Terpaksa Menjadi Wanita Malam 4
"Tumben sudah pulang, Nduk? Biasanya pagi," tanya Bulek Nur. Ia masih memakai mukenanya. Mungkin baru saja sholat malam.
Salat. Kapan terakhir aku melakukannya? Aku sendiri sudah lupa. Orang sepertiku ini apa masih pantas menjalankan ibadah? Apa akan di terima oleh Tuhan?
"Iya Bulek. Aku sedang tak enak badan. Jadi ijin pulang," ucapku berbohong pada Bulek Nur. Sebenarnya bukan tak enak badan, tapi tak enak hati saat bertemu dengan Aldo.
Kuharap suatu saat aku akan meninggalkan dunia ini. Hidup normal dan bahagia bersama Naina dan bulek Nur.
Pasangan hidup, mungkin aku tak membutuhkannya. Aku sudah bisa mencari uang sendiri. Lagipula pernikahan hanya akan mengikatku.
Aku sudah tak percaya akan cinta. Cinta saat ini bisa digadai dengan uang dan materi.
Aldo saja pergi meninggalkanku demi menikah dengan wanita kaya, bahkan ia tak mau mengakui adanya Naina. Sedangkan ibu. Ia juga hanyut dengan bujuk rayu lelaki kaya.
Kadang aku berharap jika kelak bisa menikah dengan lelaki seperti almarhum bapak. Lelaki yang hebat dan bertanggung jawab. Doaku akan selalu untukmu, bapak. Semoga doa anakmu bisa sampai ke surga.
*
"Ibu, bangun, Bu!" Sebuah tangan mungil mengusap pipiku.Ah, Nainaku sayang. Ibu mencintaimu.
"Iya, cah ayu." Aku mengerjapkan mata.
"Kamu nggak sekolah? Kok belum siap-siap." Aku bangkit dari tidur. Kubingkai wajah cantik dan imutnya.
"Semalam ibu nggak kerja, kan? Sekarang aku mau di antar ke sekolah sama ibu aja. Teman-teman Naina selalu berangkat diantar sama ayah dan ibunya Tapi aku selalu sama Mbah nur." Naina sudah bisa protes.
Kini Naina sudah tumbuh besar. Ia bisa merasakan jika keluarganya tidak lengkap. Maafkan ibu, nduk. Tapi ibu berjanji akan jadi ayah dan ibu yang kuat buat kamu.
"Iya nanti ibu antar, boleh nggak ibu mandi dulu," ucapku berkompromi padanya.
"Boleh dong, biar ibu nggak bau," sahutnya dengan suara kecilnya.
*
Kami sudah sampai di sekolah Naina. Sekolah yang menurutku cocok untuk anak seusia Naina. Sekolah ini memang sedikit lebih mahal biaya SPPnya, tak apalah yang terpenting Naina bisa mendapatkan pendidikan yang terbaik, tidak seperti ibunya."Eh, Bu. Tau nggak Naina itu ternyata nggak punya bapak. Ia anak har*m," ucap seorang ibu yang mungkin juga sedang mengantarkan anak mereka sekolah.
Dengan terang-terangan mereka menggunjing Naina.
"Mosok sih, Bu? Ih, nggak nyangka ya. Berarti ibunya itu wanita nak*l," timpal seorang ibu lagi.
Dadaku bergemuruh. Aku terima jika mereka mencomooh atau menggunjingku. Tapi tidak pada Naina, anakku.
Aku menyuruh Naina masuk. Tak baik jika dia melihat aku melabrak sekumpulan ibu-ibu kurang kerjaan itu.
"Heh, Bu. Sudah tau belum siapa ibu dari Naina?" Tanyaku masih halus pada segerombolan ibu-ibu. Sebenarnya ingin rasanya mengatai mereka langsung. Tapi kuurungkan, karena tak mau jika terjadi keributan dilingkungan sekolah anakku.
"Kamu siapa? Pengasuh barunya Naina? Biasanya dia di antar oleh mbok Nur," sahut salah seorang ibu.
