Home / Romansa / Terjebak Hutang Bos Muda / Bab 2. Tamu dari masa lalu

Share

Bab 2. Tamu dari masa lalu

Author: HasenV
last update Last Updated: 2024-01-14 22:16:00

"Sayang, kenapa berdiri di situ?" Lingga sudah berdiri, menyambut kedatangan Reva yang masuk tanpa mengikuti aturan.

Sementara gadis yang disambut malah menengok sekeliling, mencari tahu siapa yang dipanggil dengan sebutan sayang.

Lingga lekas menutup pintu ruang kerja, menarik Reva ke dalam rengkuhan. Hanya bisa pasrah, ia menatap lengan kokoh itu dengan wajah cemberut.

"Dia yang aku ceritakan padamu," ucap Lingga bangga. Lelaki dengan jas rapi di depan sana terkejut mendapati Reva, ia hanya tersenyum canggung.

"Jadi, benar kalian cinta lama bersemi kembali?"

"Hah?" Dengan tampang bingung, Reva menatap Lingga penuh tanya.

"Aku tidak pernah bohong, Do," ucap Lingga dengan senyum kemenangan.

"Kenapa waktu itu, kamu tidak jujur saja, Rev?" Aldo masih tersenyum, meski terlihat ada kekecewaan dari sorot matanya.

Reva yang mulai mengerti arah pembicaraan mereka, hanya mengikuti alur permainan Lingga.

"Dulu aku malu mengakuinya," ucap Reva disertai tawa yang terdengar dibuat-buat.

Seingatnya, saat mereka masih SMA, Lingga tidak setampan sekarang, hanya siswa biasa yang kebetulan disukai siswi tercantik di sekolah. Hingga terdengar kabar, ia dan Lingga pernah menjalin kasih. Ya, rumor itu tak lain Lingga yang membuatnya.

Mendengar jawaban tersebut, Lingga dan Aldo saling pandang.

Dalam hitungan detik, keduanya tertawa, tawa yang terdengar sumbang di telinga.

"Kenapa malu. Apakah aku seburuk itu?" Lingga melirik ke arah gadis yang tingginya hanya sebatas pundak.

"Seingatku begitu," jawab Reva malas.

"Sekarang kamu percaya kan, Do? Aku dan Reva, memang saling mencintai dari dulu sampai saat ini."

Mendengar penuturan Lingga, Reva nyaris saja tersedak ludahnya sendiri. Dia menatap Lingga dengan wajah yang luar biasa kesal.

"Jangan menatapku seperti itu, sayang." Lingga tersenyum, tiba-tiba melirik Reva. Terlihat tampan, tapi seperti sebuah ancaman.

"Jadi, ini semua masih dengan drama masa lalu?" tanya Reva yang lebih ditujukan untuk Lingga.

"Drama apa?" Aldo mengernyit.

"Masih tentang rumor aku dan Lingga di masa lalu?"

"Hey! Ini bukan rumor sayang." Lingga terlihat tak terima. Lelaki itu meremas bahu Reva hingga gadis itu nyaris kesakitan.

Aldo terkekeh melihat adegan di depan mata. Seingatnya, Lingga dan Reva tak pernah sedekat itu, hanya pengakuan Lingga tanpa pembenaran dari Reva.

"Oke, aku masih ada pekerjaan lain. Lingga, jaga Reva baik-baik." Aldo berjalan mendekat ke arah keduanya. "Rev, boleh aku minta nomor ponselmu?" Terlihat tak ada gurat bercanda di sana. Meski di samping gadis itu, Lingga menatap dengan sorot mata kepemilikan.

Reva yang memang berteman baik dengan Aldo saat SMA, hendak menerima ponsel lelaki itu. Hingga remasan kecil terasa di bahu, lengan Lingga berpindah menggenggam tangannya dengan lembut. Seolah memberi sinyal agar ia menolak menerima ponsel yang diulurkan Aldo.

"Maaf, aku lupa kalau ...." Reva bingung hendak mencari alasan.

"Tidak apa-apa, sayang." Senyum manis tersungging di bibir Lingga, hanya sebagai alibi semata karena kenyataannya, lelaki itu malah mencengkeram tangan Reva dengan kuat.

"Aku tidak bisa, karena menghargai Lingga sebagai kekasihku saat ini, maaf."

