Share

Bab 6. Rindu - 1

Dua minggu tanpa Crystal terasa seperti dua tahun. Mungkin kedengarannya sedikit berlebihan bagi seorang anak kecil, tetapi itulah yang dirasakan Alexant sekarang. Hari-harinya terasa sangat membosankan, terlalu monoton karena hanya diisi dengan belajar, belajar, dan belajar. Tak ada lagi waktu untuk bermain, semua tersita untuk belajar yang kata mereka –para orang dewasa– untuk bekalnya kelak saat ia dewasa, agar ia bisa memimpin Namira sehebat ayahnya.

Alexant mendengkus, ia selalu saja tidak suka setiap kali gurunya membicarakan tentang kehebatan sang Ayah karena menurutnya ayahnya biasa saja. Tak ada yang dapat dibanggakan dari seorang pria yang hanya duduk diam di atas singgasana dan menerima upeti tanpa harus bekerja. Seandainya saja bisa memilih, ia tak ingin menjadi raja.

Menjadi raja bukanlah sesuatu yang mudah. Ia harus bertanggung jawab atas semua yang berada di kerajaannya. Itu tidak terdengar menyenangkan untuk seorang anak berusia sepuluh tahun sepertinya. Yang diperlukannya saat ini adalah berteman dengan anak seusianya, bukan dengan buku-buku tebal seperti yang berada di atas meja di depannya sekarang.

Alexant menjatuhkan kepalanya di atas sebuah buku yang berada tepat di depannya. Buku itu setebal satu jengkal orang dewasa. Jangan pernah berusaha menebak apa isinya karena kau tidak akan menyukainya.

Buku itu hanya berisi tentang etika dan adab kesopanan, serta hal-hal yang membosankan lainnya. Coba saja kau pikirkan, seorang anak berusia sepuluh tahun dijejali dengan etika dan adab serta berbagai macam peraturan yang seharusnya dikonsumsi oleh orang dewasa. Alasan mereka pun sangat klise, sebab dirinya adalah seorang putra mahkota yang kelak akan menjadi raja dan memimpin Namira. Mereka selalu mengatakan itu berulang-ulang setiap harinya, seolah berusaha mendoktrinnya agar ia mau menuruti semua yang mereka katakan.

Terkadang ia iri melihat George atau anak seusianya yang lain. Mereka bisa ke mana pun dengan bebas, apalagi anak-anak di luar sana. Sungguh, ia sangat ingin bisa seperti mereka. Bermain sepanjang hari tanpa harus mengikuti aturan. Membantu keluarga mereka bekerja di ladang atau kebun mereka tanpa dipusingkan dengan pelajaran etika dan tata negara, Sangat menyenangkan seandainya bisa menjadi mereka. Meskipun sehari saja, ia rela bertukar tempat dengan siapa pun anak di luar sana.

"Pangeran Alexant, saya harap Anda mendengarkan apa yang saya jelaskan!"

Alexant mengangkat kepala dengan malas. Suara mengguntur Madam Petrova yang lebih keras dari suara terompet perang semakin membuatnya tak bersemangat. Alexant menguap, bukan karena ia mengantuk, melainkan sebagai pengalih perhatian. Ia berharap Madam Petrova akan segera mengakhiri pelajaran mereka hari ini. Jika tidak, ia bisa mati karena bosan.

"Astaga! Jangan katakan jika tadi Anda tertidur di kelas saya!"

Mata hijau Madam Petrova membelalak, dan itu terlihat sangat lucu di mata Alexant. Hidungnya memerah di bagian cuping dan bergerak kembang kempis dengan cepat, wajahnya yang masih bisa dikatakan cantik juga memerah, sangat kentara dia sedang marah hanya saja tak berani melampiaskannya.

Sebenarnya Madam Petrova adalah wanita yang cantik, seandainya dia tidak galak dan angkuh pastilah banyak pria bangsawan atau bahkan raja dan pangeran yang meminangnya. Sayangnya, dua sifat itu melekat erat padanya sehingga sampai sekarang wanita berambut cokelat terang tersebut masih sendiri.

