Share

Bab 6. Rindu - 1

Author: Fitri_alpha
last update Last Updated: 2024-01-03 20:08:53

Dua minggu tanpa Crystal terasa seperti dua tahun. Mungkin kedengarannya sedikit berlebihan bagi seorang anak kecil, tetapi itulah yang dirasakan Alexant sekarang. Hari-harinya terasa sangat membosankan, terlalu monoton karena hanya diisi dengan belajar, belajar, dan belajar. Tak ada lagi waktu untuk bermain, semua tersita untuk belajar yang kata mereka –para orang dewasa– untuk bekalnya kelak saat ia dewasa, agar ia bisa memimpin Namira sehebat ayahnya.

Alexant mendengkus, ia selalu saja tidak suka setiap kali gurunya membicarakan tentang kehebatan sang Ayah karena menurutnya ayahnya biasa saja. Tak ada yang dapat dibanggakan dari seorang pria yang hanya duduk diam di atas singgasana dan menerima upeti tanpa harus bekerja. Seandainya saja bisa memilih, ia tak ingin menjadi raja.

Menjadi raja bukanlah sesuatu yang mudah. Ia harus bertanggung jawab atas semua yang berada di kerajaannya. Itu tidak terdengar menyenangkan untuk seorang anak berusia sepuluh tahun sepertinya. Yang diperlukannya saat ini adalah berteman dengan anak seusianya, bukan dengan buku-buku tebal seperti yang berada di atas meja di depannya sekarang.

Alexant menjatuhkan kepalanya di atas sebuah buku yang berada tepat di depannya. Buku itu setebal satu jengkal orang dewasa. Jangan pernah berusaha menebak apa isinya karena kau tidak akan menyukainya.

Buku itu hanya berisi tentang etika dan adab kesopanan, serta hal-hal yang membosankan lainnya. Coba saja kau pikirkan, seorang anak berusia sepuluh tahun dijejali dengan etika dan adab serta berbagai macam peraturan yang seharusnya dikonsumsi oleh orang dewasa. Alasan mereka pun sangat klise, sebab dirinya adalah seorang putra mahkota yang kelak akan menjadi raja dan memimpin Namira. Mereka selalu mengatakan itu berulang-ulang setiap harinya, seolah berusaha mendoktrinnya agar ia mau menuruti semua yang mereka katakan.

Terkadang ia iri melihat George atau anak seusianya yang lain. Mereka bisa ke mana pun dengan bebas, apalagi anak-anak di luar sana. Sungguh, ia sangat ingin bisa seperti mereka. Bermain sepanjang hari tanpa harus mengikuti aturan. Membantu keluarga mereka bekerja di ladang atau kebun mereka tanpa dipusingkan dengan pelajaran etika dan tata negara, Sangat menyenangkan seandainya bisa menjadi mereka. Meskipun sehari saja, ia rela bertukar tempat dengan siapa pun anak di luar sana.

"Pangeran Alexant, saya harap Anda mendengarkan apa yang saya jelaskan!"

Alexant mengangkat kepala dengan malas. Suara mengguntur Madam Petrova yang lebih keras dari suara terompet perang semakin membuatnya tak bersemangat. Alexant menguap, bukan karena ia mengantuk, melainkan sebagai pengalih perhatian. Ia berharap Madam Petrova akan segera mengakhiri pelajaran mereka hari ini. Jika tidak, ia bisa mati karena bosan.

"Astaga! Jangan katakan jika tadi Anda tertidur di kelas saya!"

Mata hijau Madam Petrova membelalak, dan itu terlihat sangat lucu di mata Alexant. Hidungnya memerah di bagian cuping dan bergerak kembang kempis dengan cepat, wajahnya yang masih bisa dikatakan cantik juga memerah, sangat kentara dia sedang marah hanya saja tak berani melampiaskannya.

Sebenarnya Madam Petrova adalah wanita yang cantik, seandainya dia tidak galak dan angkuh pastilah banyak pria bangsawan atau bahkan raja dan pangeran yang meminangnya. Sayangnya, dua sifat itu melekat erat padanya sehingga sampai sekarang wanita berambut cokelat terang tersebut masih sendiri.

