Share

Bab 4. Kabur

Penulis: Arandiah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-01 11:56:35

"Berhenti di sini saja, Pak" pinta Kirana pada si sopir taksi.

Setelah memberi supir itu beberapa lembar uang dan tips, karena perjalanan yang begitu jauh, Kirana segera turun di persimpangan jalan dan berjalan kaki untuk menuju ke sebuah rumah kecil yang tampak rapi di luar.

Rumah itu merupakan peninggalan dari kakeknya untuknya. Bahkan kepemilikannya sudah atas nama Kirana sejak wanita itu berusia 16 tahun.

Beberapa bulan belakangan, Kirana kembali mempekerjakan orang untuk merapikan rumah ini, karena dia memang berniat untuk tinggal di sini setelah bercerai dari Ardan.

Namun, ternyata bukannya bercerai, dia malah kabur tanpa ada perceraian sama sekali.

Kirana menatap rumah itu dengan rindu. Bentuknya sama sekali tidak berubah, selain beberapa pohon yang dulu ia tanam sudah mulai tumbuh semakin rimbun.

Dulu kakeknya sering kali mengajaknya kabur ke sini kalau Mama dan Papanya melakukan sesuatu yang membuat perasaannya terluka.

Biasanya mereka akan berjalan-jalan melihat perkebunan, atau memancing di sungai yang tak jauh dari rumah.

Kemudian, mereka akan membakar ikan yang mereka tangkap menggunakan api unggun.

Ingatan itu membuat Kirana merasakan matanya berembun.

Kini ia pasti telah mengecewakan kakeknya sangat dalam dengan kabur dari pernikahannya dengan Ardan.

Kirana menghela napasnya panjang sembari meredakan rasa sesak di hatinya.

Walaupun fisiknya bisa bertahan, tapi hatinya benar-benar sudah lelah dan tidak ingin berhubungan dengan keluarga Wijaya ataupun keluarganya lagi.

Kirana lalu membuka pintu rumah itu dengan perlahan. Indera penglihatannya semakin tajam lantaran pencahayaan yang kurang.

"Syukurlah, masih ada jaringan internet. Jadi aku bisa mengakses ponsel baruku."

Kirana lalu berjalan menuju ke kamar dan mengeluarkan semua amunisi yang sudah ia persiapkan.

Ponsel baru, kartu baru, hingga semua berkas-berkas tersusun rapi di laci meja kamarnya.

Semua itu sudah ia seludupkan sejak seminggu lalu.

Ternyata rencananya berhasil.

Kirana tersenyum tipis, kemudian mulai mengganti gaunnya dengan pakaian yang lebih santai.

Sedangkan di sisi lain, Ardan tengah murka mencari keberadaan sang istri. Bahkan Bagas tak luput dari kemarahan bosnya.

"Apa dia sudah bisa dihubungi?" Tanya Ardan tak sabaran.

Pria itu sudah berkali-kali mencoba untuk menghubungi Kirana, tapi hasilnya tetap sama.

Bagas yang mendengar pertanyaan dari sang bos tersentak kaget, bercampur rasa takut yang menyelimuti dirinya. Baru kali ini ia merasa tertekan selama bekerja di bawah naungan Ardan Wijaya.

Dengan cepat ia mengecek semua hal yang berkaitan dengan istri bosnya tersebut. Hingga akhirnya ia menemukan sebuah titik terang, yang bisa menyelamatkan dirinya dari amarah yang tak terbendung milik Ardan.

"Pak, GPS  di ponsel Nyonya sudah aktif dan kini keberadaannya sudah bisa dilacak." Bagas tergopoh, berlari untuk menunjukkan temuannya saat ini pada sang bos.

Ardan yang mendengar hal itu langsung bangkit dari duduknya. "Apa yang kau tunggu? Cepat cari wanita itu!"

Tanpa menunggu lebih lama lagi, Bagas pun membawa Ardan ke tempat lokasi di mana ponsel Kirana terlacak. Namun, sesampainya di lokasi, Ardan hanya bisa mengerutkan kening dengan kesal.

Sebab, lokasi yang ditunjukkan adalah di sebuah taman kota yang kosong. Tidak ada siapa pun di sana.

"Bagas, sebaiknya kamu berhenti bermain-main!"

"Saya yakin lokasi ponsel Nyonya ada di sekitar sini, Pak. Sebab titik koordinatnya menunjukkan demikian.

"Cepat cari wanita itu sampai dapat dan jangan biarkan dia pergi!"

'Kirana, kamu ini benar-benar. Sebegininya kamu menginginkan perhatianku.” gumam Ardan dengan geram.

"Pak! Saya menemukan ponsel Nyonya!" Pekik Bagas menghampiri Ardan.

Pria itu berlari sambil menunjukan ponsel tersebut. Secepat kilat, Ardan meraih ponsel Kirana dari tangan Bagas.

