Remi menatap ruangan tempat dia mengadakan pesta topeng untuk merayakan lima tahun berdirinya perusahaan miliknya. Lampu kristal besar di tengah ruangan berkilauan dengan megah, ditemani lampu-lampu kecil yang menggantung dari satu lampu ke yang lain layaknya tirai. Meja-meja bundar yang dipenuhi dengan gelas berisi champagne dan kudapan. Beberapa sofa terdapat di setiap sudut ruangan. Ada panggung kecil yang digunakan para musisi untuk memainkan musik saat berdansa nanti. Selebihnya ruangan itu dibiarkan kosong dari barang, menjadi tempat untuk berdansa.
Remi mengundang semua koleganya, termasuk William yang mengajak Sarah. William memberikan undangan pada penjaga pintu lalu masuk ke dalam, diikuti Sarah yang mengalungkan tangannya di lengan William. Sarah begitu terpukau dengan dekorasi ruang dansa ini, begitu pula dengan orang-orang yang hadir. Gaun mereka terlihat amat mewah di mata Sarah, membuat dirinya langsung m
Jessica baru saja mengganti gaunnya yang tidak sengaja ketumpahan champagne. Wanita itu kini menggunakan gaun hitam bertaburan kristal di bagian bawahnya. Sebelum kembali ke ruang dansa, Jessica merapikan tatanan rambutnya terlebih dahulu, kembali membubuhkan bedak dan lipstik, dan memakai topengnya. Jessica mengucapkan terima kasih pada pelayan yang membantunya mengganti gaun lalu keluar.Kaki Jessica menyusuri lorong panjang yang di kiri kanannya terdapat vas keramik tanpa bunga setiap lima meter. Tidak ada orang di sana kecuali dirinya. Jessica berbelok menuju tangga, langkahnya dengan anggun menuruni tangga. Di bawah, Jessica melihat Sarah yang sedang dibopong oleh seorang lelaki yang Jessica yakini adalah teman yang disebut Sarah sebelumnya. Melihat bagaimana interaksi mereka, Jessica tidak yakin kalau Sarah dan lelaki itu tidak hanya berteman.Sarah tampak berontak dari genggaman temannya, tanpa sengaja melepaskan topeng yang dipakai oleh temannya. Tubuh Jess
Sarah mengerjapkan matanya beberapa kali yang terasa panas. Setiap kedipan membawa rasa panas yang tidak nyaman. Sarah memperhatikan sekitar, tidak mengenali kamar tempat dia tidur. Sarah mencoba untuk bangun, tetapi kepalanya terasa amat pusing, akhirnya dia menidurkan tubuhnya kembali. Kamar yang kini ditempatinya didominasi oleh warna hitam dan putih. Di depan ranjang yang Sarah tiduri terdapat satu sofa panjang dengan coffee table di depannya.Sarah memejamkan matanya, berharap rasa pusing yang menghantam kepalanya bisa segera pergi. Sarah masih memejamkan mata saat mendengar suara pintu terbuka dan langkah kaki yang mendekat. Lalu sebuah tangan menyentuh dahinya. Tangan itu terasa dingin di kulitnya. Sarah membuka mata. Meski penglihatannya sedikit buram, Sarah tahu kalau seseorang di depannya adalah William.Seketika Sarah teringat kejadian sebelumnya. Sarah ingat dia pergi ke pesta topeng yang diadakan oleh kolega William. Sarah juga ingat meminum champagne.
Layar laptop menampilkan data-data pengeluaran dan pemasukan bulan ini, tetapi Remi tidak memperhatikan sedikit pun. Matanya memang tertuju ke sana, tetapi pikirannya berkelana ke malam pesta topeng. Remi sempat mengikuti William yang tengah membawa perempuan dari acara lelang saat itu. Namun, dia kehilangan jejak William karena seorang kolega yang menghampirinya dan mengajak berbincang. Remi tentu saja memilih menetap. Dia tidak bisa menghancurkan perusahaan yang dibangunnya dengan susah payah hanya karena seorang perempuan. Terakhir kali Remi melihat William saat lelaki itu pergi ke belakang tembok berisi lukisan sepasang kekasih yang tengah berdansa.Saat Remi tiba di tangga, dia tidak menemukan William, atau jejak ke mana koleganya itu pergi. Justru Remi menemukan Jessica tengah berdiri di tengah tangga tanpa melakukan apa pun. Keduanya berakhir berbincang bersama beberapa kolega lain dan berdansa. Remi sama sekali tidak bertemu dengan William sampai dirinya mendapat ka
Sarah memasukkan ayam krispi ke dalam mulutnya lalu tersenyum senang. Setelah selama dua hari penuh dia hanya memakan sup labu dan minum air hangat, akhirnya Sarah bisa memakan makanan lain. Tubuhnya sekarang sudah segar bugar. Tadi pagi bahkan Sarah sudah memasak sarapan untuk dirinya dan William. Sebelum William berangkat ke kantor, Sarah sempat meminta uang untuk membeli beberapa bahan makanan yang habis karena minggu ini tidak ada orang yang mengirim. Uang sisanya Sarah belikan ayam krispi.Setelah memakan habis makanannya, Sarah beralih untuk bersih-bersih rumah. Karena tidak ada banyak barang atau ruangan yang dipakai, pekerjaan Sarah tidak terlalu berat lantaran memang sudah bersih. Ada satu ruangan yang membuat Sarah merasa kagum. Berisi satu layar besar untuk menonton film dan sofa bed. Sarah melihatnya seperti bioskop yang kadang-kadang dia datangi saat punya uang lebih. Home theater itu tidak Sarah bersihkan karena memang tidak ada sedikit pun debu di sana.
