Vyora mengerjapkan mata lalu melangkahkan kakinya dengan tatapan kosong. Vyora berjalan di koridor kantor, pikirannya masih berputar-putar mengenai percakapan dengan Leo di lift tadi.
Vyora tidak menyangka bosnya memiliki sisi yang gelap dan mengerikan seperti itu. Selama ini Leo selalu terlihat profesional dan berwibawa, tidak pernah menunjukkan sikap yang mengancam seperti tadi. "Apa yang terjadi padaku?" gumam Vyora dalam hati, merasa cemas dan bingung. Tiba-tiba, Vyora bertabrakan dengan seseorang di depannya. Ia mengangkat wajahnya sambil membenarkan letak kacamatanya. Vyora lalu terkejut melihat pria Noah, mantan pacarnya itu berdiri di depannya. "Noah?" Vyora segera menjauhi tubuhnya dan berdeham. Noah menatap Vyora dengan tatapan yang sinis. "Oh, Vyora. Sebaiknya kau berjalan menggunakan kaki dan mata secara bersamaan." Vyora tersentak kecil, seketika menunduk merasa bersalah. "Maaf," jawab Vyora, tidak ingin menatap mata Noah. Noah menggeleng dan berlalu meninggalkan Vyora. Vyora mendongak mendengar langkah kaki menjauh. Tiba-tiba Vyora merasa sedikit kesal. Noah terlihat beda dari saat mereka masih pacaran dulu. Noah sekarang terlihat lebih tampan dan berwibawa, tapi tatapannya terasa dingin dan tidak berperasaan. Vyora mengeluh, merasa kesal. Noah seolah-olah tidak mengingatnya lagi. Padahal Vyora pernah sangat mencintai Noah. Vyora bahkan rela menguras tabungannya untuk membantu usaha Noah. Beberapa bulan yang lalu, ketika usaha Noah gagal, Vyora tetap menemaninya dan memberinya dukungan. Vyora juga yang merekomendasikan Noah untuk bekerja di kantornya. "Dasar lupa diri! Padahal kau bisa jadi sukses karena diriku," gumam Vyora mengembuskan napas kasar. Vyora segera berjalan cepat keluar dari kantor. Ia merasa lapar, tapi dompetnya tidak terlalu tebal. Jadi ia memutuskan untuk membeli mi instan di minimarket dekat kantor. Saat berjalan menuju minimarket, Vyora teringat lagi pertemuannya dengan Leo di lift tadi. Tawaran Leo masih berputar di benaknya. "Mungkinkah ini jawabannya?" pikir Vyora, hatinya terasa bercampur aduk. "Aku sangat mencintai Noah, tapi dia tak ingin mengingatku lagi. Aku rela memberikan segalanya untuknya, tapi dia tak menghargai perasaanku. Mungkinkah aku harus memanfaatkan Pak Leo untuk membalas perbuatan Noah?" "Aku tidak pernah menyesal mencintai Noah," batin Vyora, menatap ke jalanan yang ramai untuk menunggu menyeberang. "Tapi kenapa dia bisa secepat ini melupakan segalanya?" Vyora memasuki minimarket. Dia mengambil sebungkus mi instan dan segelas susu. Saat menunggu di kasir, Vyora kembali teringat pada perubahan Noah setelah berhasil menjalankan usahanya. Noah yang dulu culun dan sederhana sekarang berpenampilan lebih menarik. Noah juga terlihat jauh lebih percaya diri. "Aku yang membantunya," gumam Vyora menahan kesal. "Dan dia melupakan semua itu?" "Kenapa akhirnya harus aku yang terluka?" pikir Vyora. "Noah melupakanku begitu mudah, sedangkan aku masih sangat mencintainya." Vyora mengeluarkan dompetnya. Ia melihat foto Noah dan dirinya yang masih tersimpan di dompetnya. Vyora tersenyum sedih. Ia masih sangat mencintai