Share

Hentikan semua ini!

Haikal mengatur nafasnya perlahan. Ia tidak boleh gegabah dalam mengambil tindakan. Biarlah apa yang Raykel lakukan. Ia akan memikirkan cara untuk menggagalkan rencananya.

"Apa aku harus melamar Mira juga malam ini. Tapi bagaimana dengan mamah dan papah? Mereka tidak merestui hubunganku." Haikal mengusap wajahnya kasar.

"Kalau menurut saya itu terlalu cepat, Pak. Lagipula bapak belum mengenal Bu Mira lebih dalam," ucap orang suruhannya yang kini berdiri di hadapan Haikal.

"Kau tahu apa tentang wanitaku? Aku memang belum mengenalnya lebih jauh, tapi aku yakin Miranda adalah wanita baik-baik."

"Maaf, Pak. Bukannya saya lancang, tapi--"

"Tapi apa?" tanya Haikal menatap tajam.

"Informasi yang saya dapat, Bu Miranda itu sebelumnya tidak pernah menikah," ucap pria itu menunduk takut.

"Maksud-mu, Miranda hamil di luar nikah. Begitu?" tanya Haikal menyelidik.

"I-iya, Pak. Maaf saya harus menyampaikan berita tidak enak ini."

"Baiklah, tak masalah. Kau boleh keluar sekarang!" Haikal mengibaskan tangannya, kemudian pria itu berlalu pergi.

Alih-alih melanjutkan pekerjaanya, Haikal malah kepikiran dengan ucapan orang suruhannya. Selama ini ia sibuk mengejar Miranda, namun Haikal tak sama sekali kepikiran mengorek masa lalu wanita itu. Tapi bukankah setiap orang punya masa lalu? Dan itu bukan urusan siapapun. Haikal tak ingin mencari tahu sesuatu yang akan membuatnya sakit hati.

Dreet

Satu pesan masuk dari Papah Dedi, membuat Haikal langsung membacanya.

"[Sore nanti papah tunggu di restauran biasa. Ada hal penting yang papah sama mamah mau bicarakan.]" Papah.

Haikal mengernyit.

"Tumben sekali. Pasti ada macem-macem." Haikal berprasangka buruk. Pasti ada hubungannya dengan perjodohan itu. Ia sudah bisa menebak apa yang akan mereka bicarakan.

*****

Jam makan siang, Haikal meraih jas-nya yang bertengger di kursi, lalu menyambar kunci mobil dengan cepat.

"Bapak mau ke mana?" tanya Lussi saat berpapasan di lift.

"Mau makan siang. Kamu gak makan?"

"Ini mau makan juga, Pak. Kebetulan dong, kalau bareng saja bagaimana, Pak?" ajak Lussi antusias.

"Waduh, gak bisa, Lus. Saya ada janji makan di luar sama teman," jawab Haikal berbohong. Ia pun tergesa-gesa keluar saat lift terbuka.

Lussi langsung menghentakkan kakinya kesal. Bagaimana ia bisa dekat dengan Haikal, kalau setiap kali di ajak makan bareng saja Haikal selalu menolak. Padahal Lussi merasa dirinya memang pantas bersanding dengan pria tampan itu. Selain seksi, Lussi pun masih berstatus sebagai gadis.

"Lihat saja nanti, aku akan menyingkirkan janda sialan itu, dan membuat Pak Haikal bertekuk lutut padaku!" ucap Lussi geram.

Sementara itu, Miranda yang tengah makan siang bersama Bu Rara dikejutkan dengan kehadiran Haikal. Haikal tiba-tiba saja bergabung tanpa di suruh. Dengan menebarkan senyumnya yang paling manis, Haikal duduk bersebelah dengan Miranda.

"Selamat siang, para ibu-ibu," sapa Haikal tersenyum ramah.

"Eh, selamat siang, Pak," jawab Bu Rara tak kalah ramah. Dia tahu kalau Haikal adalah anak dari Rektor di kampus ini.

"Kebetelun nih Pak Haikal datang, jadi bisa menemani Bu Mira makan. Soalnya saya sudah duluan tadi, ini mau masuk kelas lagi," ucap Bu Rara menyenggol lengan Miranda. Sontak saja Miranda melotot, kenapa Bu Rara malah mau meninggalkannya berdua dengan Haikal. Tentu saja ia gugup. Rara memang sengaja melakukannya, karena dari gosip yang beredar, Haikal menyukai Miranda. Rara pun tidak mau jadi penghalang. Membiarkan mereka ngobrol berdua agar lebih leluasa.

"Wahh begitu ya, Bu. Dengan senang hati saya akan menemani bidadari cantik ini," ucap Haikal tersenyum nakal. Miranda pun memutar kedua bola matanya jengah.

"Saya permisi." Bu Rara meninggalkan keduanya.

Suasana pun nampak hening, sesekali Haikal menggodanya, Miranda hanya diam saja.

"Makan yang banyak, sayang. Biar banyak tenaga," ucap Haikal mencairkan suasana.

Miranda menghela napas sambil tersenyum kaku.

"Bisa gak bapak jangan manggil saya sayang-sayangan. Kalau di dengar sama yang lain gak enak, Pak!" ucap Miranda kesal. Ia sangat risih dengan panggilan itu.

"Lho, kan maggilnya pelan, sayang. Memang ada yang salah kalau saya sayang sama kamu?" tanya Haikal semakin menggoda.

"Bapak tuh gak nyambung banget ya. Saya cuma bilang jangan panggil sayang! Ini gak ada hubungannnya sama perasaan. Mau bapak sayang ke saya atau ke siapapun itu hak bapak, saya gak peduli!" Miranda hendak berdiri, namun Haikal menahan lengannya.