"Meski hanya sebatas teman lama yang ingin berkomunikasi? Wah, komitmen kalian sungguh kuat." Aldo tersenyum, kentara menyembunyikan rasa kecewa.

Tanpa sepatah kata, punggung Aldo menghilang di balik pintu, meninggalkan sejuta tanya yang tak mungkin bisa tersentuh lagi.

Lingga melepas genggaman tangannya dengan kasar, menatap Reva dengan sorot mata datar.

"Kamu kekasihku, Nona. Haruskah kuingatkan berulang kali?!" Lingga menatap lekat, wajahnya nyaris mendekat.

"Dasar laki-laki tidak waras!" Reva melangkah mundur memberi jarak.

"Sepertinya, aku harus mengulangi kejadian semalam," ucap Lingga dengan wajah dingin. Reva yang masih terlihat berani, terus melangkah mundur hingga punggungnya menyentuh permukaan dinding.

"Berhenti Lingga atau aku teriak!"

"Silakan, ruangan ini kedap suara. Teriak saja sesukamu." Wajah Lingga kian mendekat, bahkan embusan napasnya terdengar memburu.

"Berhenti Lingga!" Reva menahan bahu kokoh itu dengan mata setengah terpejam, antara takut dan mencoba melawan.

Sementara Lingga yang melihat ekspresi ketakutan Reva, terlihat senang. Hingga tanpa sadar, ia sedikit memberi jarak.

Dalam diam, Reva memperhitungkan peluang untuk kabur, gadis tersebut lekas mendorong Lingga hingga memberi ruang gerak yang lebih leluasa, sedikit berlari hingga menyentuh pintu keluar dengan tergesa.

"Sungguh sial sekali," gumam Reva dengan bibir mengerucut. Bagaimana bisa, ia bertemu Lingga setelah enam tahun tak berjumpa. Di sepanjang lorong, gadis itu terus saja mengumpat.

Dulu saat pertama kali bekerja di sini, bukan Lingga yang mengelola, melainkan Ibu Reswari dan beberapa bulan ini berpindah kepemilikan. Siapa sangka kalau Lingga adalah putra dari Ibu Reswari?

Memikirkan hal itu, membuat Reva jadi kesal sendiri.

***

"Disuruh apa lagi?" tanya Adisti iba. Saat ini, keduanya menghabiskan jam makan siang di sebuah warung makan dekat pasar.

"Hanya disuruh menemani Pak Lingga, bertemu teman lama," ucap Reva lesu.

"Hah! Teman lama?" Adisti terlihat heran.

Reva mengangguk, melihat kuah soto yang tinggal separuh.

"Dis, kamu ada simpanan tiga juta?" tanya Reva tak enak hati. Ia juga tahu kondisi keuangan Adisti, tapi tak tahu ke mana lagi mencari solusi.

"Kenapa?" Gadis dengan lesung di pipinya terlihat curiga. "Jangan bilang, kamu terjerat hutang?"

Reva menghela napas lalu mengangguk.

"Pak Lingga, aku berhutang padanya."

"Apa tidak bisa dengan sistem potong gaji?" tanya Adisti mencari solusi.

"Harus cash," jawab Reva lesu.

"Kenapa seperti itu? Bukannya Bu Reswari dulu ...."

Ponsel Reva berbunyi, sederet huruf terpampang di layar. Seketika ia mengisyaratkan Adisti untuk diam.

"Halo, Pak!" Reva sudah menempelkan ponsel di telinga.

"Iya, Pak. Baik," ucap gadis itu menggeser layar dan kembali memasang wajah lemas tak bertenaga.

"Kenapa lagi?" Adisti mengernyit, kalau dipikir-pikir Reva terlihat sibuk sekali.

"Ada urusan, aku duluan ya."

Tergesa memasuki pintu belakang, Reva segera menuju ke ruang pantry yang dibuat untuk fasilitas karyawan.

Selain itu, ada mess karyawan di belakang toko, meski tidak di belakang persis. Itulah alasan mengapa ia enggan diantar oleh Lingga, takut menjadi rumor tak sedap di lingkungannya .

"Loh, Mbak Reva. Tumben buat kopi?" tanya Bu Wati, beliau terlihat menenteng bungkusan makanan.

"Baru istirahat ya, Bu." Reva lebih memilih mengalihkan pembicaraan.

"Iya, Mbak."

