"Sylvi Anugrah, dijatuhi hukuman penjara selama tiga tahun dan dipotong masa tahanan selama tiga bulan,"
Tok Tok TokSuara hakim beserta ketukan Palu itu terdengar samar di telinga Sylvi yang sedang menundukkan kepalanya yang terasa hampir pecah.Ditambah lagi dengan suara teriakan histeria karena bahagia dari orang-orang yang menuntutnya. Suara yang bergemuruh itu membuatnya ingin segera pergi dari tempat itu."Dasar kau pembunuh. Kau tak pantas mendapat hukuman penjara. Seharusnya kau mendapatkan hukuman mati!!!" teriak seseorang di kursi hadirin."Benar. Hukuman penjara tiga tahun terlalu mudah bagimu. Kau lebih pantas mati," teriak yang lainnya."Kau pikir uangmu bisa mengembalikan anakku yang sudah mati? Tidak. Aku berharap kau juga mati membusuk di penjara!!!" teriak seorang wanita paruh baya.Sylvi membalikkan tubuhnya dan menatap lekat ke arah wanita itu. Dia memang memberikan uang sebesar lima belas miliar sebagai kompensasi dan uang duka pada keluarga anak yang meninggal itu.Dia tahu, uang sebanyak apapun tidak akan bisa mengembalikan nyawa yang telah hilang, tapi dia juga tidak menyangka bahwa Ibu dan seluruh keluarga dari anak yang tak sengaja di tabraknya itu justru memberatkan hukumannya dan melontarkan kata-kata yang tidak pantas kepadanya.Sylvi hendak membalas perkataan mereka saat tubuhnya tiba-tiba di seret oleh dua orang petugas sidang ke dalam mobil yang akan mengantarnya ke Rumah Tahanan.Tak hanya di dalam ruang sidang, di luar gedung pengadilan pun dia mendapat kecaman yang sama dari masyarakat yang berbondong-bondong datang untuk menyaksikan langsung persidangan hari ini. Namun mereka tak di izinkan masuk karena hanya keluarga korban yang diperbolehkan berada di dalam ruang sidang."Dasar pembunuh!!!" teriak seseorang tak jauh dari tempat Sylvi berjalan.Sylvi seketika menghentikan langkahnya karena tidak terima dengan sebutan itu. Dia membuka mulutnya untuk mengatakan bahwa itu tidak benar."Kau pantas di hukum mati. Itu kelalaian terbesar dalam hidupmu, hingga seorang Ibu harus kehilangan anak semata wayangnya," seru pengunjung lain saat Sylvi belum sempat membantah teriakan pertama."Ya, benar. Pembunuh harus dibunuh!!!"Semua orang tampak semakin menggila dengan terus menerus meneriakkan kata-kata umpatan terhadap Sylvi.Mereka bahkan berusaha maju dan menerobos barikade penjagaan gedung persidangan. Meski sudah dihalangi, namun sebuah tangan berhasil menarik rambutnya dengan sekuat tenaga hingga Sylvi terjerembab dan jatuh di tanah."Aaahhhh..." Suara Sylvi terdengar lirih saat dia merasakan sakit di kulit kepalanya.Sylvi terjatuh dengan lutut terhempas ke tanah di depan gedung persidangan. Bukannya kasihan dan menghentikan tindakannya, beberapa pengunjung lainnya bahkan menyerbu bersamaan ke arahnya untuk meraih tubuh kurusnya itu di iringi dengan lemparan telur yang entah siapa yang memulainya."Praaakkk..."Sebutir telur busuk berhasil singgah tepat di kepalanya dan pecah tepat mengenai dahinya. Cairan busuk keluar dari cangkang telur yang pecah dan mengalir ke wajahnya yang polos tanpa make up."Huweekkk..."Sylvi hampir saja memuntahkan isi perutnya karena aroma tak sedap yang berasal dari pecahan telur. Dia bahkan berulangkali mengusap wajahnya agar cairan busuk itu segera enyah dari hadapannya.Namun semakin di usap, aroma busuk itu semakin menempel di wajahnya."Hahahahaa... kau rasakan itu hahahhaa..."Semua orang yang melihatnya tertawa terbahak-bahak tanpa ada sedikit pun rasa belas kasihan. Mereka senang telah berhasil meneror sang pembunuh tepat di depan mata, begitu pikir mereka."Tidak ada yang boleh main hakim sendiri. Dia sudah di adili di pengadilan. Kalian jangan ikut campur," teriak seorang petugas yang geram dengan kelakuan mereka semua.Bau busuk dari telur-telur yang berserakan di tanah membuat semua penjaga mual dan menatap marah pada para pengunjung yang telah mengotori halaman gedung pengadilan.Para