Mungkin mereka belum sadar jika aku adalah ibu Naina. Ini pertama kali aku mengantarkan ia sekolah. Tapi tak menyangka langsung mendapatkan kejutan seperti ini.
"Apa aku terlihat seperti pengasuh?" Tanyaku lagi.
"Dilihat dari penampilannya saja sudah bisa di tebak. Tuh, bajunya saja lusuh pake sandal jepit lagi. Nggak kayak kita yang rapi," timpal seorang ibu lagi.
Oh, begitu. Mereka hanya melihat penampilanku saja.
"Saya ibunya Naina. Nama saya Hani. Di ingat-ingat ya, Bu! Saya hanya ingin menekankan pada kalian. Jika Naina bukan anak har*m. Dia terlahir suci dari rahim saya. Jangan pernah lagi mengatainya anak har*m. Megerti!" Aku sedikit menekan nada bicaraku.
Sejenak mereka diam tak menyahut. Mungkin shok, orang yang mereka bicarakan ada di sini.
"Satu lagi, Bu. Apapun pekerjaan saya. Semua tidak ada urusannya dengan kalian. Jangan gunjingkan Naina lagi." Aku pergi meninggalkan mereka. Riuh kembali terdengar saat aku sudah menjauh dari sekumpulan ibu-ibu itu. Aku tak menggubrisnya lagi.
*
Seperti biasanya, pukul tujuh aku tengah bersiap untuk pergi bekerja. Dari rumah memang tak pernah memakai make-up atau baju seksi. Aku melakukan itu agar bulek Nur tidak curiga dengan pekerjaanku yang sebenarnya.Aku juga ingin menghindari omongan tetangga. Beruntungnya bisa tinggal di perumahan ini. Warga di sini mayoritas pekerja. Jadi mereka akan sibuk dengan urusan masing-masing tanpa mau tahu dengan urusan orang lain.
Hari ini Pak Saman tidak bisa mengantarkanku. Ia bilang istrinya sakit dan harus menjaganya. Sungguh suami yang baik.
Pernah suatu hari pak Saman bertanya padaku.
"Mbak ayu. sebenarnya kerja apa sih? Kok berangkat malam pulang pagi," tanya pak Saman, saat kuajak makan malam dulu sebelum mengantarkanku ke club.
"Bapak mau tau?"
"Iya, Mbak Ayu. Itupun kalo boleh."
"Saya bekerja sebagai penyedia jasa untuk laki-laki, Pak?"
"Maksudnya?"
"Saya menju*l diri saya, Pak," ucapku lancar. Tak perlu ada yang ditutup-tutupi. Aku sudah menganggap Pak Saman seperti orang tua sendiri.
"Astaghfirullah, bener itu Mbak Ayu?" Aku mengangguk dan mengiyakan. Ia masih tak percaya.
"Bapak nggak mau ya, nganterin Hani lagi?" tanyaku pada lelaki berusia 49 tahun itu.
Ia bergeming.
"Bukan begitu, Mbak. Tapi--"
"Saya paham, Pak. Kalo Bapak nggak bisa nganterin lagi nggak apa. Saya nanti bisa cari orang lain," paparku lagi.
"Apa tak ada pekerjaan lain, Mbak?"
"Kalo ada yang lain dan lebih menghasilkan banyak uang. Hani pasti cari yang lain, Pak. Semua ini terpaksa Hani lakukan ...." Tak terasa bulir bening meluncur begitu saja.
Kuceritakan semuanya pada Pak Saman. Ia pun ikut prihatin atas apa yang menimpaku.
"Bapak janji, akan selalu menjaga mbak ayu jika diijinkan. Mbak Ayu sudah bapak anggap anak sendiri."
Aku terharu mendengar ucapan Pak Saman. Lelaki yang punya tabiat buruk memang banyak. Tapi di situ akan tersisa lelaki baik seperti almarhum bapak juga pak Saman.
*
Aku menaiki taksi yang sudah kupesan melalui online. Jujur sebenarnya ingin sekali bisa memiliki mobil. Tapi aku tak bisa menyetir. Lagi pula pasti orang-orang akan curiga. Jika seorang pekerja club bisa memiliki mobil. Akan muncul pertanyaan aneh-aneh, apalagi dari bulek Nur.Di rumah memang ada satu motor, itupun di pakai Bulek Nur untuk mengantar jemput Naina ke sekolah.
