Share

Terpaksa jadi madu
Terpaksa jadi madu
Penulis: Raesi 11

1. hutang ibu

Penulis: Raesi 11
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-09 12:29:26

Namaku Nina Safitri, usiaku baru sembilan belas tahun. Aku bekerja sebagai penjaga konter milik tetanggaku. Tempat bekerja ku tidak jauh dari rumah hanya berjarak sekitar dua ratus meter.

Tepat pukul sepuluh malam aku menutup konter dan pulang kerumah.

"Mana uangnya?" Todong ibuku di depan pintu.

"Uang apa?" Tanyaku pura-pura tidak tau.

"Hari ini kamu gajiankan?" Ibu merampas tasku dan mengacak-acak isinya.

"Mana uangnya, Nina?" Ibu melempar tasku kesembarang arah setelah tak menumakan yang ia cari.

"Itu uangku buk, untuk kebutuhan sehari-hari, ibu nggak berhak atas uang itu" Aku melepaskan sepatu lalu meninggalkan ibu yang masih emosi.

Aku benar-benar lelah, uang hasilku bekerja selalu di rampas oleh ibu, aku hanya disisakan satu lembar berwarna merah, padahal gajiku tak seberapa, hanya sembilan ratus ribu perbulan. Maklum konter tempatku bekerja hanya sebuah konter kecil di pinggir jalan.

"Nina"Ibu menarik bahuku dengan kuat hingga terhuyung kebelakang.

"Apa lagi sih buk?" Tanyaku jengah lalu merebahkan diri di atas kasur yang sudah tak empuk lagi.

"Kasih ibu uangnya, Nina. Kalau besok ibu nggak bisa nyicil bayar hutang pak Broto akan mengancam menjebloskan ibu ke penjara" Terang ibu lalu merogoh saku celana yang aku kenakan dan memeriksanya satu-satu.

"Loh, itu kan hutang suami ibu, harusnya dia dong yang harus membayarnya, bukan aku."

Aku tidak habis pikir kenapa ibu mau-maunya menikah dengan om Sani yang pengangguran itu. Sudah nggak kasih nafkah kerjaannya hanya hura-hura, mabuk-mabukan dan main judi. Andai bapak masih hidup, nasipku tidak akan seperti ini.

"Dia itu bapakmu juga, Nina. Jadi sebagai anak kamu harus membantu orang tua, kamu mau jadi anak durhaka hah?". Ibu mulai terlihat frustasi karena tidak menemukan sepeser uangpun dalam saku celanaku.

"Dia bukan bapakku, buk. Dia itu hanya benalu di rumah ini". Teriakku, biar.. biarlah pria pengangguran itu dengar agar dia tau diri dan nggak semena-mena. Cukup selama ini aku diam dan mengalah.

Brak!.

"Siapa yang kau sebut benalu hah?". Om Sani memukul pintu kamarku dengan keras, wajahnya terlihat sangat emosi.

"Oh, jadi om ngerasa? Baguslah kalau begitu, jadi om bisa tau diri dan nggak jadi beban dalam rumah ini". Aku terduduk di atas kasur dengan tangan menyilang di depan dada.

"Kau..". Tangannya yang hitam dan kurus itu mengacung kearahku.

"Anak kurangajar".

Plak!.

Satu tamparan keras mendarat di pipiku, aku terperangah, ibu? Dia manamparku demi membela pria itu? Oh kenapa kau masih saja heran Nina? Bukankah selama ini memang begitu?

"Tampar! Tampar lagi buk, biar anakmu ini mati sekalian". Ucapku lantang menepuk pipi bekas tamparannya.

Ibu terdiam,pandangannya terlihat nanar, apa ibuk merasa bersalah? Nggak, pasti bukan itu karena ibu akan melakukannya lagi saat aku menjelekkan pria yang menjadi suaminya sejak dua tahun lalu.

"Kalau kamu nggak mau memberikan uang itu, maka.."

Bret.

Ibu menarik kalung yang melingkar di leherku dengan kasar. Bagaimana ibu bisa melihatnya? Bukankah kalung itu sudah ku sembunyikan di balik baju?.

"Ibuk, kembaliin". Tanganku mencoba menggapai kalungku kembali tapi dengan cepat ibu dan pria itu keluar dari kamarku dan menutup pintu dengan kencang.

Pupus sudah, kalung yang baru tadi aku beli dengan uang gajiku kini sudah berpindah tangan. Aku menangis, andai bapak disini.. oh bapak, Nina kangen.

***

"Nina, cepat pulang". Suara ibu dari seberang telfon sana.

"Nggak bisa buk, Ninakan lagi kerja". Pasti ada sesuatu yang ibu inginkan dariku.

"Cepat pulang atau ibumu bisa di penjara". Kini suara om Sani yang menimpali.

Ya Tuhan, apalagi sih yang di perbuat oleh ibu dan om Sani? Kenapa selalu aku yang harus menyelesaikan kesalahan yang mereka buat.

Dengan terpaksa aku minta ijin pulang lebih cepat, untung bosku memberi ijin jadi aku bisa segera pulang.