Bukan rahasia lagi, jika beredar gosip di luaran sana tentang klub para wanita dewasa yang belum menikah. Madam Petrova adalah salah satu anggotanya. Mereka menamakan klubnya The Old Ladies. Entah apa artinya, yang pasti nama itu sangat konyol. Meskipun klub itu beranggotakan para wanita yang sudah melewati batas usia menikah, tetapi tidakkah mereka merasa jika nama klub terlalu ekstrem?

"Maafkan saya, Pangeran Alexant, tetapi dengan segala hormat saya akan menghukum Anda!"

Suara itu menggelegar, meskipun tak membuat Alexant takut. Begitu juga dengan kata hukuman. Tidak ada seorang pun dari guru-gurunya yang berani memberikan hukuman berat kepadanya, mereka terlalu takut pada Raja Henry, ayahnya.

Madam Petrova melangkah tegap ke arahnya. Jarak mereka sekitar lima meter. Dagu wanita itu terangkat ketika dia berjalan, mempertegas sikapnya yang angkuh. Matanya jatuh lurus terarah padanya. Sebenarnya Alexant menyukai warna mata Madam Petrova, warna mata itu sama dengan warna mata Selena, pengasuhnya. Sangat cantik. Hanya saja disebabkan sikap galak Madam Petrova sehingga membuat matanya tak lagi terlihat cantik.

"Pangeran Alexant, sebelumnya saya meminta maaf kepada Anda karena saya akan memberikan hukuman pada Anda."

Alexant memutar bola mata mendengarnya. Baru kali ini ia mendengar seorang guru meminta maaf hanya karena ingin memberikan hukuman terhadap muridnya yang melanggar peraturan. Selama ini ia memang tidak pernah dihukum. Guru-gurunya tidak berminat memberikannya hukumannya. Madam Petrova adalah yang pertama, dan Alexant sudah tidak sabar menanti apa hukumannya. Dadanya berdebar, tubuhnya bergetar menantikan hukuman yang akan didapatnya dari guru pelajaran tata krama dan etiket.

"Saya memberikan Anda tugas untuk mencatat di buku Anda tentang apa saja yang kita pelajari hari ini."

Alexant menaikkan sebelah alisnya. Mencatat pelajaran hari ini? Oh, astaga, itu adalah sebuah petaka! Ia tidak benar-benar memperhatikan pelajaran tadi, dan bukan hanya hari ini saja. Sebenarnya sudah sejak dua minggu yang lalu ia terserang penyakit yang tidak ada obatnya, yaitu penyakit malas. Apalagi hari ini, semua pikirannya tertuju pada Crystal. Ia sudah tak sabar menantikan pertemuan mereka yang entah kapan. Alexant mengerang kesal dalam hati.

"Dan, saya ingin Anda mengumpulkannya pada saya minggu depan."

Alexant membuang muka. Tak ingin melihat wajah Madam Petrova yang sangat menyebalkan di matanya.

"Sebab Anda tadi terlihat menguap, jadi pelajaran hari ini cukup sampai di sini. Beristirahatlah, Yang Mulia. Saya permisi!"

Setelah Madam Petrova pamit, Alexant masih berdiri di tempatnya, bahkan setelah bermenit-menit kemudian. Semilir angin yang berembus masuk melalui beberapa buah jendela besar di ruangan ini, menerpanya. Menerbangkan rambut pirangnya yang sebatas bahu. Beberapa kali tangan Alexant terangkat untuk memperbaikinya. Napasnya terembus dengan kasar, memikirkan harus menulis apa yang dipelajarinya hari ini bukanlah sesuatu yang mudah dan menyenangkan.

Setiap pelajaran tidak ada yang menempati otaknya dengan baik selain pelajaran strategi perang dan kegiatan yang dilakukan di luar ruangan. Ia lebih mahir menunggang kuda serta memainkan senjata daripada cara menjabat tangan perempuan saat bertemu. Semua yang diajarkan di dalam ruangan sangat membosankan, apalagi pelajaran yang diajarkan oleh Madam Petrova.

