BAB 25 “AKU LELAH!” Tulis Citra pada status di sebuah aplikasi berwarna hijau. Sudah lama ia tidak membuat status pada aplikasi tersebut karena terlalu sibuk mengurus Nizam. Siang hari Dokter Ardian sedang beristirahat di ruang poli kandungan. Ia menyantap makan siangnya sambil mengecek ponselnya yang sedari tadi tidak ia pegang selama memeriksa pasien. Saat membuka aplikasi hijau, ia pun mengerutkan keningnya saat melihat status Citra. Ini pertama kalinya Dokter Ardian melihat status Citra di aplikasi hijau tersebut. Dokter Ardian pun paham apa yang dirasakan Citra. Selama ini memang Citra belum pernah meminta izin libur atau pun jalan-jalan. Citra tidak pernah mengeluh meskipun terkadang Nizam rewel. Ia merasa tidak salah memilih Citra menjadi pengasuh Nizam. Namun, sekarang ia menjadi merasa tidak enak karena tidak pernah memberikan Citra waktu libur. Sore hari Citra menunggu Dokter Ardian pulang di teras rumah. Ia sudah tidak sabar untuk meminta cerai pada Dokter Ardian. Namun
BAB 27 “Kenapa kamu menutup mata?” tanya Dokter Ardian seraya menyalakan mesin mobil setelah memasang sabuk pengaman pada tubuhnya. Citra pun membuka matanya dan mendengkus dengan kasar. “Nggak kenapa-kenapa,” jawab Citra dengan jantung berdegup kencang. Setelah itu Dokter Ardian pun melajukan mobilnya keluar rumah. *** Tiga puluh menit kemudian Kini sampailah mobil Dokter Ardian di parkiran Mal Galaxy. Mal itu sangat besar dan megah. Ini pertama kalinya Citra datang ke mal tersebut. Biasanya ia hanya lewat saja dan berbelanja di mal atau toko lain karena barang di mal ini terkenal sangat mahal. “Ayo turun!” ujar Dokter Ardian tiba-tiba seraya melepaskan pengait sabuk pengaman miliknya lalu melepaskan yang dipakai Citra. “Kenapa kita ke sini, Mas?” tanya Citra setelah mengetahui mobil itu berhenti di Mal Galaxy. Meskipun agak aneh, tapi ia akan mulai membiasakan diri memanggil Dokter Ardian dengan sebutan “Mas”. “Nanti kamu juga akan tahu,” balas Dokter Ardian seraya membuka
BAB 29 “Mm … tolong jangan salah paham dulu, Kak. Aku akan jelaskan semuanya,” ucap Citra dengan memelas dan menggapai tangan Zidan. Zidan pun melihat cincin kawin yang tersemat di jari Citra. Ia tersenyum masam. “Nggak perlu! Semuanya sudah jelas. Terima kasih atas PHP-nya selama ini,” tolak Zidan lalu mengibaskan tangan Citra dengan kasar. Setelah itu ia pergi meninggalkan meja Dokter Ardian dan Citra dengan marah. Citra melihat kepergian Zidan dengan menggigit bagian dalam bibir bawahnya. Ia merasa sangat bersalah pada Zidan. Ia hendak mengejar Zidan, tapi tiba-tiba tangan Dokter Ardian meraih tangan Citra untuk menahannya. “Mau ke mana?” tanya Dokter Ardian. Citra menatap Dokter Ardian lalu menatap punggung Zidan yang pergi semakin menjauh. “Saya harus menjelaskan pada Kak Zidan kalau … kalau ….” Citra tidak mau melanjutkan kalimatnya. “Kalau apa?” tanya Dokter Ardian lagi, menuntut jawaban dari Citra. “Pernikahan kita tidak seperti yang dia bayangkan!” jawab Citra dengan
BAB 31 “Cit, buka pintunya!” seru Dokter Ardian dari luar dan menggedor pintu itu. Citra bangkit dan berdiri, tapi tidak untuk membuka pintu, melainkan berjalan ke arah tempat tidur lalu berbaring dan memeluk Nizam. Tadinya ia akan pergi sebentar untuk menjelaskan semuanya pada Zidan dan menitipkan Nizam yang tertidur pada Bik Yati, tapi Dokter Ardian malah melakukan itu padanya. Nizam yang mendengar kegaduhan karena ulah Dokter Ardian segera membuka matanya. Ia pun tersenyum saat melihat Citra sedang memeluknya. Sejak bayi, Nizam sudah menganggap Citra sebagai ibunya karena Citra-lah yang merawatnya sejak bayi. *** Kos Zidan Zidan memukul bantalnya berkali-kali dengan marah. Ia merasa dipermainkan Citra selama ini. Ia masih ingat betul ketika ia mengutarakan perasaannya pada Citra. Citra mengatakan kalau ia tidak mau menjalin hubungan serius dengan siapapun untuk saat ini. Ia ingin fokus kuliah lalu bekerja dan membahagiakan ibunya. Namun, kenapa hari ini Citra sudah bersuami da
