Share

Les Memasak Dadakan

Penulis: Purplexyiii
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-07 13:08:19

Hari libur seharusnya menjadi momen paling kutunggu—terutama jika bisa dimulai dengan wajah Lucian yang masih mengantuk dan rambutnya yang berantakan di atas bantal. Tapi pagi ini, tempat tidur terasa terlalu besar. Terlalu sunyi.

Lucian berangkat kerja lebih awal. Dia bahkan tidak sempat sarapan.

"Hanya ada satu rapat penting," katanya saat mencium dahiku di ambang pintu. "Aku akan pulang cepat."

Ya, tentu saja. Satu rapat penting, seperti kemarin. Dan hari sebelumnya.

Kupaksakan tersenyum sambil menyeruput kopi. Biasanya kami akan ke gym bersama, lalu sarapan sambil berdebat kecil soal playlist lagu siapa yang lebih menyebalkan. Tapi pagi ini hanya ada suara jam dinding dan desahan angin dari jendela.

Kupikir aku akan menghabiskan hari ini menonton drama Korea sambil mengenakan kaos bekas Lucian.

Sampai ponselku berdering.

"Haelyn Devereaux".

Nama yang muncul di layar membuat tenggorokanku tercekat. Kutatap la
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Rayuan di Toko Bunga

    “Saya turun di sini saja,” ucapku pada sopir taksi ketika mobil melewati sudut jalan tempat toko bungaku berdiri. Hujan masih belum turun, meski langit sudah menggelap sejak pagi. Di luar, angin bertiup pelan, menyapu dedaunan yang mulai menguning. Hari libur ini tidak berjalan seperti yang kubayangkan—tidak ada olahraga pagi bersama Lucian, dan tentu saja, tidak ada ketenangan.Aku melangkah masuk ke toko. Aroma bunga mawar putih menyambutku, dan suara lonceng kecil di pintu membuat Margaret yang sedang merangkai bunga menoleh cepat.“Seraphina?”“Margaret,” jawabku sambil tersenyum. “Kukira aku mampir sebentar. Sudah lama juga aku tidak ke sini.”Margaret langsung meletakkan gunting bunganya dan menepuk-nepuk kedua tangannya. “Wah, lihat siapa yang datang. Madam Fleur DeVere sendiri. Masih ingat tempat ini, rupanya.”Aku terkekeh pelan dan menyender ke meja kasir. “Tentu saja. Ini rumahku sebelum semua menjadi rumit.”

    Terakhir Diperbarui : 2025-05-07
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Pernikahan yang Hancur

    Aku tidak diundang ke sini, dan aku tidak peduli. Kuperhatikan ruangan yang penuh dengan suara tawa dan ucapan selamat yang berulang-ulang. Gaun mahal berkibar saat para tamu bergerak, menyesap sampanye dan menikmati kemewahan pesta yang seharusnya tidak pernah terjadi. Aku berdiri di tengah ruangan, jantungku berdegup kencang, jemariku mencengkeram gelas anggur yang dingin. Untungnya, mereka tidak menyadari kehadiranku. Mataku sontak tertuju pada sosok pengantin pria, Damien Vaughn. Dulu, aku berpikir nama itu akan menjadi bagian dari hidupku selamanya. Tapi sekarang, dia berdiri di sana, mengenakan setelan hitam sempurna dengan dasi putih, tersenyum kepada wanita yang kini menjadi istrinya. Celeste Moreau. Wanita dengan nama belakang yang lebih berarti dalam dunia bisnis daripada milikku. Aku seharusnya menjadi orang yang berdiri di sisinya. Aku seharusnya yang mengenakan gaun pengantin itu. Tapi tidak—karena baginya, aku tidak cukup baik. Aku mengangkat gelas anggurku, men

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-15
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Kontrak Tak Terduga

    Aku masih terdiam di kursi penumpang saat mobil Lucian melaju menembus malam. Jalanan lenggang, hanya lampu kota yang berpendar di kejauhan. Di dalam mobil yang hening ini, pikiranku justru riuh. Apa yang baru saja kulakukan? Aku menerima tawaran pria ini—tanpa benar-benar tahu apa konsekuensinya. Lucian duduk di sampingku dengan ekspresi dingin, tangannya tetap di kemudi dengan tenang, seolah dia tidak baru saja menyeretku keluar dari kekacauan. Aku meliriknya sekilas, mencoba mencari petunjuk dalam ekspresinya, tapi yang kutemukan hanya ketenangan yang mengintimidasi. "Kau diam saja sejak tadi," katanya tanpa menoleh. Aku menggigit bibir, mengatur napas sebelum menjawab. "Aku masih mencoba memahami ... apa yang sebenarnya terjadi." Dia mengeluarkan suara kecil, hampir seperti tawa sinis. "Sederhana. Aku menyelamatkanmu dari penghinaan, dan kau menerima kesepakatanku. Sekarang, kau harus mempersiapkan diri." Aku mengerutkan kening. "Mempersiapkan diri untuk apa?" Lucian a