"Sial! Berani-beraninya dia mempermainkanku! Bagas, cabut semua fasilitas untuk keluarganya sekarang juga, termasuk uang saham di perusahaan ayahnya. Aku ingin melihat dia keluar dari lubang persembunyian dan memohon padaku!”

Perkataan Ardan membuat Bagas terdiam. Lalu, dengan hormat ia menganggguk dan kembali masuk ke dalam mobil.

Kini Bagas berpikir kalau riwayat Kirana sudah tamat, karena dia tahu kalau bosnya itu sama sekali tidak pernah main-main dengan ucapannya.

Sesampainya di kantor, Ardan langsung menerima telepon dari keluarga Kirana.

Pria itu menyunggingkan seringai tipis dan matanya menatap tajam ke arah ponsel.

"Lihatlah, Kirana. Apa keluargamu akan melepaskan kepergianmu begitu saja?"

"Ardan, tolong jelaskan kenapa kamu menarik saham yang ada di perusahaan kami? Apa terjadi sesuatu?" tanya Bisma. Suara pria itu terdengar gusar.

"Itu memang benar. Aku yang memerintahkan semua saham itu ditarik".

"Kenapa?" Tanya Bisma terbata.

"Kirana pergi dari rumah dan tidak tahu ke mana. Bukankah kalian yang menyuruhnya pergi?" ucap Ardan dengan santai.

"Apa? Tidak, Ardan. Kami tak pernah menyuruhnya pergi. Tunggu sebentar ya, Papa akan mencari anak tidak tahu diuntung itu secepatnya dan akan mengirimnya kembali.”

Setelah itu, Bisma tak lagi bicara dan langsung memutuskan sambungan telepon secara sepihak.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
ortunya numbalin anaknya brengsek semoga tdk di temukan kirana pergi jauh
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
orangtuanya JAHANAM
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Terjebak Gairah (Calon) Mantan Suamiku    42. Bulan madu

    Setelah Bagas pergi, Ardan kembali ke ruang makan. Kirana sudah duduk di sana, punggungnya tegak, sambil menatap kosong ke arah luar jendela. Cahaya pagi menerpa wajahnya yang pucat, menonjolkan garis-garis kelelahan di bawah matanya. Ardan mendekat, dengan hati berdebar-debar. Kemudian ia menarik kursi dan duduk di hadapan Kirana."Kirana," katanya lembut, suaranya berusaha meredam ketegangan yang masih terasa di antara mereka. Kirana tidak menjawab, wanita itu hanya diam, dan tatapannya tetap tertuju pada taman kecil di luar.Tak lama kemudian, Ardan meraih tangan Kirana, jemarinya yang dingin terasa di genggamannya. "Aku tahu, aku telah menyakitimu. Aku tahu kata-kata tak cukup. Tapi aku mohon, beri aku kesempatan untuk membuktikannya. Tolong jangan bersikap dingin seperti ini. Aku tidak bisa, Kirana." Ia merasakan getaran halus di tangan Kirana, seolah-olah wanita itu sedang mempertimbangkan ucapannya.Kirana akhirnya menoleh, matanya menatap Ardan dalam-dalam, penuh dengan

  • Terjebak Gairah (Calon) Mantan Suamiku    41. Ingin bulan madu

    Seminggu telah berlalu sejak kepulangan Kirana dari rumah sakit. Rumah itu sunyi, sunyi yang berat, dipenuhi ketegangan yang tertahan di antara Ardan dan Kirana. Kirana, pucat dan lemah, sering terbangun di malam hari, mimpi buruk tentang masa lalu menghantuinya. Meskipun Ardan selalu ada di sisinya, namun sikap kakunya masih terasa, seperti tembok es yang memisahkan mereka.Pagi hari ini, Ardan menyajikan sarapan—bubur—dengan tangan yang gemetar sedikit. Kirana menatapnya, matanya dipenuhi keraguan. Udara di antara mereka terasa kental, dipenuhi ketegangan yang tak terucapkan."Terima kasih," kata Kirana, suaranya hampir tak terdengar, seperti bisikan.Ardan hanya mengangguk singkat, matanya tak berani menatap Kirana terlalu lama. Ia merasakan beban berat di dadanya, beban penyesalan yang tak terkira."Tapi kau… kau tidak perlu repot-repot," kata Kirana, suaranya sedikit lirih, tapi nadanya sedikit menusuk. "Kau bukan orang yang mau repot-repot melayani orang lain, terutama di