penjaga bergegas menyeret Sylvi masuk ke mobil tahanan agar tak lagi menjadi bulan-bulanan para pengunjung."Wanita cantik berhati busuk, kau harus mendekam di penjara selamanya,""Benar sekali. Mati saja kau di penjara,"Suara-suara teriakan yang mengecamnya masih terdengar jelas dari dalam mobil yang dinaiki Sylvi. Perlahan suara-suara itu mulai menghilang seiring bergeraknya kendaraan itu menjauh dari gedung pengadilan.Sylvi menghempaskan nafas lega sejenak. Terlepas dari kecaman masyarakat dan masuk ke dalam penjara yang tentu saja tidak lebih baik dari pada diluar penjara."Apa yang kau lakukan sampai semua orang membencimu, nona Sylvi?" ujar seorang penjaga bernama Dhani yang tak peduli dengan berita persidangan. Dia hanya sibuk bekerja sesuai tugasnya."Apa kau tidak pernah membaca koran atau menonton berita?" Tanya rekannya yang sedang mengendarai mobil tahanan."Tidak," sahut Dhani jujur."Dia itu pembunuh. Dia menabrak seorang anak kecil hingga tewas. Tapi dia menyangkal dan tidak mengakui perbuatannya," sahut penjaga yang mengendarai mobil."Benarkah?" Tanya Dhani yang berbalik menatap Sylvi yang duduk di bangku bagian tengah kendaraan itu. Kursi depan mobil tahanan dan kursi di bagian tengah berbatas jeruji besi namun tak menghalangi pandangan Dhani ke wajah Sylvi.Sylvi spontan menggelengkan kepalanya karena memang dia tak bersalah. Meskipun kejadian itu terlalu cepat tapi dia yakin anak kecil itu mendadak berlari ke arahnya saat dia hendak membelokkan mobilnya memasuki cluster tempat tinggalnya.Penjaga yang sedang mengemudikan kendaraan itu pun spontan tertawa terbahak-bahak."Mana ada penjahat yang mau mengakui perbuatannya?" ujarnya sambil terus tertawa.Sylvi yang sejak tadi sudah menahan kekesalannya akhirnya menumpahkan semua isi hatinya di dalam mobil tahanan."Aku bukan pembunuh. Aku sudah menjelaskan semuanya di pengadilan. Tapi kenapa tidak ada yang percaya padaku?" teriaknya dengan suara lantang.Kedua orang penjaga yang duduk di kursi depan terdiam. Akhirnya mereka mendengar suara Sylvi yang bungkam sejak di dalam ruang persidangan tadi."Lalu, kenapa pengacaramu juga meninggalkanmu? Bukankah dia seharusnya hadir di sidang putusan hari ini?" Tanya penjaga yang sedang mengemudi."Itu...itu karena...aku tidak punya uang lagi untuk membayarnya," sahut Sylvi lirih.William Neil, pengacara handal blasteran jerman yang disewanya untuk memenangkan perkara ini telah banyak membantunya. Dakwaan awal pasal pembunuhan telah berubah menjadi dakwaan pembunuhan tidak di sengaja setelah mereka mendapatkan rekaman CCTV dan kesaksian dari seorang satpam Cluster yang melihat langsung kejadian itu."Aku kehabisan semua asetku setelah James Singgih merebut perusahaanku dengan cara paksa. Uang tabungan sebanyak lima belas miliar telah kuserahkan pada keluarga korban sebagai kompensasi dan uang duka. Kemudian pengacara itu meninggalkanku karena aku tak punya uang lagi untuk membayarnya," ujar Sylvi dengan hati perih."Apa kau tidak memiliki keluarga yang bisa membantumu?" Tanya Dhani lirih."Aku sudah mencobanya, tapi tidak ada yang peduli padaku," sahut Sylvi sambil menundukkan kepalanya dalam-dalam.Dhani yang sejak tadi menatap wajahnya berpaling dan menyembunyikan gurat kesedihannya setelah mendengar cerita Sylvi.Bahkan rekannya yang sedang mengemudi pun terlihat sedang mengusap wajahnya dari balik kaca spion."Lalu, James Singgih itu siapa, nona?" Tanya Dhani lagi."Dia? Dia adalah singkong rebus basi berkelakuan mesum yang selalu saja berusaha merebut proyek perusahaanku. Dia bahkan tak segan melakukan segala cara untuk merampas aset perusahaanku, Anugrah Sejati," sahut Sylvi geram. Kedua telapak tangannya saling menggenggam dengan buku-buku jari yang memutih karena genggamannya begitu erat."Singkong rebus basi?""Aku tidak tahu, apakah perbuatanku ini melanggar hukum atau tidak. Tapi setidaknya, sebagai sesama manusia, kita harus saling bantu, kan?" ucap