Share

8. Dibatalkan

Penulis: pramudining
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-16 06:09:26

Happy Reading

*****

Beberapa hari berlalu sejak kejadian pembatalan pernikahan oleh Haritz. Putri semata wayang Burhan tersebut terus mengurung diri di kamar. Walau kedua orang tuanya sudah membujuk bahkan berusaha mengajak keluar. Namun, kenyataannya luka karena patah itu sangat dalam.

Hari ini, dia berniat menghirup udara segar. Jadi, dia beranjak dari pembaringan. Aisyah mengamati pantulan wajahnya di cermin. Kulit itu tak sebersih biasanya, pori-pori tampak membesar, noda jerawat  tampak jelas, melingkar hitam. Dua hari saja semua telah berubah. Koleksi make up milik Aisyah sama sekali tak tersentuh olehnya beberapa hari ini.

Semua aktifitas berhenti, hanya untuk memikirkan, mengapa dan mengapa cinta itu bisa dengan mudahnya lenyap. Apa karena wajahnya seperti ini hingga Haritz mengatakan bahwa cintanya sudah habis.

"Tapi, aku dulu sangat menjaga kulit wajahku. Nggak mungkin, Hany karena wajahku kusam, Mas Haritz tega mengatakan kalimat yang begitu menyakitkan," gumam Aisyah sambil menyusuri dan menyentuh wajahnya.

Cukup sudah semua tanya itu karena sudah dipastikan jawabannya tidak akan pernah sampai pada titik temu. Haritz terlalu mengada-ada ketika membuat alasan.

Aisyah melangkahkan kakinya ke luar kamar. Dia ingin menghirup udara segar di waktu sore. Memandang keindahan alam yang tercipta agar segala kesyukuran dapat dia rasakan. Berusaha ikhlas dan menerima takdir yang telah tertulis.

"Mau ke mana, Nduk?" tanya Anak ketika mereka berpapasan di ruang tengah.

"Ais pengen menghirup udara segar, Bu. Sekalian pengen melihat suasana di sore hari. Pasti senja itu sangat indah." Ais menarik garis bibirnya tinggi.

"Alhamdulillah, kamu sudah sadar bahwa berlarut-larut dalam kesedihan itu nggak baik."

"Ibu nggak usah ngejek, deh," sahut Aisyah yang cuma mendapat respon senyuman dari Endang. "Ya, sudah. Ais ke depan dulu, ya, Bu."

"Ya," jawab Endang.

Aisyah tampak semringah ketika duduk di teras rumah. Beberapa kali ada tetangga yang menyapanya dan hal itu membuat senyum si gadis terbit.

Beberapa puluh menit kemudian, sebuah mobil Toyota All New C-HR warna merah, memasuki halaman rumah. Tak jelas siapa pengemudi di dalamnya. Aisyah masih duduk dengan tenang memandang langit sore yang cerah.

Tak lama kemudian, seseorang membuka sedikit kaca mobil, senyum manis lelaki itu tebarkan pada gadis yang sedang duduk di teras sambil memandang ke arah langit.

Sejenak, Aisyah mengalihkan pandangannya pada pengemudi. Dia menunjukkan wajah tidak suka kepada lelaki di dalam mobil tersebut. Tatapannya tajam mengarah pada pemilik senyum itu.

"Sok kenal banget, ketemu mukanya saja baru kali ini. Eh, dia malah tebar pesona. Jelas, dia lelaki nggak bener. Belum kenal aja sudah sok akrab. Apa, sih, maunya?" gumam Aisyah dalam hati sambil terus menatap tajam pada si lelaki.

Lelaki itu turun dari mobil miliknya dengan tenang. Menurut penilaian orang-orang di sekitarnya, dia adalah lelaki tertampan seantero desa di daerah tempat tinggalnya. Tidak peduli pada sikap Aisyah yang memandangnya aneh, si lelaki tetap menghadirkan senyum. Tanpa bertanya lelaki tersebut melewati Aisyah begitu saja dan segera memanggil sang empunya rumah.

"Asalamualaikum," salam si lelaki.

"Waalaikumsalam," sahut seseorang dari dalam. Satu menit kemudian, Endang sudah berada di ruang tamu. "Lho, Mas Zaki."