Saat sampai di depan rumah, rumah dalam keadaan berantakan, hampir semua perabot rumah berserakan di tanah.

"Ini.. sebenarnya ada apa sih buk?". Tanyaku heran.

Ibuk menangis terisak sementara om Sani berdiri diam seakan tidak peduli, dua orang dengan tubuh kekar menatapku nyalang dan satu lagi pria tambun di balik orang kekar itu menatapku dengan penuh napsu, pak Broto. Lintah darat di kampung ini.

"Ibukmu nggak bisa bayar hutang, jadi kamu harus menikah denganku sebagai gantinya". Ucap pak Broto menyeringai.

Aku bergidik ngeri, aku menikah dengannya? Nggak mau, dia itu pantasnya menjadi kakekku, lagian aku nggak mau di jadikan istri ke empatnya.

"Bukannya ibuk tiap bulan sudah mencicilnya?". Tanyaku bingung.

"Ibukmu sudah menunggak selama tiga bulan dan ini sudah jatuh tempo, jadi mau tidak mau kau harus jadi istri keempatku jika tidak ingin ibukmu masuk penjara atas kasus penipuan". Ucap pak Broto.

Lalu kemana uang gajiku selama ini? Bukankah ibuk selalu memintanya untuk mencicil hutang? Jangan-jangan..

"Jadi selama ini uang nya di pakai judi om Sani, buk? Jawab". Aku berteriak marah.

"I-iya, maafkan ibuk, Nina".

Ya Tuhan, cobaan apa lagi ini?.

"Om keterlaluan! Harusnya om yang membayar hutang om sendiri bukannya malah ngelimpahin semuanya pada ibuk". Aku benar-benar merasa di bohongi.

"Pokoknya aku nggak mau menikah sama tua bangka itu". Sambungku lalu segera pergi kekamar dan menguncinya dari dalam.

"Kau harus menikah dengan pak Broto, Nina. Jika tidak, ibumu bisa di penjara!". Teriak om Sani menggedor pintu kamarku.

"Om saja yang menikah dengan orang itu, aku tidak sudi!".

Aku menangis, marah, kesal jengkel menjadi satu. Kenapa hidupku harus begini? Andai ibu mau mendengar omonganku agar tidak menikah dengan om Sani semua tidak akan terjadi seperti ini.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terpaksa jadi madu   11. Kehangatan

    Badanku rasanya lemah lesu, tak ada lagi gairah yang aku rasakan. Rasanya ingin berbaring dan berbaring. Tak ada aktifitas yang bisa aku lakukan selain tiduran dan melamun. Mau main hape pun aku nggak sanggup. Kepalaku masih terasa pusing. Perutku lapar, tapi aku nggak bisa mengambilnya sendiri. Lagian ini baru jam enam pagi, bik Sumi pasti belum masak apalagi mbak Naya masih pergi katanya."Katanya mau buatin aku sup? Tapi kok nggak jadi-jadi?" Batinku kesal. Tubuhku kian meringkuk menahan dingin dan juga lapar. Kemana sebenarnya perginya mas Dion? Tunggu dulu, bukankah bik Sumi jam segini sudah datang? Tapi kenapa mas Dion tidak meminta bantuan bik Sumi buat gantiin bajuku tadi? Jangan-jangan tadi mas Dion cuma modus saja? Arggg, dasar kucing garong!.Ceklek!Suara pintu terbuka, aku segera pura-pura tidur. Suara langkah kaki kian mendekat."Bangun, aku tau kamu cuma pura-pura tidur." Ucap mas Dion terasa dingin. Aku menatap mas Dion kesal, dasar pria br**gs*k. Sok baik tapi tern

  • Terpaksa jadi madu   10. Malam yang suram

    Aku tak bisa tidur, suara itu masih terngiang dalam kepalaku. Seakan terpatri dalam otakku, suara itu enggan pergi meski aku telah berusaha melupakannya."Ada apa dengan diriku? Biasanya aku biasa saja saat mendengar suara itu. Tapi sekarang, kenapa dadaku merasa begitu sesak?"Berbagai pertanyaan mulai memenuhi kepalaku. Bisa gila aku jika kepikiran terus."Apa aku sudah jatuh hati pada mas Dion?"Ah,jangan ngawur kau Nina, dia itu pria beristri! Kau nggak boleh jatuh cinta dengannya."Sadarlah Nina."Aku menggeleng kuat, mungkin otakku sudah konslet atau hatiku lagi eror itu adalah alasan yang paling kuat dan masuk akal yang bisa aku terima.Jam menunjukkan pukul dua dini hari, aku belum bisa tidur juga. Mungkin dengan mencari udara segar aku bisa berpikir jernih. Dengan langkah terjingkat dan hati-hati aku menuruni tangga, tak lupa aku menyumpal telingaku dengan earphone dan menyalakan musik dengan keras agar tak mendengar suara aneh itu lagi.Ceklek!Aku harus membuka pintu dengan

