan Kasto namanya jika akan gentar hanya dengan sebuah tatapan. 

Pemuda tadi lantas menunjuk pada sebuah koper, seorang lelaki yang tadi memanggilnya melalui gawai menuruti perintah pemuda itu.  

"Lima ratus juta. Cash. Hutang wanita semalam kepadamu telah lunas. Awas jika aku masih melihatmu mengganggunya lagi. Aku pastikan nyawamu akan melayang di tanganku." Pemuda itu melemparkan gepokan-gepokan uang berwarna merah. Kato sendiri sebenarnya sangat terkejut dengan peristiwa ini. Begitu gampangnya ia mendapatkan uang. Keponakannya itu membawa hoki besar untuknya.  

Kasto segera melepaskan kaosnya dan membungkus uang-uang itu dengan tergesa, ingin segera pergi dari tempat itu, merayakan rezeki nomplok nya dengan hura-hura dan makan enak. 

"Pergi, dan jangan tampakkan wajahmu kepadaku lagi," ujar pemuda itu dingin. 

Meskipun dengan tenaga yang belum pulih benar, Kasto nyatanya mampu bangkit dengan cepat dan segera pergi dari tempat itu, membawa kemenangan telak untuknya.  

***

Pram sengaja menunggu Mila keluar dari gang, ia rela parkir di tempat itu bahkan sejak hampir satu jam yang lalu. Dan kesabarannya terbayar kala ia melihat gadis pujaannya telah berjalan menuju halte. 

DIN DIIIIN! 

Pram berhenti tepat di depan halte, membuat para calon penumpang lain memperhatikannya, tak terkecuali Mila yang bahkan terlihat heran karena ada Pram di tempat itu. 

"Ayo, naik!" Pram mengajak Mila dari balik kemudinya. 

Awalnya Mila merasa sungkan untuk menuruti tawaran bosnya itu, namun ia tahu karakteristik pria itu, tak akan berhenti jika keinginannya belum terkabul. 

"Ayo!" teriak Pram. 

Mila akhirnya masuk kedalam mobil Pram. Lelaki itu tampak puas karena telah berhasil membawa gadis pujaannya untuk berangkat menuju toko. 

Mila seperti sulit untuk menemukan topik pembicaraan diantara mereka, hingga akhirnya perjalanan itu berlalu hanya dengan suara bising kendaraan dan klakson karena suasana jalanan yang macet dan sesak. 

Hingga akhirnya Mila menyadari bahwa jalan yang mereka lalui bukanlah jalan menuju ke arah toko kue. 

"Kak, kita mau kemana? Bukanlah ini bukan jalan menuju Hanum Bakery?" tanya Mila heran. 

"Memang bukan, kita akan sarapan dulu," jawab Rafin. 

"Aku sudah sarapan kak." Mila terlihat keberatan jika harus pergi sarapan berdua dengan bosnya itu, ia masih takut dengan anggapan miring karyawan lain tentangnya. 

"Kalau begitu temani aku sarapan. Tempat makan kali ini adalah tempat favoritku, semua menu yang ada di sana adalah kesukaanku." Sepertinya Mila kali ini tak mampu menolak keinginan Pram, karena pada kenyataannya setiap apapun yang disangkanya tak akan diluluskan oleh pria disampingnya. 

***

Rafin tiba di sebuah cafe yang terletak di pinggiran kota. Rupanya orang yang ingin dia temui telah berada di sana. 

"Bagaimana?" tanya Rafin to the point tanpa basa-basi. 

"Sabar bro, kau tak mau pesan minuman dulu?" tanya

"Pesanan seperti biasanya." jawab Rafin kepada para pemuda yang ternyata adalah sahabatnya. 

"Mila punya perjalanan hidup yang sangat rumit Fin. Ayahnya pergi karena ada semacam sabotase di perusahaan mereka. Amarta Corp, aku mencoba untuk mencari informasi tentang perusahaan itu, namun nihil. Sepertinya ada pihak yang sengaja menghilangkan jejak perusahaan itu. Gedungnya sendiri kini telah kosong setelah terjadi kebakaran hebat, beberapa saat setelah Puguh Amarta telah menghilang. Ia adalah ayah Mila. Ibunya bahkan meninggal setelahnya, namun karena sakit." Tommy memberikan informasi yang didapatkan dari beberapa sumber yang terpercaya. 

Rafin menyesap gelasnya saat seorang waitress cantik mengantarkan pesanannya.

" Ada sebuah rahasia lagi, Puguh Amarta ternyata memiliki seorang anak lelaki yang telah pergi saat usia Mila masih kecil. Kemungkinan usianya sekarang dia puluh sembilan tahun. Namun keberadaanya kini belum ku ketahui. Sedangkan alasan kepergiannya juga belum ku ketahui."