Dhani tersenyum ke arah Sylvi.Sylvi tak mengerti arti ucapan penjaga itu. Dia hanya diam terpaku menatap wajah Dhani yang sedang tersenyum ke arahnya."Apa yang akan kau lakukan?" Teriak rekan Dhani sambil terus mengemudi. Dia khawatir Dhani akan melakukan hal gila hanya karena simpati dengan nasib Sylvi"Apa yang kau pikirkan? Apa kau kira aku akan membantunya melarikan diri?" ujar Dhani balik bertanya."Lalu, lalu apa?" Tanya rekannya gugup. Dia tahu Dhani adalah seorang teman yang baik dan suka membantu rekan satu profesi nya. Tapi untuk seorang terdakwa, apa yang hendak dia lakukan? pikir penjaga itu dengan jantung berdebar. Dhani mengeluarkan ponsel dari saku bajunya dan menyodorkannya ke arah Sylvi melalui lubang di bawah jeruji besi."Hubungi siapa saja yang ingin kau hubungi. Mungkin, di saat-saat terakhir ini ada keajaiban yang dat
Mobil tahanan yang membawa Sylvi berhenti di depan rumah tahanan wanita yang berjarak tak terlalu jauh dari gedung pengadilan tempat dia di adili.Saat menyuruhnya turun, Dhani dan Randy baru menyadari bahwa Sylvi pingsan dan segera membawanya ke klinik yang berada di dalam rumah tahanan wanita itu.Dua jam kemudian Sylvi terbangun dan segera di bawa ke dalam sel oleh para penjaga tanpa menanyakan keadaannya saat ini.Dia sangat lemah. Dia berjalan pelan dan terseok-seok menuju sel dimana dia akan ditempatkan.Sebuah sel berukuran tiga kali tiga meter itu berisi tujuh orang wanita, saat pintu sel dibuka, Sylvi di dorong masuk ke dalam dengan kasar. Penjaga rutan kembali mengunci jeruji besi di depannya.Sylvi tak berani melihat ke arah wanita-wanita itu. Tatapan mereka sangat menakutkan dan membuatnya gemetar.Salah satu wanita berdiri dan menjambak rambutnya. Sylvi terjatuh ke belakang tanpa perlawanan. Sesaat kemudian, dia dipukuli oleh tujuh orang wanita menyeramkan tanpa ampun itu.
Bleb bleb blebSylvi meronta sekuat tenaga saat kepalanya dibenamkan ke dalam bak mandi berukuran besar. Namun dua wanita begundal yang memegang lengannya dengan kuat tak membiarkannya begitu saja.Saat dia hampir kehabisan nafas dan hampir lemas, seorang penjaga tahanan meneriaki mereka dari kejauhan."Apa yang kalian lakukan?" teriaknya.Laki-laki bertubuh lebar yang memakai seragam petugas itu menghampiri mereka. Pintu kamar mandi memang tidak tertutup sehingga memungkinkan penjaga dan para narapidana lainnya bisa melihat kejadian itu dengan jelas.Sutiwe dan rekan-rekannya segera keluar dari kamar mandi dan meninggalkan Sylvi yang hampir mati lemas.Sylvi terduduk di lantai kamar mandi yang licin. Dia berusaha memuntahkan air bak mandi yang masuk ke tubuhnya melalui mulut dan hidungnya tadi. Namun karena lemas dan tak bertenaga, dia hanya bisa terbatuk."Apa yang terjadi?" bentak penjaga tahanan ke arah Sylvi.Sylvi yang hampir kehabisan nafas tak bisa menjawabnya dan hanya menunj
Dua minggu berlalu tanpa harapan. Harapan Sylvi untuk mendapat bantuan hukum. Seorang penjaga wanita membangunkan nya yang hampir pingsan setelah dijadikan samsak hidup oleh tujuh wanita begundal ."Tahanan 1234, ada tamu," teriak penjaga wanita itu."Tamu?" tanya Sylvi lirih. Secercah harapan timbul dibenaknya.Gadis bertubuh kurus itu tiba-tiba duduk dengan wajah berseri-seri, di balik luka lebamnya."Apakah itu William? Atau Om Stevan? Mungkin juga Tante Marina, atau Hani yang berubah pikiran?" gumamnya dalam hati."Namanya James Singgih," ujar penjaga wanita itu.Sylvi langsung terkulai lemas. Mau apa lagi singkong rebus basi itu menemuiku? Apa dia mau menertawakanku? geramnya kesal.Sylvi masih ingat pertemuan terakhirnya dengan James Singgih yang menyebalkan itu, tiga bulan yang lalu."Presdir, ada tamu penting yang ingin bertemu denganmu," ujar Diana Pinkan, sekretaris Sylvi."Siapa?" Tanya Sylvi sambil terus menatap laporan keuangan yang baru saja diserahkan Diana beberapa jam