Aisyah melirik ke arah laki-laki tadi. Benarkah dia Mas Zaki yang selalu membuatnya menangis sewaktu kecil dulu. Laki-laki yang harus dia panggil mas karena orang tuanya adalah saudara tua dari bapaknya, jadi Zaki adalah saudara sepupu Aisyah.

Dulu, ketika pertama kali Aisyah dikenalkan dengan Zaki, gadis itu begitu bahagia. Aisyah berpikir akan memiliki saudara lelaki yang senantiasa menjaganya dari godaan teman-teman yang nakal. Sayangnya, semua tidak sesuai keinginan hati. Harapannya musnah ketika sepupunya sendiri yang sering membuat Aisyah menangis.

Aisyah mengembuskan napas panjang ketik mengingat semua kejadian masa lampau. Jadi, wajar jika tadi lelaki itu tidak menyapanya. Dari dulu, sifatnya memang sudah menjengkelkan.

"Iya, Bi. Zaki, nganter titipan Bunda untuk Bibi." Lelaki yang dipanggil Zaki itu menyerahkan sebuah goodie bags berwarna merah kepada Endang.

"Terima kasih, ya, Mas," ucap Endang. Lalu, dia menatap putrinya.

"Ais, kamu lupa sama, masmu, ini? Kenapa diam saja?" Endang heran dengan sikap Aisyah. "Beri salam dulu sama masnya."

Seperti anak kecil yang di suruh orang tuanya ketika ada tamu harus bersalaman, Aisyah pun terpaksa melakukan perintah ibunya.

Perempuan itu berusaha meraih tangan Zaki untuk dicium. Namun, si lelaki bergerak cepat mengangkat kedua tangannya. Zaki menangkupkan kedua tangannya ke depan dada. Asiyah pun tersenyum mengejek.

"Kan bener, dia jengkelin. Dari dulu, sampai sekarang sikapnya nggak berubah. Emang minta di pukul orang satu ini," gumam Aisyah dalam hati.

"Maaf, bukannya Mas nggak mau salaman. Tapi, kita sudah sama-sama dewasa, jadi nggak boleh bersentuhan seperti waktu masih kecil dulu," ucap Zaki mengejutkan.

Aisyah memandang cengo ke arah Zaki. Kedua alisnya bertaut, keningnya sedikit berkerut. "Benarkah masih ada lelaki bersikap seperti itu pada seorang perempuan?" tanyanya dalam hati.

Dia membandingkan dengan Haritz. Sang mantan memang tidak pernah melakukan hal-hal di luar batas selama mereka pacaran, tetapi Haritz sering menggandeng tangan Aisyah dengan mesra ketika mereka di luar rumah. Mencium kedua pipi dan kening Aisyah pun sudah sering lelaki itu lakukan, tetapi untuk bibir Aisyah memang tidak pernah mengijinkan Haritz melakukannya.

"Ais, kok, bengong? Suruh masnya duduk dan ajak ngobrol dulu. Ibu mau buatkan minum." Endang melangkah ke arah dapur, meninggalkan keduanya.

Sejenak, keheningan tercipta di ruang tamu. Zaki yang semula tebar pesona dengan senyumannya mendadak menundukkan pandangan ke arah bawah. Aisyah heran dengan sikapnya. Tadi, sepupunya itu senyum-senyum sendiri, kini saat sudah berdekatan malah menunduk. Lelaki yang aneh menurut Aisyah.

"Asalamualaikum," salam seseorang dari arah pintu. Ternyata, Burhan datang bersama seorang lelaki yang Aisyah tahu namanya Pak Rosyid, penghulu di desa tersebut.

"Waalaikumsalam," jawab Aisyah dan Zaki serempak.

"Ada, Mas Zaki, ternyata." Burhan mengulurkan tangan pada Zaki. Lelaki berambut lurus dengan kulit putih tersebut, mengambil tangan omnya lalu mencium dengan takzim.

"Ibumu mana?" tanya Burhan pada Aisyah.

"Di dapur, Pak. Sebentar, Ais, panggil." Aisyah meninggalkan ruang tamu, mencari Endang.

"Sudah lama, Mas?" tanya Burhan, lalu duduk tak jauh dari sang keponakan.

"Baru beberapa menit yang lalu, Om." Zaki heran dengan wajah omnya yang terlihat muram.

"Silahkan duduk, Pak," pinta sang empunya rumah pada Rosyid.