  • Terjebak Gairah (Calon) Mantan Suamiku    40. Dengan syarat

    Permintaan Kirana untuk bercerai mendarat di hati Ardan seperti batu besar yang menghancurkan kedamaian. "Lepaskan aku..." Kata-kata itu bergema di kepalanya, setiap suku kata menusuk relung hatinya yang paling dalam. 'Tuhan, apa yang telah kulakukan?' Ia meremas telapak tangannya, kuku-kukunya menancap ke kulit, tanda ketegangan yang luar biasa. Air matanya seperti akan tumpah, namun ia tahan. Ia harus kuat, setidaknya untuk saat ini. Ia menatap Kirana, wanita yang dicintainya, wanita yang telah ia sakiti dengan begitu kejam. Wajahnya pucat, matanya sembab, namun tetap ada kekuatan yang terpancar dari tatapannya – kekuatan untuk mengakhiri semuanya. 'Aku pantas mendapatkannya,' batinnya, rasa bersalah menggerogoti jiwanya. Ia telah menghancurkan rumah tangga mereka, menghancurkan harapan akan hadirnya buah hati mereka. "Kirana…" suaranya serak, nyaris tak terdengar. Ia ingin memohon, ingin menjelaskan, ingin membalikkan waktu, namun kata-katanya seakan tercekat di tenggorokannya. Ia

  • Terjebak Gairah (Calon) Mantan Suamiku    39. Pilihan

    Kirana menggeleng pelan, matanya masih tertuju pada jendela. "Aku ingin istirahat," katanya lirih, suaranya hampir tak terdengar. Keheningan kembali menyelimuti ruangan, lebih berat daripada sebelumnya. Ardan hanya bisa menatap istrinya, merasa ada jurang yang semakin dalam menganga di antara mereka. 'Entah kenapa hatiku terasa sakit saat Kirana terus-menerus menolak ku. Apakah aku benar-benar telah mencintai Kirana? Wanita yang ingin aku sakiti? Aku pasti sudah gila.' Ardan membatin sambil terus bertanya pada diri sendiri. Setelah beberapa saat terdiam, Kirana tiba-tiba bertanya, suaranya datar tanpa emosi, "Kenapa kau masih di sini? Kau selalu sibuk, Ardan. Dulu… dulu aku sampai mengemis agar kau mau sedikit memperhatikan aku." Kalimat terakhir keluar dengan suara bergetar, menahan tangis yang hampir pecah. "Sudah tidak ada alasan bagimu untuk mempertahankan pernikahan kita. Tujuanmu sudah tercapai. Aku sudah hancur seperti yang kamu inginkan. Hidupku juga berantakan atas keingina

  • Terjebak Gairah (Calon) Mantan Suamiku    38. Sikap dingin Kirana

    Tangan Ardan gemetar saat ia mengangkat panggilan dari Zara. "Halo?" bisiknya, suara serak karena kurang tidur dan beban perasaan yang berat. Di seberang sana, suara Zara terdengar cemas dan sedikit tinggi. "Ardan! Kau di mana? Kenapa kau tidak membalas pesanku? Aku sangat khawatir!" Ardan menghela napas panjang. "Aku… aku di rumah sakit, Zara. Ada sedikit masalah." Ia berusaha menjaga suaranya tetap tenang, meskipun jantungnya berdebar-debar. "Masalah apa? Ceritakan padaku!" desak Zara. "Kau selalu menyembunyikan segalanya dariku." Ardan melirik ke arah Kirana yang masih tertidur pulas. "Ini… ini bukan waktu yang tepat untuk menjelaskannya, Zara. Aku butuh waktu." "Waktu? Ardan, aku sudah tidak tahan lagi! Kau selalu mengulur-ulur waktu! Aku tahu kau masih bersama wanita itu, Kirana! Kau harus menceraikannya!" Suara Zara semakin meninggi, diselingi isak tangis. Ardan menggigit bibir bawahnya. Ia tahu Zara tidak akan mengerti. "Zara, dengarkan aku. Situasinya sangat rumit. Jangan

  • Terjebak Gairah (Calon) Mantan Suamiku    37. Penyesalan besar

    Jam berlalu dengan lambat. Di ruang perawatan rumah sakit, Ardan menatap Kirana yang terbaring lemah. Wajah istrinya pucat, namun tatapannya kosong, tanpa sedikitpun rasa hangat yang pernah Ardan kenal. Kirana berubah. Ia cuek, ucapannya singkat dan ketus, seakan menciptakan dinding es di antara mereka. Meskipun Ardan melihat air mata yang sesekali lolos dari sudut mata Kirana, ia hanya mendapatkan perlakuan dingin. Ia mencoba menghibur, menawarkan segelas air, membantu Kirana mengganti posisi tidur, semuanya dibalas dengan helaan nafas panjang dan tatapan yang menusuk. "Ini sup ayam, Kirana. Semoga kamu suka," kata Ardan lembut, menyodorkan mangkuk sup. Kirana menerima mangkuk itu tanpa sepatah kata pun, lalu menatapnya dengan tatapan yang seakan mengatakan, "Apa urusanmu denganku?" Ardan menghela napas. Ia tahu, ucapannya yang kasar, sikapnya yang dingin di masa lalu, telah menorehkan luka yang begitu dalam di hati Kirana. Luka yang tak semudah itu disembuhkan. "Aku… aku sangat

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status