Share

Terpaksa Menikah Muda
Terpaksa Menikah Muda
Penulis: Ana j

Lamaran Penuh Paksaan

“Maaf, Tuan. Mau makan di sini atau dibungkus?” tanya Kamila.

Kamila yang sejak tadi menunggu pria di depannya ini untuk memesan makanan merasa heran, ia menoleh ke sekitar. Tapi tak ada seorang pun, hanya mereka berdua di warung tendanya ini.

“Menikahlah dengan saya,” titah seorang pria dengan tubuh tegap nan wajah rupawannya.

Jujur saja, Kamila sedikit kikuk karena pria itu menatapnya dalam, belum lagi penampilannya yang terlihat seperti orang kaya. Walau kotanya ini tidak sebesar kota yang lain, tapi jangan salah. Hasil panen dan perkebunan di kota ini begitu subur dan makmur. Tak heran banyak yang menjadi supplier buah-buahan serta sayuran yang dibawa ke kota besar, serta menjadi langganan restoran mewah maupun hotel berbintang.

Dan yang menguasai kota kecil ini adalah keluarga Dewangga, mempunyai tanah puluhan hektar serta menjadi orang terkaya di kota ini. Keluarga mereka sangat terpandang, walau kehidupannya begitu privasi.

“Kau tidak dengar atau pura-pura mengalihkan pembicaraan?” sindir Pria itu.

Kamila tergugu melihat wajah dingin itu, apa dirinya berbuat salah? “Maaf, maksudnya bagaimana ya, Tuan? Saya tidak mengerti.”

Aron Dewangga, sang tuan muda kaya raya yang memiliki kesabaran setipis tisu dibagi tiga hanya bisa mengepalkan tangan kuat. “Kau harus menjadi istri saya, apa masih kurang jelas?!” sentaknya kesal.

Jantung gadis itu seketika berdegup kencang, Kamila meremas kedua tangganya penuh ketakutan. Ia melihat sekitar yang tampak sepi, maklum saja ini sudah pukul sebelas malam. Kamila sangat menyesal karena kukuh ingin berjualan sampai larut malam seperti ini.

“Tuan … saya tidak tahu apa motif Anda meminta hal seperti ini, tapi tolong. Ja−jangan sakiti saya, atau merampok uang saya. Ka−karena ini untuk biaya adik saya bersekolah.” Kamila berucap gugup, keringat dingin mulai membasahi pelipisnya, jantungnya kian memompa lebih cepat dari biasanya.

Zaman sekarang kita tidak boleh tertipu dengan pakaian mahal atau wajah rupawan. Karena banyak pelaku kejahatan berkedok sebagai orang kaya. Kamila memundurkan langkahnya ketika pria tampan itu semakin mendekat. Ia ingin menangis sekarang juga, jika ini adalah akhir dari hidupnya. Bagaimana nasib sang adik?

“Tuan, saya mohon. Ka─kasihanilah saya. Kedua orang tua saya sudah meninggal, dan saya mempunyai adik yang masih kecil, tolong … jangan sakiti saya.” Bahu Kamila berguncang dengan isakan yang mulai lolos. Tangannya gemetar mengambil uang dari laci gerobak. “I−ini … ini adalah penghasilan saya selama dua hari. Tuan boleh membawanya, asalkan jangan sakiti saya.”

Aron melirik uang pecahan lima puluh ribu yang berjumlah empat lembar. Pria itu mengernyit bingung, untuk apa uang segitu? Apakah bisa membeli makanan? “Saya tidak butuh uang, saya hanya ingin kau menjadi istri saya!” titahnya tegas.

Kamila terduduk di kursi kayu itu, ia menutup wajahnya dengan tangis yang sudah mulai pecah. “Tolong … jangan mencelakai saya, apalagi mengambil organ-organ sa−saya.”

Aron mengusap wajahnya kasar, ada apa dengan gadis ini, mengapa ia terus histeris tak jelas. Apa orang miskin memang parnoan? Sedikit-dikit curigaan dengan orang baru, pria itu berdecak kesal. Waktu berharganya dengan sang kekasih harus ia korbankan demi gadis aneh ini. “Apa kau mengira saya ini adalah penculik?”

Kamila mengangguk kaku dengan wajah yang masih tertutupi oleh kedua telapak tangan. Isakannya perlahan mereda, tapi tidak dengan bahunya yang masih bergetar ketakutan.

“Saya adalah Aron Dewangga, cucu dari Abraham Dewangga, apa kau puas? Dan saya tidak mungkin menculik tikus kecil sepertimu!” Sinis Aron dengan tatapan remeh.

Tubuh Kamila menegang, secara perlahan ia menurunkan kedua telapak tangannya. Lalu menatap Aron takut-takut.

“Ke-keluarga Dewangga?” tanyanya takut-takut. Mimpi apa ia bisa bertemu dengan keturunan Dewangga yang terkenal tampan itu. Tanpa sadar Kamila melihat Aron dari ujung kaki sampai kepala. Setelahnya ia menelan ludah susah payah. Benar-benar definisi tuan muda yang sesungguhnya.