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-15
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Memasuki Dunia Lucian

    Aku duduk di sudut sofa, menggenggam cangkir teh hangat yang diberikan pelayan apartemen Lucian. Tanganku masih sedikit gemetar, tapi bukan karena suhu minuman ini—melainkan karena aku masih belum bisa memproses sepenuhnya apa yang baru saja terjadi dalam hidupku. Pernikahanku dengan Damien telah hancur sebelum sempat dimulai, dan sekarang aku terjebak dalam pernikahan lain—dengan seorang pria yang sama sekali tidak kukenal. Lucian Devereaux. CEO dingin dengan tatapan yang mampu membuat siapa pun tunduk dalam hitungan detik. Lucian duduk di seberangku, membaca sesuatu di tabletnya dengan ekspresi tanpa emosi. Kami belum berbicara lagi sejak percakapan singkat tadi. Suasana di antara kami terasa begitu canggung, seolah-olah ada jurang tak kasat mata yang memisahkan kami. Aku memutuskan untuk mengakhiri keheningan lebih dulu. "Jadi ... apa yang terjadi sekarang?" Lucian tidak langsung menjawab. Dia meletakkan tabletnya di meja dan menatapku. "Sekarang, kita akan mulai menyesuaik

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-15
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Menjadi Nyonya Devereaux

    Saat lift bergerak naik, aku bisa merasakan tekanan di dadaku semakin berat. Tanganku masih dalam genggaman Lucian, tetapi bukan kehangatan yang kurasakan—melainkan cengkeraman kekuasaan. Dia tidak hanya menggandengku. Dia sedang memperlihatkanku pada dunia sebagai miliknya. Pintu lift terbuka dengan bunyi nyaring. Lantai eksekutif. Interior di sini terasa berbeda dari lobi di bawah. Lebih sepi, lebih eksklusif. Karpet lembut meredam suara langkah kaki, tetapi keheningan yang menggantung di udara jauh lebih menusuk. Beberapa pria dan wanita dalam setelan mahal menoleh saat kami lewat. Beberapa berbisik satu sama lain, beberapa hanya menatap tajam dengan ekspresi tak terbaca. Aku tidak perlu menebak siapa mereka. Dewan direksi. Orang-orang yang memiliki pengaruh besar dalam perusahaan ini—dan mereka semua sekarang melihat ke arahku. Seorang pria tua dengan rambut perak rapi berdiri dari kursinya saat kami memasuki ruang rapat. “Lucian,” katanya dengan nada penuh wibawa. “Ka

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-15
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Peringatan Adik Ipar

    Aku menegang. Aku tahu ini akan terjadi—aku tahu cepat atau lambat, aku akan berhadapan dengan Veronica. Tapi menghadapi tatapannya secara langsung tetap saja membuat dadaku terasa sesak. Sebelum aku bisa mengatakan apa pun, Lucian menarikku lebih dekat, tangannya melingkari pinggangku dengan cara yang begitu alami, seolah ingin mengingatkanku bahwa aku tidak sendirian. "Seraphina adalah istriku," katanya, suaranya terdengar begitu dingin dan tak terbantahkan. "Aku tidak butuh persetujuan siapa pun, termasuk kau." Veronica tertawa kecil, tawa yang terdengar lebih seperti ejekan daripada sesuatu yang tulus. "Lucian, kau tahu betapa berharganya nama keluarga kita. Dan sekarang, kau membawa seorang wanita tanpa latar belakang jelas ke dalam keluarga ini? Apa kau serius?" Aku mengepalkan tangan di sisi tubuhku. Aku tidak peduli dengan pendapatnya, tapi cara dia mengatakannya seolah aku ini sampah yang tidak layak berada di sini benar-benar mengusikku. Namun, sebelum aku bisa mem

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-15
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Sudah Dihancurkan Sekali