Aroma kopi tercium harum, air panas yang masih mengepul itu sudah berpindah pada cangkir keramik warna coklat muda. Senyum jail terbit di sudut bibir.

"Duluan ya, Bu," ucap gadis tersebut dengan senyum ramah. Wajahnya terlihat gembira, meski debaran dada tak bisa dipungkiri.

"Selamat siang, sayang," ujar Reva tanpa mengetuk pintu. Sedikit kesulitan saat membawa nampan.

"Dia siapa?" tanya seorang gadis yang duduk di hadapan Lingga. Wajah itu terlihat asing di ingatan, tapi saat pertama kali memandang, terkesan cantik dengan polesan bedak tipis.

"Ma--af, mau mengantar kopinya Pak Lingga," ucap Reva terbata. Tiba-tiba saja perasaannya menjadi tak enak.

"Kopinya buat dia," tutur Lingga dengan isyarat mata.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terjebak Hutang Bos Muda   Bab 27

    Reva pulang ke rumahnya dengan perasaan bingung dan terluka. Dia tidak tahu harus berpikir apa tentang Lingga dan Tyas.Dia merasa bahwa Lingga telah menyembunyikan sesuatu yang penting dari dirinya.Dia melempar tasnya ke sofa dan jatuh terduduk di sana, membiarkan kepala tertunduk di antara kedua lutut. Air mata mulai mengalir dari mata, membasahi wajah yang pucat akibat berita tak terduga.Bagaimana bisa Lingga menyembunyikan sesuatu yang sebegitu penting dari dirinya? Apa Lingga mempermainkannya? Apakah dia masih mencintai Tyas?Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepala Reva, membuatnya merasa semakin bingung dan terluka.Keesokan harinya, Reva masih belum bisa menghilangkan perasaan sedih dan kecewa dari hatinya.Dia mencoba untuk fokus pada pekerjaannya di toko roti, tapi pikirannya terus kembali ke Lingga dan Tyas.Tiba-tiba, pintu ruang produksi terbuka dan Lingga masuk ke dalam. Dia terlihat serius dan khawatir, membuat Reva merasa bahwa dia pasti datang untuk menjel

  • Terjebak Hutang Bos Muda   Bab 26

    Reva dan Lingga memasuki butik mewah yang terletak di pusat kota, bangunan itu dikelilingi jendela besar yang membiaskan cahaya matahari. Interiornya terlihat elegan dengan dekorasi klasik modern.Reva terpikat dengan jajaran baju pengantin yang terpampang nyata. Sentuhan jemarinya merasakan kelembutan kain itu.Lingga mengamati wajah cantik Reva dengan senyum tipis, matanya menyipit terlihat tampan.Seorang pegawai toko, dengan name tag Rina menyambut."Selamat datang Tuan dan Nyonya, ada yang bisa dibantu?" tanya pegawai itu sopan.Pria itu tersenyum dan mengambil tangan Reva. "Kami sedang mencari baju pengantin untuknya," kata Lingga."Kebetulan, kami memiliki koleksi baju pengantin terbaru dari desainer terkenal. Mari saya tunjukkan."Dengan gerakan anggun, Rina memperlihatkan deretan gaun yang dimaksud. Lampu kristal di atas mereka, tergantung memancarkan cahaya lembut, membuat gaun-gaun tersebut berkilau seperti permata."Apakah Anda memiliki preferensi tertentu?" tanya Rina mem

  • Terjebak Hutang Bos Muda   Bab 25 Ancaman Tyas

    Setelah pertemuan empat mata kemarin, malam ini Reva menjadi semakin pendiam. Ia duduk seorang diri di sebuah kafe yang disinari cahaya lampu, berbentuk lampion kecil di beberapa sudut.Ia termenung menatap spageti dengan saus kesukaannya yang belum tersentuh.Reva sangat mengerti dengan alasan Bu Ratri, beliau hanya ingin melindungi Lingga dari keluarga bermasalah sepertinya.Ia kembali marah pada dirinya. Mengapa tidak dapat melunasi hutang selain dengan cara pernikahan.Dia benar-benar terjebak pada dua sisi."Mengapa aku harus terluka sejauh ini untukmu ayah? Kenapa aku dilahirkan hanya untuk menjadi mesin uangmu?" Air mata Reva meleleh, meski tak ada isakan keluar dari bibir merahnya.Seorang lelaki tiba-tiba duduk di hadapannya, rambut hitam itu tampak berantakan, meski begitu, menambah kesan maskulin."Kenapa di sini?" tanyanya penuh empati. Ia membawa secangkir kopi yang entah ia dapat dari mana."Aldo?" Mata Reva membulat. "Bagaimana kamu tahu aku di sini?"Lelaki yang bernam

