Tak berselang lama, Adam pun sampai di rumah orang tua Mila. Ia sudah bisa menduga jika Mila akan pulang ke rumah itu. Setelah mengetuk pintu beberapa kali, akhirnya ibunya Mila pun membuka pintu dan terkejut dengan kedatangan Adam."Loh, Adam. Kamu datang sendiri? Mana Mila?" tanya Bu Yuni, ibunya Mila.Adam tak kalah terkejut. Kenapa ibunya Mila justru bertanya balik. Apa itu artinya Mila tak pulang ke rumah? "Kok diam saja? Mila mana?" tanya Bu Yuni.Adam sadar dari lamunannya. "Oh, maaf, Bu. justru saya ke sini karena sedang mencari Mila," jawabnya.Bu Yuni pun mengajak Adam masuk untuk berbincang di dalam. Saat itu juga Pak Seno ayahnya Mila juga menghampiri ke ruang tamu."Mila kemana? Kok tumben kamu ke sini sendiri?" tanya Pak Seno."Maafkan saya, Pak, Bu! Mila pergi dari rumah. Dan saya juga sedang mencari kemana Mila pergi. Saya kira Mila pergi ke rumah ini," jawab Adam seraya menunduk."Kamu itu bagaimana sebagai seorang suami? Kamu harusnya bisa menjaga Mila. Bukan malah
"Ibu, Bapak," ucap Adam ketika berhadapan dengan orang tua Mila. Ketika tangannya mengajak bersalaman pun ditepis oleh ayahnya Mila."Nggak sudi saya bersalaman dengan kamu, Adam. Lelaki yang tega sekali menyakiti hati anak perempuan saya. Dan yang makin membuat saya kecewa ibumu telah menyakiti Mila, begitu juga dengan istri barumu. Lebih baik kamu pergi dari kehidupan Mila!" ucap Pak Seno.Adam kembali meneteskan air mata. Ia sebenarnya masih benar-benar cinta pada Mila. Tetapi keadaan nya sudah berbeda. Bahkan kini Mila seperti tak lagi menginginkan Adam dalam hidupnya. "Oke, Mila. Aku akan ikuti permintaan kamu untuk segera mengosongkan rumah kita. Besok kamu bisa membawa orang yang akan membeli rumah kita itu," ucapnya pasrah. Tak ada lagi harapan untuk tetap bisa bersama dengan Mila.Keesokan harinya, Mila mendatangi rumahnya yang bersama itu dengan calon pembeli rumah bersama juga ia membawa notaris agar membantu mempercepat proses jual beli. Baru saja ia menginjakkan rumah di
"Ada apa?" tanya Mila. Ia ke sana juga membawa mobil sendiri. Karena sekarang ia memiliki jabatan di kantor milik ayahnya.Adam pun menghampirinya kemudian bersungkur di depan Mila. Sontak Mila menghindar. Kenapa juga Adam berlaku seperti itu? "Mila, maafkan Abang! Abang tahu punya banyak salah sama kamu. Abang sampai stres nggak fokus bekerja karena kamu telah meninggalkan Abang. Maafkan Abang rumah ini jadi seperti ini. Banyak kenangan kita berdua di sini, Mila. Aku merasa berat harus berpisah dengan mu," ucapnya dengan berurai air mata."Itu nggak usah lagi dibahas. Kenangan biarlah kenangan. Kamu juga ambil hikmah dari apa yang susah terjadi. Aku tak akan pernah lagi kembali sama kamu, Bang. Tak ada lagi yang perlu dibahas. Semoga kamu bahagia! Aku pergi," pamit Mila. Meskipun Adam masih saja memanggilnya, Mila tak lagi merespon dan langsung masuk ke dalam mobilnya."Kenapa bisa jadi seperti itu sih? Apa itu balasan untuk kamu Bang yang telah menyakiti hatiku. Tetapi aku sudah mem
Saat di rumah, Pak Seno sangat mengecam tingkah laku Adam. Tetapi ia juga harus menjaga rahasia Mila agar Mila tak merasa terganggu. Bisa jadi Memang Mila mengatakan sudah bangkit tetapi pasti ada luka yang tergores yang kapan bisa melukai hati putrinya lagi. Mila sebagai anak tunggal tentu ingin mendapatkan yang terbaik. Anak yang sebelum menikah menjadi kebanggaan enak saja Adam bisa memperlakukan Mila tak baik. Tak ada jalan lagi bagi Adam untuk bisa bersama Mila untuk kedua kalinya."Mila, kamu tahu ayah kini tak lagi muda. Apakah kamu mau menggantikan posisi ayah?" tanya Pak Seno. Wajahnya serius."Ayah, mana mungkin aku bisa menggantikan posisi ayah. Aku sama sekali tak memiliki basic sebagai pemimpin di sebuah perusahaan besar," sahut Mila, ia juga tak merasa percaya diri."Kamu belajar, Mila! Nanti anak buah ayah yang akan membantu kamu. Tak ada yang tak mungkin. Oleh karena itu saat kuliah dulu ayah minta kamu masuk jurusan yang ayah rekomendasikan karena memang kamu akan jad