Makin tinggi jet pribadi itu terbang, Sarah makin merasa tidak karuan. Dia mencengkeram tangan kursi dengan kuat sambil memejamkan mata. Sebuah ingatan kembali hadir di otaknya. Ingatan yang membuatnya menjadi takut pada ketinggian. Lagi-lagi sang ayah yang memberikan ingatan buruk itu padanya.Sarah sedang pergi ke pusat perbelanjaan bersama sang ayah saat itu. Dia masih berumur sepuluh tahun dan merasa sangat senang ketika sang ayah mengajaknya. Sarah masuk ke semua toko untuk melihat-lihat apa saja barang yang ada di sana. Sarah juga berlarian ke sana kemari, memberitahu ayahnya segala hal yang dia lihat di sana. Setelah menelusuri dua lantai pusat perbelanjaan itu, mereka akhirnya memutuskan untuk makan di lantai ketiga, di ruang terbuka.Selagi menunggu makan, Sarah menyender pada pagar pembatas, melihat orang-orang yang berlalu-lalang, dan kemacetan kendaraan. Saat tengah asyik melihat-lihat, Sarah merasakan dorongan di punggungnya yang menyebabkan dia kehila
William masih merasakannya. Bibir penuh milik Sarah yang bertemu dengan miliknya. Rasa manis yang membuat pembuluh darahnya bekerja dua kali lipat untuk mengedarkan darah karena jantungnya yang berdetak lebih cepat. Meski sudah berakhir dari beberapa menit lalu, endorfin miliknya masih terus menguarkan hormon kebahagiaan yang membuat William ingin melanjutkan kegiatan mereka sebelumnya.William tahu benar kalau dia sebelumnya meminta Sarah untuk tidur, tetapi perasaannya tidak bisa berbohong. William ingin menarik kembali kata-katanya. Meski begitu, sebisa mungkin dia menahan diri. Pikirannya melayang ke pertanyaan kenapa dirinya menjadi seperti ini? Apa karena sudah terlalu lama tidak berhubungan dengan perempuan? Apa mungkin karena perempuan itu adalah Sarah?.Mata William terbuka sedikit. Dia melirik pada Sarah yang tengah menatap kosong ke arah jendela tertutup. Jari-jarinya menyentuh bibirnya, kembali membawa memori panas yang William sebisa mungkin berusaha u
Langit-langit berwarna putih yang memiliki cekungan berbentuk kotak mengeluarkan cahaya temaram. Sarah bergerak menyamping ke kiri dan melihat pemandangan Menara Eiffel yang dipenuhi dengan lampu. Sepanjang hidupnya, Sarah hanya melihat miniatur Menara Eiffel yang dijadikan gantungan kunci. Baru kali ini dia melihat bangunan ikonik yang berada di kota cinta ini. Mata Sarah kembali terpejam saat merasakan sekujur tubuhnya yang sakit, terutama di bagian bawah.William yang sejak tadi sibuk mengetik di laptopnya menghentikan kegiatannya karena melihat Sarah yang bergerak gelisah. Dia meletakkan laptop di nakas lalu menyentuh pelan bahu Sarah. Ingin melihat apakah perempuan di sampingnya ini sudah bangun atau belum.“Sarah?” panggil William sembari menyingkirkan rambut dari wajah Sarah.Kepala Sarah menoleh dan langsung melihat William yang sedang membungkuk ke arahnya. Dengan perlahan Sarah mencoba bangkit dari posisi tidurannya, menyamakan dirinya dengan Wil
“Bagaimana menurut Anda tentang acara kali ini?” tanya Remi yang tangannya masih merangkul pinggang Jessica.Bibir Remi tersenyum dengan lebar, berbeda dengan William yang wajahnya tidak menampakkan ekspresi apa pun. Sarah di sampingnya masih saja menunduk, makin tidak nyaman dengan suasana sekitar. Tangan Sarah mencengkeram jas William, berusaha memberi kode kalau dia ingin segera pergi dari sana.“Acaranya bagus, saya suka,” jawab William sekenanya.William lalu merangkul Sarah, bersiap untuk segera pergi. Sebelum Remi sempat melemparkan obrolan basa-basi lagi, William sudah terlebih dahulu pamit. Dia lantas segera berbalik dengan Sarah yang berada di dalam rangkulannya. Baru tiga langkah mereka pergi dari hadapan Remi dan Jessica, lelaki yang mengadakan acara peragaan busana ini membuka mulutnya lagi.“Hubungi saya jika Anda ingin mengganti perempuan itu dengan yang lebih menyenangkan dan andal.”Emosi yang sedari tadi William tahan ak