Kepala berambut pirang Alexant tertunduk, mata abu-abunya terpejam selama beberapa detik. Ketika mata itu terbuka, Alexant berbalik dan keluar dari perpustakaan pribadi raja.

Istana memiliki lima buah perpustakaan yang tersebar di empat penjuru istana. Semua perpustakaan bebas dimasuki oleh siapa saja yang tinggal di istana, kecuali sebuah perpustakaan yang terletak di dalam istana.

Perpustakaan itu adalah perpustakaan pribadi milik Raja Henry. Hanya orang-orang tertentu yang bisa memasuki perpustakaan itu, contohnya Madam Petrova. Bukan karena dirinya istimewa sehingga Madam Petrova bisa memasuki perpustakaan pribadi raja, pekerjaannya sebagai guru Alexant lah yang membuatnya bisa masuk ke sana.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 103. Stress Sebelum Menikah?

    "Seperti yang sudah saya duga sebelumnya, Yang Mulia, Raja Loire hanya ingin mengejek Anda!" George berbicara dengan berapi-api. Ia mondar-mandir di depan Alexant, di dalam kamarnya sejak beberapa menit yang lalu setelah mereka kembali dari taman. "Seharusnya Anda tidak meladeninya, Yang Mulia!""Aku memang tidak melakukannya, George." Kalimat pertama yang keluar dari mulut Alexant setelah mereka tiba di kamarnya beberapa saat yang lalu. Ia hanya duduk di salah satu single sofa yang mengisi kamar tidurnya, membiarkan George mengomel. Ia tak ambil pusing dengan apa yang dilakukan oleh Raja Loire, asalkan dia tidak mengganggu, apalagi mengacaukan upacara pernikahannya lusa, maka ia tidak peduli. "Benarkah?" tanya George menatap Alexant dengan sepasang alis pirang yang berkerut. Ia menghentikan langkahnya tepat di depan Alexant. Jarak mereka satu meter. "Bukankah Anda berjanji akan berkunjung ke kerajaannya bersama Lady Mars?" Alexant berdecak. "Aku hanya berbasa-basi saja, hanya seked

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 102. (Bukan) Menantu Idaman

    Benar-benar calon menantu yang payah. Entah apa yang dilihat Crystal dari Alexant. Jika hanya sikap manis dan sopannya, semua itu tidak akan membantunya untuk bisa masuk ke dalam lingkungan pergaulan bangsawan Alastoire yang rata-rata memiliki perkataan tak kalah pedas dari kata-kata yang keluar dari mulut Crystal. Lance berdeham, bukan untuk menarik perhatian kedua bocah yang memiliki warna rambut berbeda di depannya. Perhatian mereka berdua sudah sejak awal tertuju kepadanya. Ia hanya merasa perlu untuk mendinginkan suasana yang memanas. Bukan saatnya mereka beradu kata. Lagi pula, ia tidak terlalu menginginkannya. Beradu senjata terdengar lebih baik baginya daripada harus beradu mulut yang hanya akan membuat mereka terlihat seperti anak-anak perempuan. Jangan sampai Crystal melihatnya, atau itu akan dijadikannya bulan-bulanan untuk mengejeknya. Jangankan dirinya, Crystal saja yang merupakan seorang anak perempuan menolak untuk berdebat, apalagi untuk sesuatu yang tidak penting.

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 101. Ujian Untuk Calon Menantu