  • Terpaksa jadi madu   9. Bulan madu

    "Ma, N-Naya minta uang belanja lagi ya?". Pinta mbak Naya takut-takut.Aku mengernyit. Bukankah baru tadi pagi mama memberikan mbak Naya uang belanja? Masa uang tiga juta dalam kurun setengah hari sudah habis? Sebenarnya kemana perginya uang itu?Prank.Mama membanting sendok dengan keras. Mama memandang mbak Naya sengit. "Uang? Uang apa hah? Bukannya baru tadi pagi mama kasih? Mau korupsi kamu?". Tanya mama penuh emosi."Hei, kamu itu jangan boros jadi istri. Sudah mandul, tidak pintar ngatur uang suami lagi. Bisanya jadi benalu". Ucap mama sinis."Ma". Mas Dion menginterupsi.Aku memandang iba mbak Naya. Mbak Naya menunduk takut, mbak pakai buat apa uang itu, mbak?, batinku bertanya-tanya. "Apa? Kamu mau membela istri mandulmu itu? Harusnya kamu ceraikan saja dia, Dion. Dasar benalu". "Ma, cukup. Bisa nggak sih ma, satu hari saja nggak ribut sama istri Dion? Naya itu mantu mama, istri aku ma".Mas Dion mengambil napas lelah. Mas Dion memijat keningnya, sepertinya dia lelah mende

  • Terpaksa jadi madu   8. Saudara?

    Pagi ini aku tidak melihat mas Dion dimana-mana. Apa dia masih marah? Tapi itu kan bukan semuanya salahku. Aku hanya mengatakan yang sebenarnya."Dion mana Nin?". Tanya mama saat tak mendapati anaknya sarapan bersama.Kadang wanita yang berstatus mertuaku itu bisa berkata lembut dan sopan tapi jika sudah keluar julidnya galaknya minta ampun."Nggak tau ma, dari tadi aku nggak lihat mas Dion". Jawabku pura-pura cuek tentang keberadaan mas Dion."Mas Dion sudah pergi ke kantor ma, ada urusan katanya". Ucap mbak Naya datar."Oh, ya sudah. Ini uang buat belanja bulan ini. Ingat jangan boros". Mama menyerahkan beberapa lembar uang warna merah. Mungkin kalau di total dua atau tiga jutaan mungkin?"Iya ma". Mbak Naya menyimpan uang itu di kantong gamis yang di pakainya. "Mama mau pergi arisan dulu, nanti kalau mbok Sumi datang, bilang saja gajinya mama transfer nanti siang". Ucap mama lalu pergi meninggalkan ruang makan.Aku segera mendekati mbak Naya kepo. Masa sih uang bulanan mama yang k

  • Terpaksa jadi madu   7. malam pertama

    Huufft. Aku benar-benar gedek sama mas Dion. Sudah dua minggu kita menikah tapi dia nggak pernah satu kali pun berniat menyentuhku. Bukan aku mengharapkannya tapi nanti nenek lampir itu pasti akan menggunjingku pada tetangga bahwa aku tak ada bedanya sama mbak Naya.Setiap malam gilirannya tidur di kamarku, mas Dion pasti lebih memilih tidur di sofa dan sibuk dengan ponselnya, seperti malam ini."Apa hapemu itu lebih menggoda dari pada saya?". Tanyaku mencoba memancing reaksinya."Kenapa? Kamu cemburu? Jangan pernah berfikir untuk mencintaiku karena cintaku hanya untuk istriku seorang, Kanaya". Dia menjawab sambil tetap fokus pada ponselnya."Kalau begitu, saya ini bukan istrimu? Lalu kenapa kamu nggak menceraikan saya?". Aku menutup tubuhku yang mulai terasa dingin dengan selimut hingga sebatas leher. Kenapa orang itu bisa betah dengan suhu ruangan yang dingin seperti ini? Kalau aku naikin suhu ac nya dia pasti akan ngedumel nggak jelas. "Kamu tetap istriku tapi hanya sebatas di ata

  • Terpaksa jadi madu   6. cemburu

    "Sedang masak apa mbak?". Tanyaku menghampiri wanita berhijab yang tengah berjibaku dengan alat-alat dapur."Bukan urusan kamu, sudah pergi sana. Jangan menggangguku". "Oh, sedang goreng ayam ya?". Aku melongok wajan di hadapannya. Minyak mendidih itu telah membuat ayam yang di rendamnya berubah kecoklatan."Capcai juga?". Aku melirik piring dengan capcai yang sudah siap saji. "Mau apa kamu?". Mbak Naya menghentikanku membuka kulkas berisi sayuran."Oh? Mau masak kangkung mbak, saya lagi kepingin soalnya". Aku mengambil satu ikat kangkung dan mencucinya."Kan sudah ada capcai, jangan mubazir makanan". Ucapnya dengan nada tidak suka."Tidak akan mubazir mbak, kalau mbak nggak mau masih ada orang lain yang akan memakannya. Kalau semua orang di rumah ini tidak mau biar saya yang menghabiskannya". Ucapku sambil menyiapkan bumbu. Lagian sudah tiga hari aku disini, aku jadi kangen kampung halaman. Biasanya aku sering masak kangkung yang di petik dari kebun sendiri jika tidak ada lauk buat

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status