Mila hanya mengangguk saat Bram mengatakan sesuatu di balik layar ponselnya. Ia pun kembali menutup telepon nya setelah selesai. Mila pun kembali bekerja setelah itu. Mengecek semua laporan karena selama ini juga belum sempat membaca satu persatu.Setelah jam pulang kerja, Mila sudah bersiap untuk pulang. Ia pun melewati meja sekretaris nya yang sudah kosong. Mungkin saja sudah pulang. Ia pun bergegas menemui Bram di sebuah cafe yang telah dijanjikan oleh Bram.Karena jam pulang kerja sehingga membuat perjalanan Mila cukup lama. Tetapi akhirnya ia sampai di cafe tujuannya. Ia sudah melihat Bram duduk di sebuah meja yang tak jauh dari pintu depan.''Maaf, sudah menunggu," ucap Mila dan membuyarkan lamunan Bram."Oh, nggak kok. Aku memang sudah di sini lama. Tapi aku tahu kalau jalanan cukup padat," sahut Bram."Jadi, apa yang akan kamu sampaikan sama aku, Bram?" tanya Mila."Rumah kamu yang ditinggali sama mantan suami kamu itu belum ditinggalkan. Ini sudah beberapa hari kan kamu juga
Adam kemudian merasa frustasi. Ia telah ditinggalkan oleh perempuan yang berhati malaikat. Tetapi saat Adam terus mencari Mila tetap saja tak menemukan keberadaan Mila. Meskipun ia juga terus mengikuti persidangan dan berusaha untuk mempertahankan rumah tangga bersama Mila karena Mila juga hanya diwakilkan oleh pengacara sehingga garapan Adam untuk kembali kepada Mila tidak ada.Adam pun merasa sangat stres dan tidak bisa berfikir jernih. Parah nya lagi Hana juga hanya makan dan tak bisa mengurus rumah. Rumah dibiarkan begitu saja. Berbeda dengan Mila yang selalu menjaga kebersihan dan keindahan rumah dari depan hingga belakang. Karena dirinya juga sudah malas ia pun membiarkan rumah menjadi seperti itu.Saat Mila datang untuk menagih rumah itu sebenarnya Adam sedang berkemas. Ia sudah merencanakan untuk pergi dari rumah itu. Tetapi Hana menahannya. Kalau pulang ia akan malu dengan keluarga nya karena ia hamil anak laki-laki lain. Tetapi kalau keluar uang untuk kontrak juga tak bisa k
Adam hanya mendengus kesal. Ia juga bingung bagaimana harus mendidik Hana. Pakah ini adalah sebuah karma karena ia telah menyia-nyiakan Mila dan saat ini ia diberikan istri yang mengandung bukan anaknya. "Terserah kamu saja!" jawabnya lesu.Tak lama kemudian pesanan Hana pun datang. Tetapi Hana mengatungkan tangan pada Adam saat Adam sedang bersama ibunya di ruang tamu. "Mana uangnya? Dua ratus ribu."Bu Retno justru melotot. Kamu ini memang nggak tahu diri, Hana! Sudah bagus kamu dibawa ke sini tapi masih saja nggak meletakkan dirimu," kesalnya."Ibu diam saja lah! Atau ibu yang mau kasih aku uang?" sahut Hana. Adam pun terpaksa memberikan uang kepada Hana sebesar yang diminta Hana. Hana menikmati makananya sendiri. Adam mengira akan membawa untuknya juga tetapi tidak. "Itu untuk kamu sendiri, Hana?" tanya Adam."Tentu lah. Memang kamu mau? Kalau kamu mau ya beli sendiri lah! Aku makan untuk berdu," ketus Hana.Adam menghela napas kasar. "Seharusnya kamu paling nggak beli untuk ibu
Adam masih terdiam. Ia mencoba untuk bisa berkata-kata yang baik meskipun perkataan Hana cukup menyakitkan. "Kamu bisa belajar untuk lebih baik lagi 'kan, Hana?" tanyanya."Aku lelah. Kamu memang suamiku, Mas. Tapi ingat aku juga menjaga harkat dan martabat Kamu menjadi istri yang hamil. Agar bisa dipandang orang Kamu bisa punya keturunan," sahut Hana."Buang saja sampah itu di tempat sampah! Apa sulit nya sih?" titah Adam sedikit merasa kesal. Hana pun bangkit dan bukannya memungut sampah justru ia menendang plastik bekas makanannya. Hal itu membuat Adam tak bisa menahan emosi. "Hana, kamu keterlaluan sekali," pekiknya. "Buang lah saja sana, Mas! Kan nggak sulit juga?" sahutnya lembut tetapi dengan tatapan yang mencibir.Mendengar keributan di kamar Adam dan Hana, Bu Retno pin masuk tanpa permisi. "Ada apa ini ribut-ribut di rumahku?" Hana pun menoleh. Tersenyum mengejek. "Ini lo, Bu. Anak kesayangan ibu yang mandul ini ingin aku membuang sampah. Tetapi aku keberatan. Karena aku