    Sejak pertemuanku dengan Veronica kemarin, aku sudah menduga akan ada konsekuensi. Dan benar saja. Hari ini, dalam acara makan siang bersama beberapa kolega Lucian, aku bisa merasakan tatapan-tatapan terselubung yang memerhatikanku, menilai, dan mungkin meremehkan. Kami berada di restoran mewah dengan pemandangan kota dari ketinggian, ruangan penuh dengan orang-orang berpakaian rapi yang berbicara dengan nada sopan, tapi tajam. Aku tidak asing dengan lingkungan seperti ini. Meski dulu hidupku sederhana, pekerjaanku di toko bunga ibuku sering mempertemukanku dengan klien-klien kaya yang punya standar tinggi. Aku terbiasa menghadapi pelanggan yang memandang rendah pekerjaanku, seolah merangkai bunga bukan hal yang cukup bernilai. Tapi kali ini berbeda. Lucian duduk di sampingku, tenang seperti biasa. Sikapnya dingin dan tak tergoyahkan, seolah semua ini tidak berarti apa-apa baginya. Tapi aku tahu lebih baik dari itu. Dia sedang mengamatiku, menunggu untuk melihat bagaiman

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Ketenangan Sebelum Badai

    Saat aku kembali ke kantor Lucian setelah pertemuanku dengan Veronica, pria itu sudah menungguku dengan ekspresi datar. Dia sedang berdiri di depan jendela, melihat pemandangan kota yang bermandikan cahaya senja. "Apa yang dia katakan padamu?" Aku menghela napas dan berjalan ke arah meja, meletakkan tas tanganku dengan sedikit lebih keras dari yang seharusnya. "Oh, hal biasa. Ancaman terselubung, pertanyaan meremehkan, sedikit penghinaan halus." Lucian akhirnya berbalik menatapku. Mata kelamnya mengamati wajahku seolah mencoba membaca apakah aku sedang berbohong atau tidak. "Dan bagaimana menurutmu?" Aku menyandarkan tubuh ke meja, melipat tangan di depan dada. "Aku pikir dia menganggapku sebagai pengganggu dalam hidupmu. Dan dia ingin memastikan aku tidak bertahan lama." Sudut bibir Lucian sedikit terangkat, tapi bukan dalam senyuman. "Itu sudah bisa diduga." Aku menatapnya tajam. "Kau tidak akan melakukan apa pun soal itu?" "Apa kau ingin aku melakukannya?" Dia b

    Terakhir Diperbarui : 2025-03-04

Bab terbaru

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Rayuan di Toko Bunga

    “Saya turun di sini saja,” ucapku pada sopir taksi ketika mobil melewati sudut jalan tempat toko bungaku berdiri. Hujan masih belum turun, meski langit sudah menggelap sejak pagi. Di luar, angin bertiup pelan, menyapu dedaunan yang mulai menguning. Hari libur ini tidak berjalan seperti yang kubayangkan—tidak ada olahraga pagi bersama Lucian, dan tentu saja, tidak ada ketenangan.Aku melangkah masuk ke toko. Aroma bunga mawar putih menyambutku, dan suara lonceng kecil di pintu membuat Margaret yang sedang merangkai bunga menoleh cepat.“Seraphina?”“Margaret,” jawabku sambil tersenyum. “Kukira aku mampir sebentar. Sudah lama juga aku tidak ke sini.”Margaret langsung meletakkan gunting bunganya dan menepuk-nepuk kedua tangannya. “Wah, lihat siapa yang datang. Madam Fleur DeVere sendiri. Masih ingat tempat ini, rupanya.”Aku terkekeh pelan dan menyender ke meja kasir. “Tentu saja. Ini rumahku sebelum semua menjadi rumit.”

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Les Memasak Dadakan

    Hari libur seharusnya menjadi momen paling kutunggu—terutama jika bisa dimulai dengan wajah Lucian yang masih mengantuk dan rambutnya yang berantakan di atas bantal. Tapi pagi ini, tempat tidur terasa terlalu besar. Terlalu sunyi.Lucian berangkat kerja lebih awal. Dia bahkan tidak sempat sarapan."Hanya ada satu rapat penting," katanya saat mencium dahiku di ambang pintu. "Aku akan pulang cepat."Ya, tentu saja. Satu rapat penting, seperti kemarin. Dan hari sebelumnya.Kupaksakan tersenyum sambil menyeruput kopi. Biasanya kami akan ke gym bersama, lalu sarapan sambil berdebat kecil soal playlist lagu siapa yang lebih menyebalkan. Tapi pagi ini hanya ada suara jam dinding dan desahan angin dari jendela.Kupikir aku akan menghabiskan hari ini menonton drama Korea sambil mengenakan kaos bekas Lucian.Sampai ponselku berdering."Haelyn Devereaux".Nama yang muncul di layar membuat tenggorokanku tercekat. Kutatap la

