Semoga suka 😘😘 Up lagi besok di jam yang sama, jam 9 pagi waktu Indonesia .... Ikuti terus yaa kisah Buenda Vania Story . Untuk info terbaru bisa ikuti akun Buenda Vania di i g
Anak itu terlonjak dari gendongan Rasty hingga membuat ibunya kewalahan mengendalikan tubuh kecilnya. "Hati-hati, Reno ... nanti kamu jatuh!" ujar Rasty begitu panik. Tanpa sadar suaranya agak sedikit tinggi. "Tuyun, Unda! Tuyun!" Kekeh Reno minta di turunkan. Ada ketertarikan di mata bundar anak itu, semangatnya melebihi anak sehat. Rasty menurunkan Reno, dan anak itu langsung berlari ke arah Sanjaya. Senjaya tersenyum lebar, dirinya sudah bersiap menyambut keponakan tampannya. Namun, dia harus kecewa saat Reno melewatinya begitu saja dan malah memeluk kaki Devinka mesra. 'Ada apa ini? Aku, kan pamannya, kenapa Reno malah peluk Davinka?' Sanjaya, Sandy, Rasty, bahkan Dodi sama terkejutnya dengan Davinka saat bocah itu lebih memilih orang yang baru ditemuinya. 'Eh, anak ini kenapa? Kok, nyamperin gue?' Davinka tercengang. "Mommy Tante, gendong!" pinta Reno tanpa melepaskan pelukannya. Bocah itu memeluk kaki Davinka erat. Semua orang disana masih syok dengan sikap Reno yang ber
Devinka berjalan dengan sangat hati-hati, takut anak di dalam gendongannya terjatuh. Ini hal baru baginya, dia begitu antusias. "Apa anak-anak selalu seperti ini, emm … Nona—" Devinka menghentikan pertanyaannya karena tidak tahu nama ibu dari anak yang sedang digendong. "Rasty, panggil saya Rasty. Sepertinya usia kita tidak jauh berbeda," jelas Rasti yang tahu mengapa wanita ini menghentikan ucapannya. "Tidak semua anak-anak, Rino memang sangat spesial. Banyak perjuangan untuk mendapatkannya," jawab Rasty tersenyum tipis. Davinka melihat keengganan Rasty saat mengenang kelahiran putranya. Devinka duduk dengan sangat hati-hati dibantu oleh Rasty dan Sanjaya. Kemudian pria itu duduk di seberang kursi yang lainnya. Menatap Reno dan wanitanya yang begitu intim, seperti melihat ibu dan putranya. "Sandy, pergilah istirahat, besok pagi kita mengunjungi pabrik," pinta Sanjaya. Ini sudah diluar jam kerja sekretarisnya. Sandy sedikit membungkuk, "Baik, Tuan. Panggil saya jika butuh sesu
Sanjaya kembali bangun dari duduknya dan mengangkat Reno dalam gendongan Davinka, dengan hati-hati dia memberikannya pada Rasty. "Tidak sekarang Reno kecil bersama Davinka," ucap pria itu dengan suara yang sangat pelan. "Tap—" perkataan dua wanita cantik itu langsung terputus saat Sanjaya memberi instruksi agar diam, dan tidak membangunkan Reno. "Rasty, jaga anakmu, dia wanitaku!" tegas Sanjaya dingin. Dia tidak suka jika Davinka dekat dengan Reno. Walaupun Reno anak kecil, sepertinya dia memiliki insting yang sangat bagus. Udara disana untuk sesaat membeku, secara tidak langsung Sanjaya telah mengumumkan pada publik Davinka adalah miliknya yang tidak ingin dibagi dengan siapapun. Rasty ternganga. 'Apa kebiasaan buruk kakakku sudah sembuh?' dalam hatinya dia bersorak. Setelah memastikan Reno masih tidur pulas, Sanjaya menarik lengan Davinka dan memintanya bangun. "Kita masih ada urusan yang mau dikerjakan. Malam ini kamu lembur!" bisiknya di telinga wanita itu yang mampu membu
'Eh! Kenapa jadi gue yang goda dia?' tanyanya pada dirinya sendiri. Wanita itu terlihat frustasi dengan wajah yang merah padam. Jelas ini bukan maunya Davinka. Memakai handuk kecil yang pas membalut tubuhnya adalah ketidakberdayaannya. Daripada menjadi tersangka, Davinka memilih menjadi pelaku kejadian. Dia mengangkat wajahnya tinggi, menggenggam simpul handuknya seolah takut jatuh, mulai berjalan dengan lengokan bak peragawati dengan gerakan slow motion. Sanjaya yang melihatnya sampai terperangah, pria itu sampai sulit menelan ludahnya sendiri, 'Apa dia benar-benar menggodaku? Sial, jika begini mana bisa aku menahannya!' Sanjaya sudah terjebak dengan godaannya sendiri. Kini wajah Sanjaya terlihat lebih menderita dari Davinka. Sanjaya benar-benar terjebak antara gairah dan perkataan dokter. Dia tidak sekejam itu untuk menghancurkan rahim seseorang. Menolaknya sama saja dengan menghianati juniornya. Ahhh, bagaimana i