"Iya, terima kasih. Jadi, bagaimana, Pak? Tadi, saya berangkat lebih pagi ke kantor, makanya pas Pak Burhan ke rumah tidak bertemu saya," jelas si penghulu desa. Zaki diam mendengar perkataan para orang tua.

"Nggak apa-apa, Pak. Keperluan kantor memang harus diutamakan. Niat saya tadi, mau menanyakan berkas pengajuan pernikahan Aisyah. Sepertinya, kami nggak bisa melanjutkan. Saya mau tarik berkas itu kembali," ucap adik ayahnya Zaki.

Zaki dan Pak Rosyid terkejut mendengar kalimat yang dilontarkan Burhan. Mereka mengekpresikannya dengan raut yang berbeda-beda.

"Boleh saya tahu kenapa nggak bisa lanjut?" tanya sang penghulu penasaran.

"Anu, Pak." Burhan menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Om, ada apa?" Zaki ikut-ikutan penasaran.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjebak Permainan Cinta Sepupu   11. Surat Lamaran

    Happy Reading*****Burhan memutar bola matanya. Niat semula ingin menggoda putri semata wayangnya dengan mengajukan syarat bahwa Aisyah harus menikah jika ingin mencari kerja ke Surabaya lagi. Namun, ketika mengingat jika semua itu tidak mungkin, sang kepala keluarga pun urung mengatakannya. "Pak, apa syarat yang harus Ais lakukan untuk bisa kembali kerja ke Surabaya lagi?" rengek Aisyah. "Lupakan saja, anggap Bapak nggak pernah ngomong seperti tadi. Pokoknya, kamu harus berusaha mendapatkan pekerjaan di sini dulu," kata Burhan setengah memaksa dan berharap putrinya berubah pikiran."Bapak, ih," ucap Aisyah manja dengan melingkarkan kedua tangannya di pinggang Burhan. "Kamu itu putri Bapak satu-satunya. Jadi, Bapak ingin selalu melihatmu di rumah setiap kali Bapak pulang, sebelum kamu menjadi seorang istri nantinya." Lelaki paruh baya itu merengkuh Aisyah dalam pelukan. Mencium puncak kepala putrinya berkali-kali. *****Kemilau kekuningan dari sinar mentari mengenai wajah Aisyah

  • Terjebak Permainan Cinta Sepupu   10. Syarat

    Happy Reading*****Kedua tangan Zaki terangkat, lalu lelaki itu menggoyang ke kanan dan kiri. "Bukan begitu maksudnya, Ais.""Lalu, apa yang Mas maksud? Bukankah kalimatmu tadi dengan jelas mengatakan jika aku lebih baik memperbaiki sikap dengan orang lama. Siapa lagi orang lama yang dekatku jika bukan dia yang sudah membatalkan pernikahan ini," kata Aisyah masih dengan nada jengkel.Zaki menggaruk kepalanya yang tak gatal. Menatap Bibi dan juga omnya. Sementara sang penghulu menatapnya aneh. Kebingungan harus menjawab apa atas perkataan Aisyah tadi, lelaki itu memilih untuk menghindar saja."Om, aku pamit dulu. Ada hal yang masih harus aku kerjakan," kata lelaki yang sejak kecil selalu membuat aisyah menangis. Zaki pamit pada Burhan, langsung berdiri, melangkahkan kakinya."Buru-buru sekali, Mas. Kita belum ngobrol, lho," timpal Burhan, "Masak cuma gara-gara omongan tadi Mas Zaki tersinggung. Kamu kan tahu gimana Ais, dari dulu pasti meminta penjelasan sejelas-jelasnya atas perkata

  • Terjebak Permainan Cinta Sepupu   9. Carilah Pengganti

    Happy Reading*****Burhan menatap keponakannya dengan senyuman. "Panjang ceritanya, Mas," jelasnya pada Zaki."Bukannya mereka sudah pacaran lama dan saling mencintai?" tambah Zaki masih dengan rasa penasaran yang begitu kuat.Burhan mengembuskan napas panjang. Berat rasanya mengungkap hal yang menjadi aib keluarga. Apalagi saat ini keadaan Aisyah masih tidak baik-baik saja."Pak, saya tidak akan memaksa njenengan jika memang tidak bisa menceritakan alasannya," kata sang penghulu."Pihak laki-laki membatalkan rencana pernikahan ini, Pak." Burhan akhirnya mengeluarkan apa yang mengganjal di hati. Raut kesedihan kentara sekali di wajahnya."Kok, bisa?" tanya Zaki dan sang penghulu bersamaan."Bukankah pernikahan ini atas keinginan mereka berdua, Pak?" tambah Rosyid.Burhan kembali mengembuskan napas panjang. "Takdir, kita nggak pernah tahu apa yang terjadi di masa depan," jawabnya bijak.Diam-diam, Zaki mengepalkan tangannya. Rasanya, dia ingin sekali memukul lelaki yang telah memperm