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Pria Pembawa Kebenaran

    Cahaya sore mengalir pelan melalui jendela kaca kafe kecil di sudut kota, membentuk siluet tenang di atas meja kayu bundar tempat aku duduk. Jemariku melingkar di cangkir teh yang mulai kehilangan panasnya, tapi aku nyaris tak menyadari itu. Pikiranku terlalu sibuk menimbang. Bertanya. Menebak-nebak.Dia sudah lima belas menit terlambat.Dan aku masih di sini.Bukan karena aku tak punya pilihan. Tapi karena rasa ingin tahu adalah jebakan yang manis sekaligus berbahaya.“Maaf, aku terlambat.”Suara itu membuatku menoleh. Pria itu berdiri di dekat meja dengan jaket hitam dan wajah yang lebih tirus dari yang kuingat dari foto-foto skandal yang dulu sempat beredar. Tak ada aura menggoda, tak ada karisma gelap seperti yang pernah digembar-gemborkan media. Yang kulihat hanya lelah.“Xander?” tanyaku, meski aku sudah tahu jawabannya.Dia mengangguk, lalu duduk dengan kikuk. Matanya bergerak cepat, menghindari tatapanku.

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Ombak dan Ceritanya

    Langit siang itu sedikit mendung, tapi hangat. Angin dari laut membawa aroma asin yang terasa familiar. Aku memarkir mobilku di dekat dermaga kayu tua, tempat yang beberapa bulan lalu menjadi pelarianku. Saat dunia terasa seperti runtuh di bawah kakiku, aku pernah berdiri di sini, tak tahu harus ke mana. Tapi seseorang waktu itu menghentikanku. Seorang pria asing dengan mata penuh dunia. Hari ini aku kembali ke pantai itu. Bukan karena aku ingin melarikan diri, tapi karena aku ingin mengucapkan terima kasih. Untuk seseorang yang tidak kutahu namanya, tapi entah kenapa masih membekas dalam ingatanku seperti bekas luka yang tidak menyakitkan, hanya mengingatkan. Butuh waktu lima belas menit berjalan menyusuri pasir sebelum aku melihat sosoknya. Duduk di bangku kayu reyot, membelakangi laut, seperti sebelumnya. Diam, tenang, nyaris seperti batu karang itu sendiri. Aku ragu. Tapi akhirnya aku melangkah. Langkahku pelan agar tidak mengejutkannya, meski aku tahu—entah bagaimana—dia pasti

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Ciuman di Depan Publik

    Langkahku mantap, meski tangan yang menggenggam gunting berlapis emas ini sempat bergetar sesaat. Di hadapanku, pita satin berwarna biru tua melintang di depan pintu kaca besar bertuliskan Fleur DeVere dalam font elegan dan tegas.Di belakangku, para tamu berdiri. Pers, investor, teman-teman yang pernah melihatku menangis diam-diam di pojok toko bunga lama milik ibuku. Hari ini bukan hanya soal gedung megah atau bunga-bunga yang menghiasi setiap sudut ruangan. Ini tentang bertahan. Tentang kelahiran kembali.Kutarik napas panjang, lalu mengayunkan gunting. Suara pita terpotong seperti gemuruh halus di dadaku. Gemuruh yang berkata: aku berhasil.Tepuk tangan menggema. Kamera menyala. Tapi dunia seolah mengabur saat aku melangkah ke podium. Mikrofon tingginya sejajar dadaku, tapi suaraku jauh lebih tinggi dari itu. Meskipun aku mengaku aku gugup, tapi beruntung aku bisa mengontrol diri."Saya dibesarkan di antara bunga." Aku memulai pembicaraan, dengan suaraku yang stabil dan rendah tan

