Share

Part 7

“Ke mana Erlangga, sih? Nyusahin aja jadi orang!”

Sudah hampir jam dua siang, tetapi batang hidung Erlangga belum tampak juga. Olivia sudah geram dengan pria itu. Dia ingin sekali menjambak rambut Erlangga kalau bertemu nanti.

Akhirnya, perempuan itu memutuskan untuk pergi dari kantin. “Kelamaan nungguin dia. Nanti malah nggak ikut kelas.”

Dalam hati dia mengutuk pria bernama Erlangga, seandainya dia dateng, akan aku hantam wajahnya dengan tas. Padahal, sepertinya nyali Olivia belum cukup untuk melakukan itu. Ditatap dari jarak dekat saja sudah gerogi, apalagi melakukan hal yang tidak-tidak.

“Eheeem!”

Olivia menoleh ke sumber suara di belakangnya. Ternyata Erlangga, dia sedang mengikuti Olivia dari belakang.

“Apa yang aku bilang tadi saat di kantin?” tanya Erlangga dengan tatapan mata yang menajam.

Olivia menjawab setelah memutar bola matanya. “Terus aku harus nungguin kamu sampai kapan? Dua menit lagi udah masuk kelas, aku bisa telat. Nanti aja debatnya, deh.”

Baru satu langkah Olivia berjalan, Erlangga menahan lengan Olivia dengan kencang. Dia menarik perempuan itu hingga kedua tubuh mereka berdekatan. “Kamu mau kabur gitu aja setelah ngelawan omongan aku?”

“Emangnya kamu siapa aku?” Olivia melepaskan tubuhnya dengan paksa lalu kembali berkata, “Nggak usah sok jadi orang yang punya hak atas hidup aku, Er! Aku bukan siapa-siapa kamu, ngerti?”

Seringai di wajah Erlangga semakin terlihat jelas. “Suatu saat aku akan jadi siapa-siapanya kamu, Liv!”

“Suatu saat, kan? Bukan hari ini, kan? Mending kamu bangun dari tidur terus cuci muka dan gosok gigi. Nyokap kamu mungkin udah siapin sarapan, kamu sarapan, deh. Jangan mimpi terus!” sanggah Olivia dengan congkaknya.

Jawaban Olivia semakin membuat Erlangga gemas. Kamu sangat lucu, Olivia, batin Erlangga berkata begitu.

“Temenin aku sarapan setiap hari kalau begitu, ya? Saya nggak bisa sarapan tanpa cewek lucu seperti kamu.” Erlangga menjawabnya dengan santai.

Olivia tergelak mendengarnya. “Kamu nggak usah mimpi mau sarapan sama aku, dong! Jangan halu terus, Lang! Aku mau kelas, jangan halangi jalan aku!”

Tentu saja Olivia tidak bisa pergi begitu saja. Erlangga langsung mencegat jalan Olivia. “Kamu mau ke mana?”

“Kamu masih punya kuping, kan? Aku mau kuliah sekarang,” jawab Olivia.

Erlangga tersenyum menjawabnya. Namun, senyumnya seketika luntur kala melihat seorang pria tua berambut keputihan di belakang Olivia. Pria itu bernama Darma, dosen ilmu perundang-undangan sekaligus dosen pembimbing akademik Olivia.

“Terusin aja nggak apa-apa. Anggap aja saya nggak ada di sini,” katanya.

Olivia langsung membalikkan badannya. Dia tersenyum kikuk karena kepergok oleh dosen. “Bapak ....”

“Jadi ini cem-cem-an baru kamu, Liv?” kata Pak Darma.

Olivia langsung terbelalak. “Erlangga? Dia pengganggu doang, Pak. Bukan pacar saya,” sahut Olivia.

Sementara Erlangga justru tersenyum senang. “Belum pacar, Pak. Mungkin akan jadi pacar,” kata Erlangga sambil merangkul bahu Olivia.

Pengakuan Erlangga langsung dibalas dengan pijakan kaki Olivia di atas sepatunya. “Apa-apaan, sih? Kamu udah gila, ya?” Olivia berbisik.

“Itu udah mesra banget. Mau kapan resminya?” tanya Pak Darma.

“Doain aja yang terbaik, Pak!”

“Er, kamu apa-apaan, sih? Pak, jangan dengerin kata Erlangga! Dia habis makan kecubung tadi siang. Jadi sedikit nggak beres otaknya,” kata Olivia.

Darma langsung tergelak mendengar jawaban Olivia. Dia sampai memukul-mukul tembok di sampingnya.

“Terserah kamu, Liv. Saya mau masuk kelas. Kamu mau masuk kelas atau mau pacaran?” Darma meninggalkan Olivia dan Erlangga di tempatnya.

“Saya nggak pacaran, iih!” protes Olivia sambil bergaya ingin memukul kepala dosennya.

Erlangga mencoba menenangkan emosi Olivia. “Ya udah nggak pacaran, tapi menuju pacaran aja gimana?”