Noah, tapi Noah seolah-olah tidak mengingatnya lagi. "Sepertinya Pak Leo benar," pikir Vyora. "Aku harus membalas perbuatan Noah. Aku harus memanfaatkan Leo. Aku ingin melihat Noah menyesali perbuatannya." Vyora keluar dari minimarket. Ia berjalan pulang dengan hati yang terasa geram. Ia masih mencintai Noah, tapi ia juga merasa sangat kecewa dan sakit hati. Tiba-tiba Vyora melihat Noah berjalan dengan seorang wanita. Vyora terkejut. Wanita itu adalah wanita yang sama dengan wanita yang bersama Noah di bar malam itu. Vyora terdiam, menatap Noah dan wanita itu dengan tatapan yang penuh kebencian. Vyora menyesal telah mencintai Noah dengan segala hatinya. "Aku akan memanfaatkan Pak Leo," gumam Vyora sambil mengepalkan tangan. "Aku akan membuat Noah menyesali perbuatannya." *** Keesokan harinya, saat jam makan siang, Vyora berdiri di depan pintu ruangan Leo, hatinya berdebar kencang. Ia tidak menyangka akan menemui Leo lagi secepat ini, apalagi dengan niat menerima tawaran yang mengerikan itu. "Aku harus melakukan ini," gumam Vyora mencoba menenangkan diri. "Aku tidak ingin kehilangan pekerjaanku. Dan aku ingin membuat Noah menyesal." Vyora mulai mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu ruangan Leo. "Masuk," sahut Leo dari dalam. Vyora menarik napas dalam-dalam dan memasuki ruangan itu. Leo duduk di mejanya sambil menatap Vyora dengan tatapan yang sulit dibaca. "Bagaimana Vyora? Apa kau sudah memutuskan?" tanya Leo dengan suaranya yang menarik perhatian Vyora. Vyora menunduk untuk mencoba mengatasi rasa malu dan cemasnya. "Iya, Pak. Saya bersedia menerima tawaran Anda." Leo reflek tersenyum miring. "Aku tahu kau akan mengatakan itu." "Tapi sebenarnya kenapa Anda mau membantu saya?" tanya Vyora tidak bisa menahan rasa penasaran. "Padahal sebelumnya Anda tidak pernah menunjukkan ketertarikan pada saya." Leo memperhatikan ekspresi Vyora. Kemudian tersenyum manis. "Aku tidak menyukai hubunganmu dengan Noah." Vyora tersentak kecil. Jantungnya berdebar kencang karena terlambat terkejut. "Kenapa, Pak?" "Itu tidak penting. Yang penting sekarang adalah aku akan membantumu. Aku akan memberimu segalanya. Aku tidak akan melukaimu. Dan aku akan membuat Noah menyesal telah menyakitimu." Vyora menatap Leo dengan bingung. Ia tidak mengerti apa yang terjadi. Leo seolah-olah memiliki perasaan yang dalam padanya, tapi dia tidak mengungkapkannya. Seperti ada dinding besar yang sengaja dibangun Leo. Dan Vyora tidak bisa menggapai dinding itu atau bahkan merusaknya. Vyora menelan ludah, gugup. Ia tidak menduga percakapan dengan Leo akan berujung pada pertanyaan yang begitu sensitif. "Saya harap Anda juga menjelaskan kepada pacar Anda tentang ini," ujar Vyora berusaha bersikap tenang. "Saya tidak ingin ada kesalahpahaman yang rumit." Leo mengerutkan kening, sedikit memiringkan kepala menatap Vyora. "Pacar? Siapa yang kau maksud?" "Bukankah Anda sudah mempunyai pacar?" tanya Vyora, berusaha menatap wajah Leo meskipun sedikit waspada. "Aku tidak sedang menjalin hubungan," jawab Leo dengan suara yang datar. "Kau pasti mendengar rumor dari orang-orang." "Saya pikir