  • Terjebak Permainan Cinta Sepupu   8. Dibatalkan

    Happy Reading*****Beberapa hari berlalu sejak kejadian pembatalan pernikahan oleh Haritz. Putri semata wayang Burhan tersebut terus mengurung diri di kamar. Walau kedua orang tuanya sudah membujuk bahkan berusaha mengajak keluar. Namun, kenyataannya luka karena patah itu sangat dalam.Hari ini, dia berniat menghirup udara segar. Jadi, dia beranjak dari pembaringan. Aisyah mengamati pantulan wajahnya di cermin. Kulit itu tak sebersih biasanya, pori-pori tampak membesar, noda jerawat tampak jelas, melingkar hitam. Dua hari saja semua telah berubah. Koleksi make up milik Aisyah sama sekali tak tersentuh olehnya beberapa hari ini.Semua aktifitas berhenti, hanya untuk memikirkan, mengapa dan mengapa cinta itu bisa dengan mudahnya lenyap. Apa karena wajahnya seperti ini hingga Haritz mengatakan bahwa cintanya sudah habis."Tapi, aku dulu sangat menjaga kulit wajahku. Nggak mungkin, Hany karena wajahku kusam, Mas Haritz tega mengatakan kalimat yang begitu menyakitkan," gumam Aisyah sambi

  • Terjebak Permainan Cinta Sepupu   7. Tinggal Kenangan

    Happy Reading*****Mendung bergelayut manja di langit siang hari ini. Memberikan kesyahduan pada setiap insan yang berada di bumi. Menutupi panasnya mentari serta panas perasaan dicampakkan oleh seseorang yang sangat dicintai."Pak, kenapa Ais belum bangun juga? Padahal, sekarang sudah hampir Ashar," ucap Endang disertai usapan di kepala putri semata wayangnya."Sabar, Bu. Kita tunggu sampai Ashar. Jika dia belum bangun juga, kita terpaksa harus membawanya ke rumah sakit." Sejak tadi, Burhan juga cemas dengan keadaan putrinya. Namun, dia berusaha tetap tenang dan mengatakan pada dirinya sendiri bahwa semua akan baik-baik saja.Perlahan bola mata Aisyah bergerak-gerak, jemarinya juga mulai merespon sentuhan dari Endang. Kemudian, gadis berkulit kuning langsat itu membuka mata dengan sempurna. memandang kedua orang tuanya bergantian. Kesedihan di mata keduanya terlihat dengan jelas."Pak, Bu, maaf," ucap si gadis setelah berhasil duduk sambil bersandar di kepala ranjang. Aisyah menamp

  • Terjebak Permainan Cinta Sepupu   6. Pergilah!

    Happy Reading*****"Bu, sudah!" teriak Aisyah histeris.Tubuh gadis dengan berat sekitar 42 kg itu ambruk, terjatuh di lantai dan tak sadarkan diri. Jiwanya kembali terguncang mendengar alasan Haritz yang sebenarnya. Jika, Haritz tidak mencintainya selama ini. Apa arti kedekatan yang terjalin bertahun-tahun lamanya itu?"Ais," panggil Endang. Dia dengan cepat memegang kepala putri agar tidak sampai membentur lantai yang keras hingga menyebabkan cedera. "Pak ini gimana?"Burhan menoleh pada istrinya. Cepat, dia memindahkan Aisyah ke sofa panjang di ruangan tersebut. Setelahnya, dia menatap nyalang pada lelaki yang sudah sangat mengecewakan sang buah hati. "Kamu memang lelaki munafik. Jadi, selama bertahun-tahun kamu sengaja memberi harapan palsu pada putriku. Sekarang dengan entengnya kamu mengatakan nggak cinta pada Aisyah," kata Burhan.Sebuah pukulan kembali melayang di wajah Haritz. Bukan lagi tamparan ringan seperti yang dilakukan Endang, tetapi Burhan mengerahkan semua energin

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status