Di apartemennya yang mewah, Robert termangu seorang diri dalam ruang besar yang kosong. Dia duduk di beranda, menatap ke arah gemerlap malam kota Miami. Hiruk pikuk dunia malam di bawah sana berbanding terbalik dengan kesunyian hatinya.
Pria itu duduk diam sambil menikmati segelas anggur merah dalam gelas cembung di tangannya. Netra birunya terlihat dingin, sedingin hembusan angin malam. Kehangatan dari anggur tersebut tak mampu membuat perasaannya menjadi hangat.
Robert menghela napas dan menoleh ke arah handphone yang tak berhenti berdering. Tak terlihat keinginan untuk menjawab panggilan tersebut. Dia bahkan mematikan ponselnya.
"Robert, bawa anak itu kembali dalam keluarga kita, segera. Bagaimana kau bisa membiarkan benihmu tercecer sembarangan, apa dirimu tidak khawatir berita itu tersebar dan nama baikmu menja
Hati Rose menjadi lega, karena keluarga kecilnya saat ini memiliki tempat tinggal. Meskipun tempat itu sangat kecil dan hanya memiliki satu tempat tidur, Rose merasa tenang.Dia juga sudah mulai mencicil uang dengan mengutamakan pria pengidap sakit jantung terlebih dahulu. Rose tidak mempedulikan cibiran tetangga lamanya yang hanya mendapatkan sedikit bagian.Rose memilih menggunakan sebagai uangnya untuk membeli sepeda bekas di pedagang barang loak. Benda itu dia berikan pada Dulce Untuk mengantar dan menjemput Kenzie ke sekolah."Satu paket A dan dua paket B." Rose dengan cepat melayani pelanggan.Gadis itu senang sekali berhasil mendapatkan pekerjaan tambahan sebagai kasir di restoran cepat saji, selama enam jam di pagi hari. Pendapatan yang kecil tidak membuatnya kecil hati karena beberapa kali dia diizinkan untuk membawa makanan sisa semalam.Selain bekerja di restoran ayam goreng, wanita hebat itu juga bekerja di Coffee shop dari sore h
"Berapa pekerjaan sebagai petugas kebersihan?" Pertanyaan Rose membuat Clara terkejut.Gadis yang usianya lebih muda dua tahun dari Rose menatap sahabat barunya dengan heran. Pekerjaan kotor sebagai cleaning service banyak dihindari oleh gadis muda apalagi cantik. Hanya di drama televisi saja hal itu ada."Hanya sekitar lima belas dolar setiap jamnya," Jawab Clara.Rose berpikir sesaat, gaji bekerja tengah malam ternyata lebih besar daripada pekerjaan di pagi dan siang hari yang dilakukannya. Pekerjaan tambahan ini cukup membantu banyak dalam kebutuhan Rose, walaupun masih jauh dari membayar kerugian yang entah perlu berapa lama pelunasannya."Aku rasa pekerjaan itu lebih cocok untukku."Clara menatap Rose dengan heran. Dia tidak percaya jika temannya itu begitu teguh. Imingan uang yang cukup besar tidak begitu saja membuat Rose tergiur. Wanita itu seakan memiliki harga diri yang sukar ditawar."Kau yakin, Rose, bukankah dirimu memerlukan ua
Baru saja dua jam Rose memejamkan matanya, tubuhnya sudah diguncangkan oleh seorang wanita cleaning service. Gadis itu mengerjapkan matanya dengan susah payah, berusaha terjaga dari rasa kantuk dan lelah yang menggerogoti tubuhnya."Terima kasih," ucap Rose setelah berhasil menepis rasa kantuknya."Kau bekerja di area pub ya, aku ambil area diskotik." Wanita yang terlihat berusia lebih dari tiga puluh tahun itu menyeringai ke arah Rose."Iya, tidak masalah bagiku." Rose tersenyum mengiyakan.Wanita itu segera mengambil seragam miliknya. Sebuah pakaian terusan seperti seorang montir. Baju berwarna coklat tua itu terlihat kebesaran, membuat tubuh mungilnya semakin tenggelam, bagaikan badut. Namun, warna dan model pakaian itu tidak dapat menyembunyikan kecantikan Rose yang alami."Kau terlihat seperti anak-anak memakai pakaian dewasa." Wanita yang se-profesi dengannya tergelak. "Perkenalkan namaku Liz.""Senang bertemu denganmu, Liz
Rose tersentak ketika merasakan sesuatu dengan aura yang menyeramkan membayanginya. Wanita itu meringis kesakitan ketika merasakan sebuah tangan yang kekar meremas pundaknya. Gadis itu segera menengadahkan wajahnya dan melihat pria muda berkulit coklat gelap menatapnya tajam."Apa yang kau lihat, Nona?" desisan mengerikan bagaikan ular itu terdengar seperti bisa di telinga Rose.Rose melirik dengan posisi kepala yang masih menunduk, sebuah tato menghiasi tangan gelap lelaki itu yang tak dapat dia mengerti bentuknya. Gadis itu kemudian menatap pria yang setengah sekarat di hadapannya, tak berkutik dalam keadaan lemahnya.Tiba-tiba entah keberanian dari mana, wanita itu meremas kuat tongkat pel di tangannya. Dia telah melihat ketidak adilan yang membuat jiwanya meronta. Amarah yang selama ini terpendam bergolak keluar."Saya melihat ketidak adilan," desisnya perlahan. Rose melirik ke arah tangan lelaki yang sedang meremas bahunya dan entah mengapa lelaki it