BAB 33 Citra yang mendengar Nizam menangis segera keluar dari dalam kamarnya. Alhasil ia pun menabrak Dokter Ardian yang akan masuk ke kamarnya. Citra jatuh terduduk. Dokter Ardian terkejut saat melihat Citra terjatuh. Ia tadi terburu-buru ke kamar Citra karena Nizam menangis. Karena susu Nizam ada di dalam kamar Citra. Ia pun mengulurkan tangannya pada Citra untuk membantunya berdiri. “Kamu tidak apa-apa?” tanya Dokter Ardian. “Iissshhh,” lirih Citra mendesis karena pantatnya terasa sakit. “Sakit, ya?” tanya Dokter Ardian lagi. “Iya,” jawab Citra sewot lalu berdiri sendiri dan mengabaikan tangan Dokter Ardian. “Kamu kenapa seharian ini marah-marah terus?” tanya Dokter Ardian saat Citra membuat susu untuk Nizam. Ia duduk di atas tempat tidur Citra sambil memangku Nizam. Citra tidak menjawab pertanyaan Dokter Ardian. Setelah susunya siap, Citra mendekat ke arah Dokter Ardian untuk mengajak Nizam duduk di sofa. Namun, Dokter Ardian tidak memberikan Nizam pada Citra. Ia malah memeg
BAB 35 Citra pun patuh dan segera pergi ke kamarnya untuk mengambil mukena dan wudhu. Ketika ia sudah kembali ke kamar Dokter Ardian, Dokter Ardian masih belum keluar dari kamar mandi. Malah ia mendengar kalau Dokter Ardian sedang mandi, tepatnya keramas. Citra pun menunggu hingga akhirnya Dokter Ardian keluar. “Ayo!” ajak Dokter Ardian untuk memulai sholat subuh. Citra pun menggelar sajadah di belakang Dokter Ardian untuk menjadi makmum. Setelah salam, Dokter Ardian menoleh ke belakang dengan mengulurkan tangannya supaya Citra mencium punggung tangannya. Ia terbiasa melakukan itu saat almarhumah Nadia masih hidup. Citra pun merasa canggung saat melihat Dokter Ardian mengulurkan tangannya. Namun, ia tetap menerima tangan itu dan menciumnya. Bagaimana pun, Dokter Ardian sekarang sudah menjadi suaminya. “Saya akan membawa Nizam kembali ke kamar saya,” ucap Citra seraya melipat mukena miliknya setelah salat subuh bersama Dokter Ardian. “Tidak usah. Biarkan dia di sini. Kasihan kalau
BAB 37 Sesampainya di rumah Pak Aryo, Citra pun enggan untuk turun dari mobil karena merasa takut. Ia takut tidak diterima di keluarga Dokter Ardian. “Ayo turun!” ujar Dokter Ardian seraya menatap Citra. “Mas, kita kembali ke rumah saja, ya,” pinta Citra. Tampak sekali kalau ia sedang takut dan khawatir. “Kenapa?” tanya Dokter Ardian. “Mm ….” Citra tampak tidak nyaman. “Wah … Nizam sudah datang, ya!” seru seseorang dari pintu ruang tamu. Dia adalah Bu Indah, Mamanya Dokter Ardian. Dokter Ardian dan Citra pun menoleh. “Ayo turun!” ujar Dokter Ardian lalu turun dari mobilnya. “Ma, Ardian titip Citra dan Nizam ya,” tutur Dokter Ardian dengan tersenyum lalu mencium punggung tangan Mamanya. “Iya. Kamu tenang saja,” balas Bu Indah dengan ramah. “Saya berangkat dulu. Nanti sore saya jemput,” pamit Dokter Ardian lalu mengulurkan tangannya pada Citra. Citra pun mencium punggung tangan Dokter Ardian. Setelah itu Dokter Ardian melajukan mobilnya meninggalkan rumah orang tuanya. Sesamp
BAB 39 Dokter Herlina menggigit bibir bawahnya dengan sangat senang. Se-senang itu bertemu dan berdekatan dengan orang yang disukai. Untungnya ia memakai masker, sehingga tidak ada yang bisa melihat senyum kebahagiaan-nya, termasuk Dokter Ardian. Di pikiran Dokter Ardian saat ini, ia ingin operasi ini segera selesai dan pulang. Ia sudah janji pada Citra akan menjemputnya sore hari. Ia yakin pasti Citra merasa tidak nyaman di rumah Pak Aryo. Karena itu ia ingin segera menjemput Citra dan Nizam untuk pulang ke rumah. Setelah operasi selesai, Dokter Ardian buru-buru mencuci tangan dan mengisi status pasien. Untungnya hari ini hanya mengoperasi satu pasien, sehingga ia bisa segera pulang. Namun, ketika Dokter Ardian akan keluar dari ruang operasi, ia mencium bau parfum yang sangat harum. Saat ia keluar dari pintu ruang operasi, Dokter Herlina sudah menunggunya di depan pintu. Dokter Ardian pun terkejut. “Selamat sore, Dok …,” sapa Dokter Herlina dengan tersenyum ramah. “So-sore,” bal