Baru saya Jek mau mengangkat panggilan itu tiba-tiba dering ponsel berhenti. Tak berselang lama sebuah pesan masuk dari nomor yang sama."Katakan pada bosmu, aku sudah bisa melacak keberadaan Melisa."Kalimat yang cukup singkat tapi sangat membawa pengaruh yang cukup besar bagi perubahan lewat wajah asisten pribadi Samudra itu. Ini adalah waktu yang ditunggu-tunggu sejak satu bulan yang lalu. Setelah melalui berbagai macam cara tidak mendapatkan informasi apapun tentang wanita ini pernah mengusik rumah tangga atasannya itu, kini tiba-tiba kabar tentang keberadaannya kembali terdengar.Ucap langsung melakukan panggilan kepada lelaki tersebut. Pada dering ketiga suara bariton seorang pria langsung menyapa pendengaran Jack. "Di mana dia sekarang?" tanya Jack tanpa basa-basi. Sementara Samudra mengurungkan niatnya untuk menyusul sang istri begitu mendengar informasi yang cukup penting itu. Untuk masalah Kiara dia akan membujuknya nanti malam. Bukan karena tidak memprioritaskan kekasih h
Ucapan Tania terus terngiang-ngiang di kepala Tiara. Wanita itu tak bisa mengabaikan kalimat yang sederhana tapi sangat mengerikan jika dipahami dengan benar. Ya, dia terlalu gegabah dengan pergi tanpa pamit. Ia yakin saat ini suami dan mertuanya pasti sudah sadar kalau dirinya pergi. "Tapi ... kalau memang Mas Damar sudah menyadari kalau aku pergi, kenapa tidak ada usaha untuk mencariku? Apa dia terlalu sibuk dengan istrinya sampai tidak butuh aku? Ah, bukankah aku sendiri yang memilih untuk mundur?" Tiara berperang dengan batinnya sendiri. Satu sisi dia kasihan pada madunya dan bertekad untuk tidak kembali ke rumah, tapi di sisi lain dia takut dosa karena pergi tanpa pamit. Perlahan wanita yang baru memiliki satu buah hati itu bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ke kamar mandi. Beberapa menit kemudian dia kembali dengan wajah yang segar karena terkena air wudhu. Selanjutnya Tiara menggelar sajadah dan menunaikan qiyamul lail dengan khusyuk. Mohon petunjuk kepada Allah agar
Damar spontan berdiri. Menghadang salah satu perawat yang ikut berlari. "Suster, ada apa?" tanya Damar cemas. Tak bisa dipungkiri, hati Damar disapu badai kecemasan. Di dalam ruang ICU hanya ada 2 pasien dan salah satunya Lela. Meski demikian ia berharap bukan istrinya yang saat ini sedang dalam kondisi bahaya."Pasien atas nama Nyonya Lela mengalami henti nafas," jawab perawat sambil berlalu. Seperti disambar petir mendengar jawaban itu. Mendadak tubuh Damar limbung. Lututnya terasa lemas. Bobot tubuhnya tak mampu ditopang oleh dua kakinya yang gemetar. Pria beristri dua itu ambruk dan bersimpuh di lantai. "Allah, jangan kau panggil Lelaki secepat ini. Aku belum bisa membahagiakannya ya Allah. Aku masih ingin melihatnya akur dengan Tiara."Damar menjambaki rambutnya sendiri. Walau ia tau saat seperti ini pasti akan tiba, tapi tetap saja ia belum siap saat tiba-tiba Lela meninggalkannya. Dalam hati lelaki tampan itu berharap sang istri pertama bisa bertahan."Sayang, bukankah kamu
Tiara menyingkap sedikit korden untuk mengetahui siapa gerangan yang mengetuk pintu. Dahinya mengernyit melihat sosok wanita tak dikenal berada di depan pintu rumah kontrakannya. Dengan sedikit ragu-ragu Tiara membuka pintu. "Ya? Cari siapa ya, Mbak?" tanya Tiara seramah mungkin. Wanita berhijab maroon yang berdiri di depan pintu mengulas senyum. Menatap Tiara teduh lalu mengucap salam. "Maaf, Mbak kalau menganggu. Kenalkan saya Rania, tinggal di seberang jalan. Saya dengar dari Abi ada tetangga baru jadi saya ke sini untuk mengenalkan diri." Wanita itu mengulurkan tangan pada Tiara.Tiara menyambut uluran tangan itu lalu ikut tersenyum. "Mari masuk! Maaf saya belum sempat berkenalan dengan para tetangga di sini. Tapi saya sudah lapor pak RT." Tiara menyilakan tamunya duduk di sofa yang sudah tersedia sebagai fasilitas dari rumah kontrakan ini. Beruntung Tiara mendapatkan rumah kontrakan yang nyaman dan sudah lengkap dengan perabotannya. Meskipun minimalis, tapi Tiara merasa beta
Damar membulatkan kedua matanya. Meski wanita yang sedang berjuang antara hidup dan mati itu sudah beberapa kali meminta untuk berpisah karena penyakitnya, tetap saja ketika permintaan talak itu kembali diucapkan rasa kesal bercampur kaget tetap ada."Jangan memaksaku untuk melakukan apa yang tidak ingin kulakukan, Sayang. Please, tak bisakah kamu fokus saja pada kesembuhanmu?" Damar menatap nanar pada wajah pucat di hadapannya. Lela melengos. Tak sanggup menatap wajah sendu suaminya. Lelaki yang sampai detik ini masih teramat ia cintai meskipun sudah memiliki istri lain. Lela tak pernah mempermasalahkan pernikahan kedua suamiya karena memang dirinyalah yang menginginkan sang suami menikah lagi. Sebagai penyitas kanker stadium akhir, Lela tak ingin lelaki yang menjadi prioritas utama dalam hidupnya itu sibuk mengurusnya sedangkan dirinya sendiri tidak ada yang mengurus. Dia juga sadar bahwa selamanya tidak akan mampu memberikan keturunan bahkan sekadar memberikan haknya pun tidak ma
Akhir-akhir ini Tiara lebih banyak menghabiskan waktu di kamar putri kecilnya. Dia selalu menghindari Damar ketika pria itu berada di rumah. Namun begitu semua kebutuhan suamiya tetap ia siapkan. Seperti baju kerja, sarapan, maupun lainnya. Hanya saja Tiara akan bergerak cepat memilihkan baju kerja saat suaminya tengah mandi. Lalu semuanya akan siap ketika lelaki itu selesai mandi dan sudah tidak mendapati sang istri di kamarnya lagi. Seperti pagi ini, Damar memandangi setelan baju kerja yang sudah siap di atas kasur. Lalu kaos kaki, dasi, sepatu dan jam tangan yang juga sudah siap di tempatnya. Hembusan nafas kasar terdengar dari mulut lelaki yang memiliki dua istri tersebut. Dia sangat merindukan saat-saat Tiara menyambut paginya dengan senyum merekah dan ucapan selamat pagi. Wajah wanita itu akan terlihat berseri-seri saat melayani suaminya. Namun kini semua itu sudah tak bisa dirasakan Damar lagi sejak ketahuan kalau dirinya memiliki istri lain selain Tiara. Tak ingin terlihat