    Taman bagian selatan istana Namira berukuran lebih besar dari taman yang lainnya. Selain itu, tak banyak bunga yang ditanam di taman ini sehingga sering digunakan untuk berlatih pedang dan senjata lainnya oleh Alexant dan George. Taman ini juga jarang dimasuki oleh penghuni istana, tak jarang Alexant memanfaatkannya sebagai tempat persembunyian saat ia sedang malas untuk belajar. Namun, kali ini ia ke taman ini bukan untuk berlatih, apalagi untuk bersembunyi. Pria di depannya bukanlah Jenderal Wallace, bukan pula Dutchess Natasha atau gurunya yang lain. Pria yang berada di depannya adalah Lance Loire, raja Alastoire yang terkenal dengan kebekuan hatinya. Benar apa yang dikatakan George, tidak ada yang berubah dari diri Lance Loire. Tak ada wajah ramah, tatapannya pun tetap dingin seperti dulu. Bahkan, sorot matanya terkesan lebih tajam dari pertemuan terakhir mereka sembilan tahun yang lalu. Mungkin karena usianya yang juga bertambah membuat intimidasinya semakin kuat. "Pangeran Al

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 100. Ujian Sebelum Pernikahan

    Dua hari lagi ia tidak akan sendiri lagi di kamar ini, akan ada Crystal yang menemaninya. Tempat tidur besar itu akan diisi oleh mereka berdua, begitu juga dengan barang-barang yang mengisi kamar. Ia yakin, pasti akan ada tambahan nantinya, entah itu lemari atau apa pun. Oleh sebab itu, ia tidak mengisi kamar tidurnya dengan banyak barang. Biarkan nanti Crystal yang memilih perabotan apa saja yang cocok untuk kamar tidur mereka. Untuk saat ini, hanya ada satu set sofa dan sebuah kursi santai berwarna perak yang diletakkan di dekat jendela menghadap taman. Dua buah lemari pakaian berukuran besar yang diletakkan berdampingan di bagian kanan kamar. Salah satu lemari sudah terisi dengan pakaian-pakaiannya, sebuah lagi masih kosong. Mungkin besok mereka akan mengisinya dengan gaun-gaun cantik untuk Crystal. Akan ada tambahan beberapa set sofa lagi. Mungkin dua set agar ruangan ini tidak terlihat kosong, dan suara mereka tidak bergema. Akan sangat konyol jika apa yang mereka lakukan di d

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 99. Hati Seorang Ayah

    Istana Namira memang tidak sebesar istana Alastoire. Dinding-dindingnya didominasi warna keemasan dan perak dengan pilar-pilar penyangga berwarna sama. Satu yang pasti, istana Namira selalu hangat karena dibanjiri sinar matahari sepanjang tahun. Bukannya tak ada salju, hanya saja di Namira lebih banyak sinar matahari dibandingkan dengan Alastoire yang beriklim dingin sepanjang tahunnya. Lance Loire selalu menikmati setiap kunjungannya ke Namira. Tak hanya beriklim hangat, gadis-gadis Namira juga terkenal dengan kecantikannya. Sudah bukan rahasia lagi jika ia gemar bermain wanita. Sudah banyak wanita yang ditidurinya, baik itu di Namira, Rans, ataupun Alastoire yang merupakan daerah kekuasaannya sendiri. Siapa yang dapat menolak pesonanya, para wanita itu malah berlomba untuk bisa menghabiskan waktu satu malam saja bersamanya. Meskipun tidak dibayar, mereka akan dengan sukarela mengangkang untuknya. Dasar para wanita murahan! Putri tunggalnya sendiri sudah mengetahui kebiasaannya i

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 98. Selamat Ulang Tahun, Crystal

    "Selamat ulang tahun, Nak!"Kata-kata itu keluar dari bibir Lance Loire yang ditujukannya kepada sang putri tercinta. Tidak ada acara meriah pada ulang tahunnya kali ini. Crystal juga tidak berkunjung ke Alastoire, ulang tahunnya hanya dirayakan di Namira, itu pun tanpa pesta ataupun tamu undangan. Pertambahan usianya hanya dirayakan dengan acara makan malam bersama dan tiup lilin. Lance Loire yang kali ini datang ke Namira, tanpa ada seorang pun yang tahu. Entah bagaimana caranya ia melewati pemeriksaan di pelabuhan sehingga kedatangannya tak terdeteksi. Yang pasti, ia tiba di Rainbow Hill dengan selamat tepat beberapa saat sebelum usia Crystal berganti."Kau sudah dewasa sekarang. Lihatlah!" Tidak ada senyum atau apa pun menyertai perkataannya itu. Raut wajah Lance tetap saja datar dengan sorot mata yang dingin. "Charlotte pasti bangga padamu."Crystal tersenyum lebar. "Mama pasti akan lebih bangga lagi padaku saat aku berdiri di depan altar."Lance mengembuskan napas kasar melalui