Sandy menatap Rasty iba, dia pun sempat berpikir hal yang sama, Tuannya sudah pulih dari depresi. Buktinya, Tuanya hanya menginginkan tubuh Davinka, bukan wanita lain. "Pasti ada yang memicu amarahnya, Nona. Saya akan melihatnya," ujar Sandy menangkan. Sandy tidak ingin Rasty masuk dan membuat Tuannya semakin marah, yang mungkin akan melukai wanita itu. Pria itu mulai melangkah masuk saat suara benda jatuh kembali terdengar. "Tunggu Kak Sandy," Rasty menghentikan pergerakan Sandy. Saat pria itu menoleh, Rasty melanjutkan kata-katanya, "Biarkan Reno yang masuk, Kakak pasti luluh oleh Reno." Setelah mengatakan itu, Rasty langsung berbalik dan bergeser ke kamarnya. Sandy panik. Bagaimana bisa Reno masuk di saat seperti ini. Sanjaya pasti akan terlihat buruk di depan anak itu. Bagaimana jika Reno yang ketakutan. "Nona, tunggu!" teriaknya menghentikan Rasty. "Ada apa, Kak. Kita harus cepat, mungkin saja Kak Jay terluka!" Rasty semakin panik. Wanita itu kembali berbalik, tapi ucapan S
Sanjaya melepaskan dekapannya, merangkum wajah Davinka dengan kedua telapak tangan. "Berjanjilah, kamu tidak akan pergi dariku, Ra," pintanya penuh permohonan. Davinka menatap Sanjaya bingung. Walaupun dirinya sedang berperan menjadi Diandra, tapi pertanyaannya itu dilontarkan padanya. Davinka tidak bisa menjawab pertanyaan penuh permohonan itu. Dia bukan Diandra-nya Sanjaya, bukan? Dia Davinka-nya Yudha, pria yang terbaring koma di sebuah rumah sakit. Davinka hanya diam membatu dengan derai air mata. Baginya, janji adalah hutang. Sanjaya kini mencengkram rahang Davinka kuat. "Apa kamu tidak mencintaiku lagi, Ra? Apa tidak ada lagi cinta untukku? Katakan?!" Kebungkaman Davinka kembali membuat Sanjaya marah. "A-aku …." Davinka tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Apa yang harus dirinya jawab. Davinka dalam kebingungan. "Aagrhhhh…!" Dengan kuat, Sanjaya mendorong bahu Davinka. Istrinya ternyata sangat keras kepala. Jadi, ternyata benar Istrinya mencintai orang lain! "Ahh …,"
Sanjaya butuh jawaban wanita ini. "Ya, Tuan, tadi malam saya tidak sengaja—ahh!" Lagi-lagi Davinka tidak bisa melanjutkan ucapannya, pria itu langsung membopong tubuhnya dan kembali membaringkannya di atas ranjang. Sanjaya mengambil kotak P3K di atas nakas bekas Davinka mengobati lukanya. "Dasar bodoh, seharusnya obati dulu lukamu, baru mengobati luka orang lain!" Tegur Sanjaya sambil menuang alkohol di atas kapas. Pria itu benar-benar tidak tahu atau tidak sadar yang jika bergerak, kejantanannya yang terkulai akan selalu melambai kesana kemari. "Baik, saya akan mengingatnya," jawab Davinka acuh. Wanita itu masih menatap ke langit-langit tidak berani menunduk ke arah Sanjaya. "Aku sedang bicara denganmu, Davinka. Bukan pada orang lain!" Sanjaya menarik kaki Davinka yang terluka. Sanjaya sangat jengkel karena tidak dianggap oleh wanita itu! Davinka berusaha menariknya kembali saat tanpa sengaja ujung jempolnya menyentuh kulit yang terasa hangat. Kulit siapa lagi kalau bukan
"Kamu boleh membenciku, Davinka, karena telah memperlakukan tubuhmu dengan buruk," ucap pria itu tulus. Dia memang tidak seharusnya melakukan hal ini kepada Davinka. "Tidak apa-apa Tuan, Seperti yang Anda katakan, tubuh ini milik Anda. Saya hanya ngontrak di dalam sana," Davinka cemberut saat mengatakan itu, hingga membuat Sanjaya ingin tertawa terbahak-bahak melihat wajahnya yang lucu. Sanjaya memagut bibir Davinka dan menyesapnya sebentar karena gemas dan membuat mata wanita itu terbelalak lebar karena tidak percaya dengan aksi dadakkannya. "Tuan …," Protes Davinka. "Kamu harus membayar sewanya, Davinka!" tegas pria itu tanpa tahu malu. Davinka merengut, haruskah jiwanya ini terbebas dari raganya agar tidak membayar sewa. Akhirnya, dia mencoba negosiasi. "Tapi saya sudah tidak punya uang, Tuan. Saya belum gajian," Davinka menunduk karena frustasi, "bulan ini saya gak dapet bonus," ujarnya lagi terdengar sangat lirih. Semakin gemas, Sanjaya kembali mengangkat dagu Davinka, da