  • Terjebak Hutang Bos Muda   Bab 24 Pilihan yang sulit

    Mentari bersinar melalui sela-sela jendela kaca, memancarkan cahaya emas yang menghangatkan kulit.Aroma manis kue dari pemanggang menguar di udara, sementara suara pengaduk adonan terdengar bising, menjelaskan betapa sibuknya ruangan itu."Jangan melamun, Rev." Adisti mengetuk meja kerja Reva. Membuyarkan lamunan gadis berkulit bersih itu.Reva tersenyum lelah, menggosok pundak yang terasa pegal. "Hai, Dis. Aku capek banget. Adonan donat ini bikin aku pegal."Adisti tertawa renyah."Udah, aku bantuin aja. Kamu istirahat dulu," ucap gadis berlesung pipi.Lingga tiba-tiba saja muncul dari balik pintu ruang produksi, tubuh tinggi dengan wajah tegasnya sedikit menggetarkan hati Reva."Reva, aku butuh bicara denganmu." Tatapan itu terlihat mengintimidasi.Wajah Reva seketika berubah, dengan terpaksa ia mengekor pada langkah kaki Lingga. Meninggalkan tatapan penuh tanya pada rekan kerjanya.Gadis berusia dua puluh lima tahun itu melihat punggung kokoh yang tertutup kemeja putih tulang, kedu

  • Terjebak Hutang Bos Muda   Bab 23 Cinta atau kewajiban.

    Reva mencengkram lengan Lingga kuat, keraguan masih terukir di wajahanya saat Lingga mengarahkan langkah ke rumah mungil itu."Kenapa kamu tidak antusias?" Lingga bertanya, heran.Reva terdiam sejenak, tidak merasakan rindu pada bangunan masa kecilnya.Seorang gadis belia keluar dari rumah, tersenyum ceria. "Kakak, apa kabar?" Ia memeluk Reva hangat.Gadis itu mundur selangkah, melihat dengan rasa ingin tahu. "Pacar Kakak?" Matanya melirik sekilas ke arah Lingga.Lingga menatap sekeliling ruangan, bangunan tua dengan dominasi warna putih dan coklat terlihat terawat dengan baik.Dua cangkir teh hangat disajikan, masih terlihat mengepulkan uap panas. Aroma teh yang harum menguar memenuhi indra penciuman."Silakan diminum, Nak," kata lelaki tua itu dengan senyum hangat."Terima kasih," jawab Lingga, ia meraih cangkir perlahan. Matanya menatap lurus, seolah menelisik jiwa ayah Reva di depannya saat ini."Saya hendak melamar Reva." Lingga menyatakan maksudnya dengan tenang, tangannya melet

  • Terjebak Hutang Bos Muda   THBM 22

    Reva yang sedang bersusah payah mencerna jawaban Lingga, lekas mendapat sentilan di dahi."Aku tidak mengerti," ucap Reva mengalihkan pandangan ke arah alas kaki."Apa yang bisa aku bantu?" Lingga berjalan di lorong apartemen lalu menekan sandi yang masih sama dengan kode ponsel Reva."Hutang Ayahku." Suara Reva tercekat. "Rumah kami disegel, jika dalam seminggu tidak melunasi hutang.""Disegel?" Lingga mengerutkan kening. Reva mengangguk lemah, ia merasa malu jika harus menceritakan lebih lanjut."Datanglah besok dan berhenti berpura-pura tidak tahu maksudku," ucap Lingga datar.Reva menunduk, menggigit bibir merasa harapannya akan sia-sia. Memberi hati pada Lingga, bukan sesuatu yang sulit, pria itu tampan, mapan dan terkadang baik. Hanya saja, perbedaan kasta mereka sulit ditembus terlebih Bu Reswari, tidak akan memudahkan hubungan mereka."Aku permisi, Lingga." Reva berbalik lantas berjalan meninggalkan Lingga.Pagi ini suasana begitu hangat, langit pun terlihat cerah biru. Tak ad

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status