"Lepaskan wanita itu! Dia milikku!" Ucapan datar dan tegas dari sosok tubuh di balik topeng emas membuat setiap orang terpaku.Rose menatap pria bertopeng emas itu tak mengerti. Pria tinggi yang menjulang misterius dengan jas berwarna hitam dan dasi kupu-kupunya, tak dapat dia kenali dengan jelas. Wajah yang tersembunyi itu hanya menyisakan jambang tipis, bibir tipis yang membentuk garis datar dan mata biru yang menatapnya tajam seakan penuh amarah.Kedua pengawal yang berdiri di depannya pun, mulai bersikap tegang dan waspada. Mereka berposisi seakan-akan siap menyerang jika perintah diturunkan. Sikap meremehkan terlihat di saat menghadapi lawan yang hanya berdiri sendirian, bagaikan pahlawan super."Siapa kau?" Pertanyaan tegas diucapkan oleh pria berkulit gelap di belakang RosePria berjas putih itu tidak menjawab melainkan mengarahkan pandangan ke arah Rose. Dari bahasa tubuhnya, Rose merasakan aura misterius yang tak dapat dia tebak. Hal tersebut sem
Rose menutupi kedua matanya. Lampu sorot yang berpijar sangat terang itu terasa begitu menyilaukan, membuat matanya sakit. Gadis itu belum sempat menyadari apapun ketika didengarnya suara deru kendaraan yang begitu keras. Rose terkejut!Namun, belum sempat dia terjaga dari rasa kaget, gadis itu semakin tersentak ketika melihat di balik cahaya yang berpijar terang menyorot padanya adalah sebuah mobil. Kendaraan beroda empat itu melaju kencang padanya.Rose tak berkutik! Punggungnya menempel erat pada tembok. Dia tak sempat berlari lagi, kakinya seakan terpaku pada lantai. Gadis itu tidak ingin pasrah, tetapi situasi tersebut membuatnya tidak bisa berbuat apa-apa kecuali berteriak pada Sang Pencipta. 'Tuhan, selamatkan aku!' teriaknya dengan bibir terkunci.Semua hal terlintas dengan cepat dalam benaknya. Banyak tanggung jawab yang masih harus dia tuntaskan. Ada nyawa yang masih berharap dirinya bernapas. Rose tidak ingin mat
"Pelacur?" Rose menggigil mendengar kata itu."Mungkin … lebih baik aku meninggalkan dirimu dengan pria itu. Ah! Betapa bodohnya aku." Robert terkekeh sinis. "Jika dia memilikimu, maka aku akan bebas mendapatkan Kenzie, bukan?"Rose melotot mendengar perkataan Robert. Dia heran bagaimana pria itu bisa mengucapkan hal yang begitu licik. Merampas Kenzie dengan menggunakan taktik keji seperti itu, menyakinkan Rose jika dokter showbizz ini bukanlah pria baik. Dia lebih tidak pantas lagi memiliki Kenzie."Aku rasa hargamu rumayan mahal." Robert meneliti Rose dari atas ke bawah. "Apalagi jika kau masih perawan." Ucapan penuh penghinaan itu membuat Rose semakin tersinggung."Kau!" Rose hendak menampar Robert, tetapi dengan cepat pria itu menangkap tangannya dan mencengkeram kuat. Mereka berdua berdiri bagaikan musuh bebuyutan yang siap untuk saling menghancurkan.Dia tidak menyangka pria ini bisa berbicara keji seperti itu. Menjual diri
Rose mengerjapkan matanya yang masih terasa sukar untuk dibuka. Perempuan itu memegangi kepalanya yang terasa sangat pening dan berusaha terjaga dari tidur panjangnya. Wanita itu merasakan tubuhnya terasa sedikit sakit di beberapa bagian. Setelah beberapa saat Rose akhirnya bisa membuka matanya lebar-lebar dan dia menatap heran ke arah langit-langit kamar dengan lampu benderang yang tak pernah dia miliki. Ketika kesadarannya pulih wanita itu tersentak melihat ruangan mewah di mana dirinya berbaring. "Di mana aku?" Rose segera menegakkan tubuhnya dan duduk di pinggiran tempat tidur. "Kamar ini … aku tidak mengenalnya." Rose berdiri dan berpegangan pada nakas di sampingnya. Kepalanya masih berdenyut saat dia paksaan untuk berdiri dengan tiba-tiba. Wanita muda dan cantik itu kemudian melemparkan pandangannya ke sekeliling ruangan berusaha mencari jejak akan keberadaannya. Kamar ini hampir setengah kali ukuran luas daripada apartemen yang di