Teman-temannya sering mengatakan jika Aron Dewangga adalah seorang dosen di salah satu universitas terbaik di kota ini.

Kamila yang tak mengenyam pendidikan perguruan tinggi hanya bisa mendengarkan tanpa menimpali. Dan rata-rata dari mereka masuk kuliah hanya ingin melihat Aron, bahkan tak jarang memfoto pria di depannya ini, lalu mencetaknya untuk diperjualbelikan. Kamila yang perhitungan soal uang tentu saja tidak pernah tertarik. Lebih baik ia tabung demi masa depan sang adik.

“Ma-maaf, saya tidak tahu. Da-dan mengapa Tuan mengatakan jika saya harus menjadi istri Anda?” tanya Kamila gugup.

Aron menyerahkan selembar foto pada Kamila. Gadis itu menerimanya sedikit kaku, karena merasa malu sudah berburuk sangka pada keturunan Dewangga.

Tangan Kamila terlihat bergetar melihat foto seorang pria paruh baya yang tersenyum lebar, menampilkan deretan giginya yang rapi. “Ini … Pak Abra?” bisiknya lirih. Lantas apa hubungan Aron dengan Abra, seorang kernet bus yang menjadi pelanggan setianya sejak lima tahun lalu.

“Abra? Dia menyuruh kau memanggilnya dengan sebutan, Abra?!” Kali ini Aron yang terlihat kaget, wajah pria itu menegang dengan tatapan tak terbaca.

“Betul, Tuan. Pak Abra ini adalah kernet bus pelanggan setia warung saya. Dan dari mana Anda mendapatkan fotonya? Karena sudah dua bulan ini beliau tidak pernah datang lagi ke sini.”

Kamila melihat lagi selembar foto di tangannya, pria ini begitu baik, tak jarang memberikan bayaran lebih jika makan. Bahkan saat adik Kamila sedang ada di warung, Abra selalu memberikan uang, walau sang adik sudah menolak.

Sedangkan Aron terlihat mengepalkan tangan kuat, rahangnya bergetar dengan sorot mata tajam. Kamila yang melihat itu tentu saja merasa ketakutan, ia meremas kedua tangannya gugup. Jantungnya kian berdegup kencang, apakah ada yang salah dengan ucapannya? Mengapa Aron seolah-olah ingin mencabik-cabiknya sekarang.

“Tarik kata-katamu, yang difoto itu adalah Abraham Dewangga, Kakek saya sendiri!” titah Aron penuh tuntutan.

Kamila sampai berpegangan pada gerobaknya agar tak terhuyung ke belakang, gadis sembilan belas tahun itu menatap Aron tak percaya. Foto yang ada di tangannya pun jatuh seketika, Kamila menunduk dengan tatapan kosong. Lalu secara perlahan menatap Aron kembali.

“Ti−tidak mungkin, jelas-jelas Pak Abra adalah seorang kernet bus, beliau juga sering memarkirkan busnya di sini sambil makan siang dengan Pak Bimo, supirnya.”

“Bimo, dia adalah orang kepercayaan kakek saya!” timpal Aron cepat, pria tiga puluh tahun itu mengusap wajah kasar. Ada apa dengan kakeknya, mengapa membuat drama seperti ini hanya untuk seorang gadis miskin.

“Ya, Tuhan ….” Kamila menutup mulut dengan kedua telapak tangan, tak menyangka selama ini yang menjadi pelanggan setianya adalah seorang Abraham Dewangga. Keluarga mereka begitu menjaga privasi, hanya segelintir orang yang mengenal baik wajah orang kaya nomor satu di kota kecil ini.

Dan siapalah seorang Kamila Cahaya, hanya gadis yatim piatu dengan hidup serba pas-pasan, serta hutang menumpuk. Lalu mengapa Abraham sampai menyamar menjadi kernet bus dan menjadi pelanggan setianya. Tidak mungkin pria paruh baya itu melakukan semua ini hanya untuk dekat dengannya, bukan?

Kini atensi Kamila beralih pada Aron, gadis itu meremas ujung bajunya sebelum menjawab penuh kehati-hatian. “Lalu apakah ini tujuan Tuan Aron ke sini?”

“Ya, itu pesan terakhir dari mendiang kakek saya," jelas Aron.

Kamila tertegun, netranya seketika berkaca-kaca. “Me−mendiang? Jadi, Pak Abraham─”

“Kakek saya sudah berpulang dua bulan yang lalu, dan saya minta untuk kau menjadi istri saya secepatnya," sela Aron mulai tak sabaran.

Kamila tergugu di tempatnya, ia begitu shock dengan kabar kematian Abraham, tapi lebih kaget lagi kala Aron meminangnya penuh paksaan. Gadis itu termenung sejenak, sebelum menjawab lirih. “Saya menolak.”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Ana j
Halo selamat datang di cerita aku, semoga suka! Jangan lupa kritik dan sarannya okay!
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status