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Kepulangan Si Drama

    Aku duduk di sofa sudut ruangan, mendengarkan nasihat dari Clara, salah satu konsultan bisnis yang Lucian panggil untukku. Clara orangnya tegas tapi ramah, tipe yang bisa membuat seseorang merasa bodoh dan termotivasi dalam satu kalimat. Sekarang dia sedang menjelaskan strategi untuk memperkuat posisi perusahaan baruku—yang Lucian serahkan padaku beberapa bulan lalu—di tengah persaingan yang semakin ketat. “Seraphina, kau harus lebih agresif dalam negosiasi,” kata Clara, menunjuk papan presentasi di depannya. “Jangan hanya mengandalkan nama besar Lucian atau koneksi Fedorov. Bangun reputasimu sendiri. Jika ada lawan yang bermain kotor, kau harus siap membalas dengan cerdas, bukan hanya emosi yang sia-sia." Aku mengangguk, mencatat poin-poin penting di buku catatanku. Sejak Lucian menyerahkan perusahaan baru ini padaku, aku belajar banyak—dari cara membaca laporan keuangan sampai menghadapi klien yang sok tahu. Namun, aku suka tantangannya. Rasanya seperti membuktikan bahwa aku

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Gelang Warna-Warni

    Apartemen terasa sepi tanpa Lucian malam ini. Dia berpesan ada urusan di kantor yang harus diselesaikan, karena itu aku pulang lebih dulu setelah kami meninggalkan mansion Fedorov pagi tadi. Cahaya lampu di ruang tamu menyala lembut, tapi aku merasa agak gelisah. Mungkin karena obrolan kemarin malam masih terngiang, atau mungkin karena aku masih mencerna semua yang terjadi di mansion. Aku akhirnya memutuskan untuk melakukan sesuatu yang produktif—merapikan lemari lama Lucian di kamar yang sekarang jarang dia pakai. Lemari itu penuh dengan barang-barang yang sepertinya sudah lama tidak disentuh. Kotak-kotak berdebu, buku catatan kuliah, dan beberapa baju yang jelas sudah tidak muat lagi. Aku tersenyum kecil sambil mengeluarkan tumpukan kaos lusuh, bertanya-tanya kenapa Lucian masih menyimpan semua ini. Tapi saat aku menggeser sebuah kotak sepatu tua di rak bawah, sesuatu jatuh ke lantai dengan bunyi ringan. Aku membungkuk, mengambil benda itu, dan langsung terpaku. Sebuah gel

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Restu yang Resmi

    Malam menyelimuti mansion Fedorov dengan suasana yang hangat, meski udara di luar terasa dingin. Cahaya lampu-lampu taman memantul di permukaan air mancur, menciptakan kilau yang bikin aku ingin terus menatapnya. Setelah obrolan panjang di ruang duduk tadi, Fedorov bersikeras kami menginap. “Kalian sudah jauh-jauh ke sini,” katanya dengan nada yang tidak menerima penolakan. “Lagipula, ada kamar yang sudah disiapkan untuk kalian.” Aku dan Lucian cuma saling pandang, lalu mengangguk. Sulit menolak pria seperti Fedorov—bukan karena dia menakutkan, tapi ada aura yang membuatku merasa dia selalu mempunyai rencana lebih besar dari yang terlihat.Setelah makan malam yang mewah tapi entah kenapa terasa nyaman, kami dipanggil lagi ke ruang kerja Fedorov. Ruangan itu beda dari bagian lain mansion—dindingnya dipenuhi rak buku kayu tua, meja besar di tengah dengan lampu hijau klasik, dan bau samar kertas tua yang bikin aku merasa seperti masuk ke film detektif jadul. Fedorov duduk di balik me

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Telah Memenuhi Syarat

    Pagi ketiga di Lapland terasa seperti mimpi yang belum ingin kuberhenti jalani. Cahaya matahari pagi menyelinap lembut melalui jendela sehingga membawa kilau salju yang membuat segalanya terasa magis. Namun, ketika Lucian masuk ke kamar dengan wajah sedikit tegang—sesuatu yang jarang kulihat—aku tahu ada sesuatu yang berbeda hari ini. “Seraphina, kita harus pulang lebih awal,” katanya sambil duduk di tepi ranjang, sambil tangannya meraih tanganku dengan lembut. “Kakekku ingin bertemu kita. Secepatnya." Aku mengerjap, mencoba mencerna kata-katanya. “Kakekmu? Serius?” Aku pernah mendengar cerita-cerita Lucian, tapi pria itu selalu terdengar seperti legenda—pengusaha kaya raya yang keras kepala, hidup menyendiri di mansion mewahnya. “Kenapa tiba-tiba?” tanyaku tidak bisa menyembunyikan keterkejutan. Lucian menghela napas, jari-jarinya mengusap punggung tanganku. “Dia bilang sudah waktunya kita membicarakan tentang banyak hal. Mulai dari bisnis, pernikahan kita, dan yang paling utam

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status