Olivia semakin kesal. Dia melepaskan lengan Erlangg di bahunya. “Kamu juga kenapa kegatelan banget, sih?”

Erlangga kegatelan? Pria itu langsung tertawa mendengarnya. “Bukannya kamu seneng sama perlakuanku tadi? Buktinya malah keringetan begitu.”

“Jurnal mana yang mengatakan kalau orang keringetan itu lagi seneng? Keringetan itu karena capek. Aku lagi capek sama sikap kamu!” kata Olivia.

“Berarti nggak capek sama perasaan kamu ke aku, kan?”

Oke, Olivia sudah lelah berdebat dengan Erlangga. Tidak ada habisnya. Tanpa menunggu lagi, dia berjalan melewati Erlangga.

“Cewek Galak! Nanti pulangnya sama aku!” pekik Erlangga.

Olivia tidak menjawab. Dia terus berjalan seolah tidak ada yang mengajaknya berbicara.

“Nanti aku tunggu di parkiran, ya!”

***

“Mungkin itu saja kuliah kita hari ini. Terima kasih sudah hadir di kelas saya hari ini. Kita jumpa lagi minggu depan,” kata Darma.

Seisi kelas menjawabnya dengan serempak. Semuanya menjawab, kecuali Olivia. Perempuan itu sedang menatap jendela tanpa berkedip.

“Olivia!”

Panggilan pertama tidak dijawab oleh Olivia. Di tidak mendengarnya.

“Olivia!”

Panggilan kedua masih belum dijawab juga. Kali ini dia mendengar, tetapi samar.

“Oliv!” Pekikan Darma sukses membuat perempuan itu  terlonjak. “Kamu masih mikirin cowok yang tadi?”

Teriakkan dari mahasiswa di ruangan membuat Olivia malu. Baru kali ini dia di-bully karena masalah pria. “Saya nggak mikirin Erlangga, Pak!”

“Lho memangnya saya bilang Erlangga? Bisa aja cowok yang lain, kan? Berarti kamu emang mikirin dia, ya?” kata Darma yang disambut dengan gelak tawa mahasiswa lain.

Setelah itu, Darma langsung pergi meninggalkan kelas yang ramai. “Jangan pada berisik kalian! Ganggu aja!” kata Olivia.

“Jadi, kamu sama Erlangga makin deket, nih?” kata pria bernama Putra.

“Kenapa emangnya? Kamu cemburu kalau aku dideketin sama dia?” Olivia menjawab dengan menantang Putra.

“Aku, sih, ogah banget ngedeketin kamu. Lebih baik aku deketan sama manusia serigala, deh.”

Jawaban yang membuat seluruh mahasiswa ruangan itu tertawa. Olivia tidak terima, dia akhirnya menggebrak buku yang dipegang ke atas meja.

Si Putra itu justru menantang Olivia. Dia berjalan ke arah Olivia dengan tatapan yang menurut perempuan itu tidak sopan. Tatapan menggoda mirip seperti pria hidung belang.

Sebelum pria itu lebih dekat, Erlangga langsung masuk dan menghalangi Putra. Erlangga juga langsung menggenggam tangan Olivia dengan erat.

Putra terkejut. Dia ingin berbalik, tetapi dia takut dikira pengecut oleh Erlangga. Dia memasang tubuh seolah berani dengan Erlangga.

“Kamu mau deketin cewek saya?” tanya Erlangga dengan nada yang rendah.

Suasana ruang kelas yang tadinya ramai menjadi sunyi. Aura Erlangga yang posesif begitu mendominasi hingga tidak yang berani menyangkalnya.

“Jangan pernah cari gara-gara sama saya atau Olivia!” ancam Erlangga yang dibalas anggukan kepala Putra.

“Ada yang mau deketin Olivia?” tanya Erlangga sekali lagi, tetap tidak ada jawaban. “Bagus. Jangan sampai ada perkelahian di antara kita semua hanya karena kalian merebut cewek saya!”

Mereka berdua berjalan keluar dari kelas. Siapa yang menyangka kalau Erlangga akan datang menjemput Olivia, bahkan perempuannya juga tidak menyangka. Pasalnya, Erlangga tadi bilang akan menunggu di parkiran.

“Bukannya tadi kamu bilang mau nunggu di parkiran?” tanya Olivia di tengah lorong sepi.

Senyum Erlangga menyadarkan Olivia kalau pria di sampingnya sedang bahagia. Padahal, sesaat sebelum itu Erlangga berhasil membuat satu kelas ketakutan.

Kamu cowok teraneh yang pernah aku temui, Er. Sayangnya, aku belum mengerti apa yang kamu inginkan. Apa kamu benar-benar peduli padaku? Apa ada motif lainnya?

Sesampainya di parkiran, Erlangga langsung membukakan pintu untuk Olivia. Hal yang membuat Olivia bingung. Mengapa dia kemarin bersikap jahat kalau bisa bersikap baik seperti ini?

“Hari ini kita mau ke mana, Liv?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status