Setelah pertemuannya dengan William malam itu, Sylvi pulang dengan mengendarai mobilnya yang sudah selesai diperbaiki sore tadi. Pertemuannya dengan William belum mendapat kesimpulan apa penyebab surat perjanjian itu terjadi.Di sepanjang perjalanan, beberapa kali dia menginjak pedal rem secara mendadak karena tidak fokus pada pandangannya. Berkali-kali air mata terjatuh tanpa sengaja dari pelupuk mata cantiknya itu hingga membuat pandangannya buram.Hingga saat mobil yang dikendarainya sudah berada di depan gerbang sebuah Cluster Perumahan dimana rumah miliknya berada, Sylvi membelokkan kendaraannya hendak melewati gerbang itu.Ciiiittttt...Sylvi menginjak pedal rem dengan sekuat tenaga saat tiba-tiba sebuah bayangan terlihat di depan mobilnya. Bayangan yang tiba-tiba melintas itu ternyata adalah seorang anak kecil yang hendak berlari ke seberang jalan.Kejadian mendadak itu membuat tubuh Sylvi menegang seketika. Gadis itu turun dari mobilnya dengan tubuh gemetar dan ketakutan. Apa
"Haii nona cantik. Gimana kabarmu hari ini?" Tanya James dengan wajah ceria."Gak usah basa-basi. Kau bisa lihat sendiri kabarku seperti apa," sahut Sylvi ketus."Hmm... Hahahaha... Ah.. sungguh disayangkan, kau tidak mengikuti saranku waktu itu. Andai saja kau menuruti permintaan ku, pastinya kau tidak akan babak belur seperti sekarang," sinis James yang membuat Sylvi muak.James pernah menemuinya di rumah tahanan sehari sebelum sidang putusan dibacakan. James meminta gadis itu untuk menjadi kekasihnya, dengan begitu pria berperut buncit itu akan menyelamatkannya dari tuduhan pembunuhan. Sylvi saat itu merasa yakin akan memenangkan perkara tersebut karena ada William. Namun dia tidak menyangka, setelah pertemuannya dengan James Singgih hari itu William pun datang dan mengatakan bahwa dia tidak akan melanjutkan perkara itu lagi dan menolak untuk naik banding. William menyuruh Sylvi untuk mencari pengacara lain tapi tentu saja Sylvi tidak bisa melakukannya karena dia sudah tidak memil
Di sudut lain rumah tahanan itu, ada tempat berolahraga khusus untuk para penjaga. Namun tempat itu sangat jarang digunakan karena para penjaga rumah tahanan lebih memilih untuk bersantai daripada berolahraga.Dhani menyuruh Sylvi datang ke tempat itu setiap sore. Meskipun hanya ada samsak yang sudah kumuh dan beberapa barbel yang sudah lama terbengkalai, namun semua itu masih bisa digunakan."Hari ini, keluarkan semua perasaanmu pada samsak tinju itu. Tanpa menggunakan alat apapun dan sarung tinju, kamu harus bisa mengandalkan kekuatan tangan dan kakimu sendiri," perintah Dhani tanpa menatap Sylvi.Dhani tak berani sedikitpun menatap wajah gadis malang itu lagi karena dia akan merasa sangat sedih. Tapi dia bertekad akan mengajari beberapa gerakan tinju untuk bekal Sylvi membela diri.Melihat Sylvi hanya diam terpaku di depan samsak yang tergantung, Dhani mulai mempermainkan emosi gadis itu."Orang yang sudah merebut perusahaanmu, siapa namanya?" Tanya Dhani santai."James Singgih," s
Keesokan harinya, Dhani sudah berada di tempat olahraga itu menunggu kedatangan Sylvi. Sudah jam 5 sore tapi Sylvi tak kunjung datang.Saat Dhani hendak meninggalkan tempat itu karena dia harus bekerja, sosok gadis yang ditunggunya tampak berjalan terseok-seok ke arahnya."Maaf, aku datang terlambat," ucap Sylvi saat langkahnya terhenti tepat di depan Dhani.Dhani tampak gusar saat mengetahui kondisi gadis malang itu semakin memprihatinkan. Ingin rasanya dia membalas perbuatan orang-orang yang sudah menyiksa Sylvi tanpa ampun. Tapi dia tahu posisinya saat ini, dia tidak berhak untuk ikut campur."Kalau tidak bisa latihan, sebaiknya kamu istirahat saja," ujar Dhani sambil memalingkan wajahnya. Hatinya tercabik-cabik melihat pemandangan di depan matanya namun tidak bisa berbuat apa-apa. "Aku....bisa..." sahut Sylvi sambil berjalan ke arah samsak yang masih berada di tempat yang sama seperti sebelumnya."Ada barbel di sudut sana. Kau bisa belajar mengangkat beban berat untuk menguatkan