"Mila hidup berdua dengan adiknya, menumpang di rumah Kasto Amarta adik ayah kandung mereka setelah sepeninggal ibunya. Hidup dengan sangat sederhana, adiknya seorang gadis bernama Riska. Ia masih SMA, semua kebutuhan Mila yang menanggung. Dan tahukah kamu Fin? Ternyata dunia memang sempit. Karena ia ternyata adalah karyawannya Praminto. Ia bekerja sebagai waitress di toko kuenya." Tommy melihat Rafin memicingkan mata setelah mendengar jawabannya.  

"Terlalu banyak teka-teki dalam hidup gadis itu," kata Tommy mengakhiri laporannya. 

"Kasto pergi entah kemana waktu kuberikan tiga ratus juta itu padanya." Rio menambahkan laporan Tommy. 

"Tetap awasi pengacau itu, dan ku tunggu informasi selanjutnya." Rafin kemudian berdiri meninggalkan sahabat-sahabatnya. Ia memang terlalu sibuk dengan pekerjaanya di perusahaan. 

***

Pram membawa Mila memasuki sebuah pekarangan rumah mewah. Terlihat taman yang penuh bunga berada di sekeliling rumah itu. Seorang satpam tampak kembali menutup gerbang saat mobil Pram telah terparkir dengan sempurna. 

"Mau makan disini kak? Nggak salah? Kelihatannya ini bukan rumah makan." Mila mencoba meyakinkan diri bahwa Pram tidak salah alamat."

"Ini rumah Mamaku. Aku akan sarapan disini," kata-kata Pram berhasil membuat Mila terpaku di tempat. 

"Tak perlu takut, Mama gak makan orang. Sudah bosan katanya, ingin mencoba menu baru." Pram menggoda Mila dengan candaannya, karena gadis itu terlihat sangat tegang. 

"Ayo. Tak apa."

Pada akhirnya Mila mengikuti langkah Pram. Melewati ruang tamu, terlihat beberapa pelayan yang sedang sibuk dengan pekerjaannya. Mila sungguh tak pernah menyangka, ia akan memasuki rumah semewah itu. 

"Pagi anak ganteng ... , ayo sini masuk. Waaah, bawa gadis manis pula. Sini, kita sarapan bareng. Mama sudah masakin menu kesukaan kamu lho Pram," ujar Ny. Hanum pada anak semata wayangnya. 

"Ma, kenalkan ini Mila." Mila lantas mengulurkan tangannya pada wanita yang memiliki nama persis seperti nama toko kue tempat ia bekerja. 

"Mila yang kerja di toko kamu?" tanya Mama Pram tanpa tedeng aling-aling. Pram terlihat malu-malu dengan pertanyaan Mamanya, ia merasa seperti kedapatan bertingkah seperti seorang anak pengadu. Pram lantas mengalihkan pembicaraan Mamanya. 

"Kamu cantik sekali nak, pantas anak Mama sering banget ngomongin kamu." Ny. Hanum tidak menyambut uluran tangan Mila, namun malah memeluknya. Layaknya seorang ibu yang memeluk anak gadisnya. Mila terlihat menegang, namun akhirnya ia pun membalas pelukan itu. Bagaimanapun juga beliau adalah ibu dari pemilik toko tempatnya bekerja, jadi rasa sungkan itu ada. 

"Ayo Mil, kita sarapan bareng Mama, masakannya nomor wahid lho seantero jagad raya. Kamu pasti suka." Rupanya cara itu sangat manjur untuk mengalihkan perhatian Mamanya. 

"Kamu suka keterlaluan kalau memuji," ujar Ny. Hanum. 

"Aku gak bohong Ma, aku tadi sengaja buat gak makan apapun demi untuk menyambut makanan spesial Mama," sela Pram sambil mulai mengambil posisi duduk di kursi yang mengelilingi meja penuh makanan itu. 

"Kamu menganggap ini spesial karena masakan Mama memang enak atau karena ada Mila?" goda Mamanya. 

"Mana ada yang seperti itu sih Ma?" Pram sepertinya telah kehabisan kata-kata untuk menyangkal kenyataan yang baru saja dibeberkan oleh Mamanya. 

Dihadapannya terhidang menu sarapan yang menggugah seleranya. Nasi kuning dengan menu yang lengkap, mulai abon sapi, telur dadar iris, perkedel, ayam fillet tepung, kering tempe dan lalapan selada dan mentimun. 

"Waaah, lengkap banget Mah, beneran spesial ini. 

Mereka pun memulai sarapan dengan obrolan ringan, sangat terlihat bahwa Ny. Hanum menyukai Mila, begitupun sebaliknya. Mereka banyak mengobrol kan tentang kelucuan masa kecil Pram. Pemuda itu bahagia mendapati kedua wanita yang sangat dicintainya tampak akrab dan saling menyukai. Sepertinya rencana untuk mengungkapkan cinta pada Mila harus segera direalisasikan. Ia berharap dunianya akan semakin lengkap dengan kehadiran Mila dihatinya. 

-TBC

By. Rinto Amicha

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status