Aku sangat menyayangi Bulek Nur. Ia hadir menjadi sosok pengganti ibu bagiku. Setelah ditinggal meninggal suaminya ia tak mau menikah lagi. Ia bilang jika kelak ia ingin bersatu lagi di surga dengan suaminya. Beda halnya jika ia menikah lagi. Surga yang mana yang akan ia ikuti jika ia mempunyai dua suami.
Sungguh kisah cinta yang indah. Namun sayangnya kisah cintaku tak seindah kisah cinta Bulek Nur ataupun Pak Saman. Yang sama-sama setia pada satu pasangannya saja.
*
"Hari ini ada bos besar yang datang nggak, Mar?" tanyaku pada Maria. Aku sudah sampai di club. Perjalanan cukup melelahkan, karena jalanan cukup padat bertepatan dengan akhir pekan."Ada, Han. Tapi udah tua. Kakek kakek malahan. Kamu mau?" tawar Maria padaku.
"Siapa saja boleh, asal duitnya gede. Kecuali si Aldo. Tolak saja kalo ia ingin ditemani olehku," ucapku sambil memainkan ponsel.
"Kalo gitu masuk saja ke room tiga. Dia ada di sana. Namanya Pak Alex.," imbuh Maria lagi, sepertinya ia sudah cukup minum malam ini. Di meja ada dua botol kosong bekas dia. Aku hanya menggelengkan kepala.
Aku bergegas menuju room tempat dimana orang kaya itu menunggu.
Ceklek.
Pintu kubuka. Terlihat sosok laki-laki yang kelihatannya memang sudah berumur. Sudah banyak uban yang mendominasi warna rambutnya. Tapi tubuhnya masih terlihat gagah. Tak apalah, aku tak pernah pilah pilih soal customer.
"Tuan Alex. Saya Hani yang akan menemani Anda malam ini."
Ia tak menjawab, malah fokus melihatku dari atas ke bawah.
"Duduklah ....!"
Terpaksa Menjadi Wanita Malam 5"Duduklah ....!" Lelaki itu menyuruhku duduk."Oke," sahutku kemudian."Siapa namamu, tadi?" Ia mulai meminum minuman yang ia pegang. Orange jus? Tumben sekali ada lelaki hidung belang yang tidak memesan minuman beralkohol."Hani, Tuan," jawabku lagi."Kita bisa keluar?" Laki-laki ini terlihat dingin. Bicara saja singkat sekali."Oke, tapi nanti KTP tuan difoto dan di kirim ke Maria. Itu sudah menjadi peraturan di sini," jelasku padanya.Ia langsung mengambil KTPnya. Lalu meminta ponselku."Sini ponselmu. Foto saja, lalu kirim ke Maria," ucapnya masih dingin.Tidak bisa membayangkan jika malam ini aku akan menghabiskan waktu bersama pria dingin ini.Aku memotret KTP miliknya. Lalu kukirim pada Maria. Ini semua di lakukan untuk berjaga-jaga. Jika ada hal-hal yang tak di inginkan terjadi padaku atau pekerja lainnya.Maria adalah salah satu orang kepercayaan pemilik club ini, kami yang bekerja ada di bawah kendalinya. Semua pekerja jasa dibawa keluar jika
Terpaksa Menjadi Wanita Malam. 6Aku memperbaiki posisi duduk. Mendengarkan setiap perkataan tuan Alex dengan seksama."Lalu apa yang harus saya lakukan, Tuan?" tanyaku penasaran."Kamu cukup menemaniku ngobrol. Aku masih setia pada satu wanita. Tak mungkin aku menyentuh perempuan lain yang bukan milikku?" Apa maksudnya? Jadi buat apa ia membayarku mahal jika tidak untuk melayaninya?"Lalu, kenapa Tuan memberiku yang dua puluh juta?" Aku masih bingung dengan tamuku malam ini."Seperti yang sudah aku katakan tadi. Apapun yang kita lakukan malam ini harus menjadi rahasia kita berdua. Tidak ada yang boleh tau," papar Tuan Alex sambil meneguk minuman soda yang baru ia ambil di lemari pendingin."Saya mengerti, Tuan. Semua identitas tamu saya, bisa dirahasiakan," ucapku menyakinkan.Tuan Alex kembali duduk, kini ia ada di hadapanku, hanya ada meja yang membatasi kami. Lalu ia pun mulai bercerita."Aku adalah seorang pengusaha sukses di kota ini. Apapun bisa kubeli. Uang tak jadi masalah.