itu hal yang wajar untuk seseorang seperti anda. Justru terdengar tidak masuk akal jika Anda tidak mempunyai seorang wanita," jawab Vyora mencoba mencari alasan yang masuk akal. Leo tertawa kecil yang jarang dia tunjukkan pada karyawan lain. "Lupakan saja soal itu. Rumor itu tidak benar. Jadi bagaimana hubungan kita sekarang? Apa kita pacaran atau langsung menikah saja?" Vyora membelalakkan mata terkejut. "Apa? Bukankah itu berlebihan? Saya hanya ingin Anda membantu saya. Seharusnya tidak perlu ada status resmi." Leo menatap Vyora dengan tatapan yang mengancam. "Bagaimana jika aku memerlukan itu? Apa kau bisa menolak, Vyora?" "A-apa maksud Anda?" tanya Vyora tiba-tiba sedikit takut. Leo tersenyum sinis. "Kau sudah mengetahui apa yang akan terjadi jika kau menolak." Vyora menyipitkan mata dan menatap tidak percaya. "Saya tidak mengerti Pak Leo. Apa ada kesepakatan lain dari perkataan Anda sebelumnya?" "Iya, aku lupa satu hal. Aku akan membantumu membalas dendam, tapi kau juga harus membantuku." Leo membalas dengan nada tegas seolah itu perintah. Vyora merasa sulit menelan ludahnya sendiri. "Apakah saya bisa?" Leo tersenyum misterius yang jarang ia berikan pada siapapun. "Kau hanya perlu menjadi pacarku. Kita harus menjadi pasangan sempurna di hadapan keluargaku.""Maaf, Pak Leo. Apakah Anda serius dengan permintaan itu?" Vyora melebarkan matanya syok. Napasnya hampir saja tercekat. "Aku tidak ingin bermain-main denganmu, Sayang." Leo memberikan senyum andalannya. Vyora menggeleng pelan, sangat tidak paham apapun. Bahkan tidak bisa berpikir jernih. "Tapi kenapa Anda mengajak saya? Seharusnya Anda bisa memilih wanita lain yang lebih sempurna dan setara dengan Anda." "Tidak ada alasan khusus. Aku hanya berpikir kau satu-satunya yang bisa melakukannya." Vyora mengernyitkan dahi, tangannya mencengkram roknya sendiri dengan kuat. "Jika saya menolak, apakah ... Anda akan memecat saya?" Leo tidak langsung membalas. Ia berdiri dan berjalan mendekati Vyora. Leo berhenti satu langkah di depan Vyora. Seraya memasukkan kedua tangannya ke saku celana. Senyuman pria itu masih tidak lepas dari mulutnya. "Itu sudah pasti, bukan?" Vyora tersentak kecil. Reflek mundur satu langkah. "Anda kejam sekali." Leo mengangguk seolah membenarkan perkataan itu. I
Vyora mengerjapkan mata lalu melangkahkan kakinya dengan tatapan kosong. Vyora berjalan di koridor kantor, pikirannya masih berputar-putar mengenai percakapan dengan Leo di lift tadi. Vyora tidak menyangka bosnya memiliki sisi yang gelap dan mengerikan seperti itu. Selama ini Leo selalu terlihat profesional dan berwibawa, tidak pernah menunjukkan sikap yang mengancam seperti tadi. "Apa yang terjadi padaku?" gumam Vyora dalam hati, merasa cemas dan bingung. Tiba-tiba, Vyora bertabrakan dengan seseorang di depannya. Ia mengangkat wajahnya sambil membenarkan letak kacamatanya. Vyora lalu terkejut melihat pria Noah, mantan pacarnya itu berdiri di depannya. "Noah?" Vyora segera menjauhi tubuhnya dan berdeham. Noah menatap Vyora dengan tatapan yang sinis. "Oh, Vyora. Sebaiknya kau berjalan menggunakan kaki dan mata secara bersamaan." Vyora tersentak kecil, seketika menunduk merasa bersalah. "Maaf," jawab Vyora, tidak ingin menatap mata Noah. Noah menggeleng dan berlalu mening