"Please, Mir. Jangan bersikap seperti ini terus. Saya benar-benar serius mencintai kamu. Saya ingin menjadi Ayah dari anak kamu, dan--"

"Cukup!" Miranda memotong ucapan Haikal dengan cepat. "Saya kan sudah bilang, saya gak ingin menikah dengan siapapun."

Haikal pun berdiri menatapnya lekat-lekat.

"Yakin gak mau menikah dengan siapa-siapa? Kalau nanti ada yang melamar kamu secara mendadak, apa kamu akan terima?" tanya Haikal memancing. Ia ingin memastikan jawaban Mira. Karena nanti malam Raykel akan melamarnya, walaupun Mira belum tahu rencana pria itu.

"Tidak! Saya tidak akan terima!" setelah mengatakan itu Miranda langsung berlalu pergi.

Haikal akhirnya bernapas lega. Setidaknya ia aman karena Miranda pasti akan menolak Raykel.

Setelah melanjutkan makannya, Haikal langsung kembali ke kantor.

*****

1 jam lamanya Pak Dedi dan sang istri menunggu Haikal di restauran. Namun putranya itu tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Membuat keduanya pun cemas.

"Om, Tante, apa Haikal-nya masih lama? Kok aku jadi gerogi gini ya," ucap seorang gadis yang daritadi hanya mengaduk-aduk minumannya. Ia merasa gelisah.

"Sabar ya, sayang. Haikal pasti sebentar lagi datang," ucap Mamah Siska mengusap lembut punggung gadis itu.

"Nah itu dia orangnya," ucap Pak Dedi manakala matanya melihat sosok Haikal yang baru saja sampai.

"Haikal sini, Nak," panggil Mamah Siska membuat Haikal menoleh. Namun sedetik kemudian ia pun mengernyit. Ketika matanya melihat seorang gadis duduk bersama kedua orang tuanya.

"Maaf lama, Pah, Mah." Haikal langsung menjatuhkan bokongnya bersebelahan gadis itu.

"Tidak apa-apa yang penting kamu datang. Kalau tidak, papah gak enak sama Nak Cindy. Bukan begitu, Mah?" tanya Pak Dedi.

"Iyah, Pah. Kasian Cindy ikut menunggu lama," ucap Mamah Siska membuat Cindy tersenyum malu.

"Tidak apa-apa, Tante."

"Bentar deh, sepertinya kita pernah ketemu, tapi di mana ya?" tanya Haikal menunjuk Cindy, berusaha mengingat.

"Iyah kita memang pernah ketemu, Pak. Cindy kan kuliah di kampus dekat perusahaan bapak," jawab Cindy antusias. Walaupun dirinya pernah bersikap bar-bar di hadapan Haikal saat itu, namun saat ini Cindy harus menjaga sikap agar menarik perhatian kedua orang tua Haikal.

"Ooooo, lalu kenapa kamu di sini?" tanya Haikal menatap kedua orang tuanya bergantian. Juga pada gadis itu.

"Cindy ini gadis yang akan papah jodohin dengan kamu," ucap Pak Dedi yang mana membuat Haikal langsung ternganga.

"Apa??

*****

Haikal langsung menyambar kunci mobil setelah perdebatan panjang antara dirinya dan Pak Dedi. Ia tidak habis pikir sama kedua orang tuanya. Ini bukanlah jaman siti nurbaya yang harus dijodoh-jodohkan. Haikal merasa dirinya sangat laku dan bisa mencari pilihannya sendiri.

"Papah dan mamah bener-bener kelewatan," gumam Haikal memukul stir berkali-kali. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh ke suatu tempat.

Tiba di sebuah apartemen, Haikal langsung di sambut dengan Jaja, sahabat karibnya.

Melihat Haikal yang lesu, Jaja pun rasanya ingin terbahak. Tidak seperti biasanya seorang Haikal Haditama memasang tampang sedih seperti ini.

"Lo kesambet setan apa, dateng-dateng langsung termenung. Curhat dong, Bro," ucap Jaja terkekeh. Haikal pun menghembuskan napasnya secara kasar.

"Gua mau di jodohin," ucap Haikal lesu. Lain hal dengan Jaja yang antusias mendengarnya.

"Serius lo, enak dong sebentar lagi bakalan belah duren," goda Jaja terkekeh.

"Mata lu enak. Gua cuma mau belah duren sama Miranda!" Haikal langsung melempar bantal yang ada di sofa tepat ke wajah Jaja. Pria tampan setengah bule itu hanya terbahak.

"Orang tua lu pasti ingin yang terbaik. Inget Bro, Janda memang menggoda, tapi perawan lebih menawan. Lu pikiran baik-baik dah. Semua juga buat masa depan lu," ucap Jaja menasehati. Namun berkali-kali, Haikal pun enggan mendengernya.

Mereka berdua ngobrol ke barat ke timur hingga larut malam. Haikal melirik arloji di pergelangan tangannya. Ia pun tersentak karena baru megingat sesuatu.

"Astaga gua lupa, Ja. Ada hal penting yang harus gua selesaian." Haikal menyambar kunci mobil dan keluar tergesa-gesa. Jaja mengangkat bahunya tak peduli. Kelakuan Haikal memang seperti itu. Datang tak di undang pulang pun mendadak tanpa pamit.

Tiba di sebuah kontrakan, Haikal langsung menerobos masuk begitu melihat sebuah motor terparkir di samping rumah bercat biru.

Haikal menatap jengah seorang pria yang kini tengah berlutut di hadapan Miranda dengan menyodorkan sebuah buket bunga.

"Hentikan semua ini!" pekik Haikal geram. Ia mengepalkan kedua tangannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status