Terpaksa Menjadi Wanita Malam 7Aku bergegas mengambil tas dan segera pergi untuk melihat keadaan Naina."Tunggu ...." Tuan Alex mencegahku untuk pergi."Ada apa lagi, Tuan?" tanyaku buru-buru."Di bawah ada mobil yang sedang menunggu. Mobil itu akan mengantarkanmu pulang. Lagipula akan lebih cepat sampai di rumah daripada kamu harus menunggu taksi yang lewat," ucapnya perhatian.Baru kali ini ada laki-laki yang memperlakukanku layaknya wanita terhormat. Ia tak sedikitpun menyentuhku, bahkan kini ia menyediakan mobil untuk mengantarkan aku pulang. "Terima kasih, Tuan. Anda terlalu baik. Aku tak akan pernah lupa kebaikanmu." Aku berjalan keluar meninggalkan kamar Tuan Alex yang begitu mewah.Benar saja, di bawah sudah ada mobil yang sedang menunggu. "Mbak Hani?" tanya sopir itu memastikan."Iya, Pak," sahutku cepat."Silakan masuk, saya supir Tuan Alex. Beliau meminta saya mengantar Anda untuk pulang kerumah." Sopir itu dengan santun membukakan pintu untukku. Seolah aku seorang putr
Terpaksa Menjadi Wanita Malam 8"Sudah kubilang, siapa dia dan apapun yang kulakukan itu semua bukan urusanmu," ucapku tegas. Aku melangkah pergi meninggalkan lelaki pengec*t itu.Namun tanganku di cekal olehnya."Apa dia anakku?" tanya Aldo kembali.Kini dia bertanya tentang anak. Kemana saja saat dulu aku meminta ia untuk bertanggung jawab atas perbuatannya? Ia malah pergi menghilang dan memilih menikah dengan anak orang kaya. Tapi aku senang. Naina tak tau jika ayahnya adalah seorang pengec*t. Bahkan tak mengakui keberadaan Naina kala itu. Kini ia bertanya tentang anak. "Kalo aku jawab bukan, kamu mau apa?""Aku tau kamu tak menggugurkan kandunganmu. Menurut orang kampung kalian pindah rumah setelah warga tahu kamu hamil di luar nikah," ucapnya seolah tak bersalah atas semua yang telah menimpaku juga keluargaku."Oh, jadi kamu punya mata-mata untuk mengintai kami," ucapku menyindir."Tinggal jawab iya atau tidak, susah banget sih kamu, Han," ucapnya dengan nada mulai tinggi."Ini
Terpaksa Menjadi Wanita MalamPart 9POV tiga."Mas, aku punya kabar kurang baik." Terlihat wajah istri Aldo yang sedikit murung dan sedih."Kabar apa, Sayang?" tanya Aldo. Ia mengajak sang istri untuk duduk disalah satu kursi tunggu di koridor rumah sakit.Tak menjawab, tapi isak tangis terdengar dari bibir istri Aldo."Sebenarnya ada apa? Kenapa kamu malah menangis?" Aldo makin cemas pada istrinya. Walaupun mereka menikah karena perjodohan tapi Aldo sayang pada istrinya, hanya sekedar sayang bukan cinta. Cinta Aldo masih tersimpan utuh pada seorang gadis yang telah ia sakiti. Hani Hapsari."Ada masalah dengan rahimku, dan--." Istri Aldo makin terisak."Aku akan sulit punya anak, Mas," imbuhnya lagi. Aldo bergeming. Benarkah ini karma untuknya."Mas, kamu masih mau tetap hidup bersamaku bukan? Kamu nggak akan pergi meninggalkanku cuma gara-gara aku nggak bisa memberimu anak," kata sang istri sambil menggenggam tangan Aldo yang kelihatan masih tak percaya bahwa seumur hidupnya ia tak
