Share

Bab 3 l Karma sendiri!

"Apa maksud Paman bilang gitu?" tanya Nengsih dengan suara bergetar.

Namun Awan malah melirik ke arah Ayla tanpa mengatakan apapun.

"Oh ... Gitu ya. Lu hasut Paman ternyata!" tuduh Nengsih.

Sembari mengangguk-anggukkan wajahnya, Nengsih melotot ke arah Ayla. Namun Ayla seolah tak paham apa yang Nengsih maksudkan. Ayla justru malah melirik Awan seolah ingin tahu apa maksudnya. Awan yang mengerti kebingungan Ayla, segera membuka suara.

"Tutup mulutmu Nengsih!" sergah Awan.

"Pikiran busukmu itu sudah mendarah daging! Bahkan disaat seperti ini kau tidak belajar. Padahal hanya Kakak iparmu ini yang selalu ada, tapi ...." Awan menggantung ucapannya lantas menghela nafas lemah seolah meredam emosinya dengan susah payah lalu mendekat ke arah Riya.

"Masa bodoh lah dengan pikiranmu itu!" gerundel Awan tak mau ambil pusing menyikapi sikap kekanakkan Nengsih.

"Riya, ini ulahmu sendiri yang selalu bermulut pedas. Kata-katamu sendirilah yang menghukum dirimu. Bahkan seandainya dokter pun, mungkin tak akan sanggup mengembalikan kesehatanmu seperti sebelumnya," ujar Awan dengan suara berat.

"Paman! Apa sih maksud Paman! Kalo gak mau bantu, yaudah pergi aja!" bentak Nengsih.

Sambil menjauhkan pria paruh baya itu dari ibunya, ia menatap tajam ke arah Awan. Sifat aslinya muncul kembali kala menyadari bahwa Awan pun tak berniat untuk memberinya bantuan. Sikap ramah tamahnya berubah kembali menjadi garang dan ketus. Namun tanpa mengacuhkan Nengsih, Awan mendekat ke arah Riya lantas meraihnya.

"Ayla, bantu Paman mengangkat mertuamu," ajak Awan kepada Ayla.

"Mau dibawa kemana Ibu?! Biar aku panggil Bah Sana aja sendiri! Jangan ada yang bawa Ibu kemana-mana!" bentak Nengsih sambil berlari keluar.

"Ku peringatkan kalian! Jangan ada yang berani bawa Ibu kemana-mana!" ancamnya sebelum akhirnya menghilang dari penglihatan Ayla dan Awan.

"Neng ... Sih .... Neng sih putriku!"

Tiba-tiba saja Riya terdengar meracau dengan suara lirih. Gegas Ayla segera menghampirinya lalu mendekatkan telinga ke wajahnya lantaran suara Riya yang sangat lemah, bahkan hampir tak terdengar. Awan yang berada di sana, mendecih saat melihat kondisi Riya. Tak sedikit pun tersirat rasa simpati di wajah pria itu.

"Ini aku Bu. Ayla. Ada apa Bu?" tanya Ayla.

"Ma ... na Neng ... sih," katanya terputus-putus.

"Kau sudah sadar Riya? Ini aku. Suami dari mendiang adikmu," ujar Awan. Ia buru-buru mendekat seolah sudah menanti kesadaran Riya.

"Awan? Kau kah itu?" tanya Riya dengan suara bergetar lalu meraba-raba udara seperti orang buta.

"Awan! Apa itu kau? Benar kau?" ulang Riya, kini dengan ekspresi ketakutan.

"Gelap! Kenapa gelap semuanya tidak terlihat!" teriaknya dengan panik.

"Diamlah Riya. Tak ada gunanya kau berteriak begitu! Inilah yang dulu Rida rasakan!" bentak Awan.

"Bagaimana rasanya?" tanya Awan kini sambil menyeringai.

Melihat cara Awan memperlakukan Riya, Ayla pun tercengang. Rasa takut seketika menjalar di seluruh tubuhnya. Terlebih kala ia melihat riak wajah Awan yang berbeda dari biasanya.

"Paman ...." katanya hampir berbisik.

"Iya Ayla. Wanita inilah-" ucapan Awan terhenti oleh teriakan Riya.

"Tidak!" jerit Riya secara tiba-tiba, seolah tak sadar, ia juga membentur-benturkan kepalanya ke dinding.

"Aku tak ingin berakhir seperti dia! Dia yang bodoh! Aku tak jahat! Aku tidak melakukannya! Dia sendiri yang bodoh!" teriak Riya lagi.

"Kau naif! Kau sendiri sama saja Awan! Kau juga tidak benar-benar mencintainya kan! Makanya kau juga ikut bersalah!" tambahnya.

"Diam!" bentak Awan sambil membekap mulut Riya sekuat tenaga dengan penuh emosi.

"Sejak mengetahui kebusukanmu, aku selalu membenci mulut kotormu yang usil ini! Kuharap aku punya keberanian untuk membu-"

"Paman! Hentikan. Aku tahu Paman orang yang baik, Paman sangat baik pada Mas Arta, padaku juga. Ingatlah kami berdua paman," bujuk Ayla tiba-tiba.

Ayla mencoba meluluhkan Awan yang seolah sedang dipuncak emosi. Entah apa pun yang membuatnya seperti itu. Yang pasti Ayla merasa tak heran, karna menurutnya, Riya memang selalu menyakiti perasaan orang lain.

"Jadi ternyata kau yang melakukan ini padaku Awan! Padahal kau tahu betul aku melakukan semuanya demi dirimu!" tuduh Riya membuat Awan kembali emosi.

"Apa? Untuk apa aku mengotori tanganku? Hahaha! Cih! Aku sama sekali tak melakukan apa pun!" decih Awan dengan ekspresi merasa jijik.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status