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 97. (Bukan) Putri Bangsawan yang Rapuh

    "Anda dari mana, Nona?"Elsi yang tengah memasuki kamar tidurnya dengan mengendap dikejutkan oleh pertanyaan itu. Dia berjengit, menegakkan tubuh, dan melepas bandana yang menutupi kepalanya, lalu tersenyum lebar untuk menghapus kecurigaan Bibi Jane kepadanya. Bibi Jane adalah pengasuhnya. Wanita berusia lebih dari setengah abad itu sudah merawatnya sejak dia kecil. Di kastil ini, hanya Bibi Jane yang menyayangi dan menghargainya –menurutnya. Kedua orang tuanya selalu memojokkannya. Apalagi Papa, selalu membandingkannya dengan semua orang. Papa selalu menyebut nama keluarga Bryne setiap kali mengomelinya. Tak jarang kata-kata Papa sangat menyakitkan. Tak hanya baginya, tetapi Bibi Jane juga pasti merasakannya. Bibi Jane selalu menangis tersedu setiap kali mendengar Papa mengomel, apalagi sampai membanding-bandingkannya dengan George hanya karena dia perempuan. Itulah sebabnya dia meminta George untuk mengajarinya semua yang biasa dilalukan pria. Maksudnya, membela diri, agar Papa ti

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 96. Ketahuan

    Tak ada yang tahu bagaimana perasaannya karena ia tak memberi tahu siapa pun. Ia menyimpannya rapat-rapat agar tak ada seorang pun yang menyadari jika ia tengah menjalin hubungan secara diam-diam dengan putri dari musuh keluarganya. Hubungan mereka seolah sesuatu yang terlarang, padahal tidak demikian. Seandainya saja keluarga mereka tidak saling bermusuhan, tidak akan ada kata terlarang di antara mereka. Mereka akan dapat dengan bebas mendeklarasikan hubungan mereka di depan publik. Sayangnya, permusuhan keluarga yang sudah terjadi selama bertahun-tahun membuat mereka tidak bisa melakukannya. Bertemu pun mereka harus diam-diam di pinggiran hutan dengan Elsi yang mengenakan pakaian laki-laki agar tidak ada yang mengenali, mereka seperti sepasang penjahat saja. "Selamat sore, Yang Mulia!" George membungkuk hormat di depan Alexant yang tengah duduk di bangku taman. Dia sedang membersihkan pedangnya. Seharian ini George menghabiskan waktunya bersama Elsi. Mereka tidak hanya mengobrol

  • The CROWN (Sang Pewaris Takhta)   Bab 95. Pusat Duniaku

    "Kau harus yakin pada kekuatan cinta, Elsi. Jika pangeran Alexant dan Lady Mars bisa melewati tujuh tahun berpisah dan masih saling mencintai, begitu juga dengan kita." George meraih wajah Elsi, membingkainya dengan kedua tangannya. "Percayalah, kita juga pasti bisa menghadapi rintangan bersama-sama. Alexant dan Crystal dapat melewati waktu karena mereka saling yakin dan percaya, kita juga pasti bisa mendapatkan restu dari kedua orang tuamu." Elsi mengangguk, membuat dua bulir bening menuruni pipinya. Kata-kata George begitu mengena di hatinya. George benar, mereka harus bisa bertahan, harus kuat. Mereka tak boleh menyerah, seperti pangeran Alexant dan Lady Crystal Mars yang sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan. Mereka berdua dapat mengatasi jarak dan waktu yang memisahkan mereka. Mereka yakin jika pasangan mereka juga memiliki perasaan yang sama kuat dengan mereka. Dia juga harus kuat seperti Lady Mars, harus yakin jika mereka pasti dapat mengatasi segala rintangan dalam per

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status