Terpaksa Menjadi Wanita MalamPart 10Pintu akhirnya terbuka. Masuklah seorang wanita yang nampaknya sedang dikuasai oleh amarah."Kalian sungguh keterlaluan," hardik wanita yang memakai dress selutut untuk membalut tubuhnya.Aku dan Tuan Alex terperanjat. Kenapa wanita ini bisa masuk dengan mudah ke kamar Tuan Alex?Aku melemparkan pandangan pada Tuan Alex. Ia menyuruhku untuk tenang, dengan kode yang ia berikan. Sedangkan wanita itu masih nampak emosi, tapi kini ia memandangiku hingga tak berkedip."Ada apa Mami datang kesini?" tanya Tuan Alex. Mami? Sebenarnya siapa wanita ini?"Seharusnya Mami yang tanya sama Papi, kenapa ada di kamar ini bersama perempuan lain? Pasti dia wanita mur*h*n yang Papi sewa bukan?" ucap wanita yang ternyata istri dari tuan Alex. Pandangannya kini terarah pada Tuan Alex."Aku sedang membicarakan bisnis dengannya. Apa itu sebuah masalah untukmu?" kata Tuan Alex santai."Tentu saja itu menjadi masalahku," sahut istri Tuan Alex.Aku heran. Kenapa tuan Ale
Terpaksa Menjadi Wanita MalamPart 11Hari berganti hari, kini Naina sudah pulang ke rumah. Bersyukur dia anak yang kuat dan mau berjuang untuk sembuh dari sakitnya."Naina, seneng nggak sekarang sudah pulang kerumah lagi?" tanyaku saat menemaninya yang hendak tidur siang."Seneng dong, Buk. Aku seneng kalo bobok di rumah. Di rumah sakit capek suruh minum obat terus," kata Naina polos. Mata beningnya menatapku penuh cinta."Kalo sakit memang nggak enak, Nduk. Maka dari itu Naina sekarang jangan jajan sembarangan ya. Biar nggak sakit lagi." Aku mengusap kepalanya. Jarum jam sudah menunjukkan pukul satu siang, biasanya itu adalah jam di mana Naina harus tidur siang.Setelah kubacakan sedikit cerita ia langsung terlelap dalam mimpi. Anak pintar. Walau ia tumbuh tanpa sosok seorang ayah di sampingnya, Naina bisa beradaptasi dengan teman sebaya yang memiliki orang tua lengkap. Tapi tak jarang ia bertanya tentang sang ayah. Itu yang sering membuatku cemas, bagaimana aku harus menjawab perta
Terpaksa Menjadi Wanita MalamPart 12"Aku ingin bertemu Naina. Aku ingin bertemu anakku. Ijinkan aku, kumohon," pinta Aldo dengan wajah memelas."Untuk apa kamu menemui Naina? Tidak usah kalo hanya ingin membuatnya terluka," kataku mencegah."Tapi Naina itu anakku. Dia harus tau kalo aku ayahnya," desak Aldo lagi.Aku tertawa, "kemana saja kamu selama ini, hah? Lalu siapa yang bilang kalo Naina itu anakmu? Bukannya kamu sendiri tak mengakuinya," sindirku lagi padanya, mengingatkanku lagi pada masa lalu saat dia menolak hadirnya Naina."Aku minta maaf, Hani. Maaf, kumohon maafkan aku, ingin sekali aku memeluknya," rengeknya terus memelas."Tidak!" Tolakku lagi."Mas Aldo, apa yang kamu lakukan disini? Siapa wanita ini, mas?" Suara wanita menghentikan perdebatanku dengan Aldo. Kami menoleh kemana suara itu berasal.Tak jauh dari kami duduk. Berdiri seorang wanita yang cantik, tapi terlihat tidak sedang baik-baik saja."Kamu---," kata Aldo tercengang.Wanita itu mendekat ke arah kami.