"Hei. Aku tidak menyangka kau bisa berbicara sekeras itu. Kau sangat keren," puji Grace dengan mata berbinar senang. Vyora mengembuskan napas panjang setelah duduk kembali. "Aku tidak ingin direndahkan lagi. Aku sudah muak." "Itu keputusan bagus. Aku akan percaya padamu, Vyora." "Terima kasih. Kau selalu mendukungku," balas Vyora tersenyum. Ia merasa beruntung memiliki teman seperti Grace. Jam istirahat akhirnya tiba. Vyora baru saja menyelesaikan pekerjaannya dan merasa lega. Ketika hendak makan siang, Grace memanggilnya dan memberitahu bahwa Vyora dipanggil oleh bos ke ruangan. Vyora mengerutkan dahi bingung. Ia tidak merasa melakukan kesalahan apa pun. Meskipun begitu ia bergegas pergi karena takut membuat bosnya marah. Dengan hati berdebar, Vyora mengetuk pintu ruangan sang bos. "Silakan masuk," sahut Leo dari dalam, suaranya terdengar tenang tapi sedikit tegas. Vyora masuk, mendapati Leo duduk di balik meja kerjanya. Leo tersenyum, senyum yang membuat Vyora tiba-tiba mer
Mobil Leo berhenti di depan sebuah hotel mewah. Lampu-lampu neon menyorot bangunan megah itu, sempat membuat Vyora terkesima sejenak. Namun, pandangannya sudah buram. Ia lupa memakai kaca matanya yang pasti tertinggal di bar tadi. Leo membantu Vyora turun dari mobil. Ia menuntun Vyora masuk ke dalam hotel itu. Vyora hanya menurut karena pikirannya sedang kacau. Leo sudah memesan kamar khusus yang terbaik. Ia membawa Vyora masuk ke dalam kamar itu. Vyora kebingungan saat tubuhnya direbahkan ke atas kasur. "Hei, apa maksudnya ini? Di mana aku sekarang?" tanya Vyora bingung. Ia menatap sekeliling yang terlihat asing di matanya. Leo duduk di sisi kasur, mengusap wajah Vyora dengan lembut. "Apa kau tidak mengerti, Sayang? Aku sedang menagih hutangmu." "Apa? Hutang?" "Iya, hutang," jawab Leo sambil mengangguk. "Kau menyiram minumanku tadi. Itu minuman mahal dan kesukaanku. Jadi kau harus membayarnya." Vyora langsung teringat kejadian tadi. Ia seketika merasa bersalah. "Maafkan aku
Vyora menatap bangunan berkilauan di seberang jalan, sebuah bar elit yang terkenal dengan suasana glamor. Namun ia akan ke tempat lain yang sudah dia rencanakan. Hari ini adalah hari Anniversary Vyora dan pacarnya, hari yang seharusnya menjadi hari yang indah. Vyora mempersiapkan segalanya dengan teliti. Ia memilih gaun tercantiknya, menyiapkan hadiah yang istimewa, dan menunggu dengan penuh semangat kedatangan Noah. Namun, semua rencana itu berantakan saat mata Vyora menangkap sesosok pria yang sangat familiar masuk ke dalam bar itu. Dia Noah. Vyora terkejut. Ia menatap Noah dengan tatapan yang tak percaya. Noah berjalan sambil berbicara dengan seorang wanita berambut panjang berwarna pirang. Wanita itu tertawa ria dan menggelayut manja di lengan Noah. "Noah?" gumam Vyora dengan suara bergetar. Tanpa menunggu lagi, Vyora berjalan menuju bar itu. Ia ingin memastikan apa yang terjadi. Ia ingin mendengar penjelasan dari Noah. Namun, saat ia memasuki bar itu, semua harapa