Bukan rahasia lagi, jika beredar gosip di luaran sana tentang klub para wanita dewasa yang belum menikah. Madam Petrova adalah salah satu anggotanya. Mereka menamakan klubnya The Old Ladies. Entah apa artinya, yang pasti nama itu sangat konyol. Meskipun klub itu beranggotakan para wanita yang sudah melewati batas usia menikah, tetapi tidakkah mereka merasa jika nama klub terlalu ekstrem?

"Maafkan saya, Pangeran Alexant, tetapi dengan segala hormat saya akan menghukum Anda!"

Suara itu menggelegar, meskipun tak membuat Alexant takut. Begitu juga dengan kata hukuman. Tidak ada seorang pun dari guru-gurunya yang berani memberikan hukuman berat kepadanya, mereka terlalu takut pada Raja Henry, ayahnya.

Madam Petrova melangkah tegap ke arahnya. Jarak mereka sekitar lima meter. Dagu wanita itu terangkat ketika dia berjalan, mempertegas sikapnya yang angkuh. Matanya jatuh lurus terarah padanya. Sebenarnya Alexant menyukai warna mata Madam Petrova, warna mata itu sama dengan warna mata Selena, pengasuhnya. Sangat cantik. Hanya saja disebabkan sikap galak Madam Petrova sehingga membuat matanya tak lagi terlihat cantik.

"Pangeran Alexant, sebelumnya saya meminta maaf kepada Anda karena saya akan memberikan hukuman pada Anda."

Alexant memutar bola mata mendengarnya. Baru kali ini ia mendengar seorang guru meminta maaf hanya karena ingin memberikan hukuman terhadap muridnya yang melanggar peraturan. Selama ini ia memang tidak pernah dihukum. Guru-gurunya tidak berminat memberikannya hukumannya. Madam Petrova adalah yang pertama, dan Alexant sudah tidak sabar menanti apa hukumannya. Dadanya berdebar, tubuhnya bergetar menantikan hukuman yang akan didapatnya dari guru pelajaran tata krama dan etiket.

"Saya memberikan Anda tugas untuk mencatat di buku Anda tentang apa saja yang kita pelajari hari ini."

Alexant menaikkan sebelah alisnya. Mencatat pelajaran hari ini? Oh, astaga, itu adalah sebuah petaka! Ia tidak benar-benar memperhatikan pelajaran tadi, dan bukan hanya hari ini saja. Sebenarnya sudah sejak dua minggu yang lalu ia terserang penyakit yang tidak ada obatnya, yaitu penyakit malas. Apalagi hari ini, semua pikirannya tertuju pada Crystal. Ia sudah tak sabar menantikan pertemuan mereka yang entah kapan. Alexant mengerang kesal dalam hati.

"Dan, saya ingin Anda mengumpulkannya pada saya minggu depan."

Alexant membuang muka. Tak ingin melihat wajah Madam Petrova yang sangat menyebalkan di matanya.

"Sebab Anda tadi terlihat menguap, jadi pelajaran hari ini cukup sampai di sini. Beristirahatlah, Yang Mulia. Saya permisi!"

Setelah Madam Petrova pamit, Alexant masih berdiri di tempatnya, bahkan setelah bermenit-menit kemudian. Semilir angin yang berembus masuk melalui beberapa buah jendela besar di ruangan ini, menerpanya. Menerbangkan rambut pirangnya yang sebatas bahu. Beberapa kali tangan Alexant terangkat untuk memperbaikinya. Napasnya terembus dengan kasar, memikirkan harus menulis apa yang dipelajarinya hari ini bukanlah sesuatu yang mudah dan menyenangkan.

Setiap pelajaran tidak ada yang menempati otaknya dengan baik selain pelajaran strategi perang dan kegiatan yang dilakukan di luar ruangan. Ia lebih mahir menunggang kuda serta memainkan senjata daripada cara menjabat tangan perempuan saat bertemu. Semua yang diajarkan di dalam ruangan sangat membosankan, apalagi pelajaran yang diajarkan oleh Madam Petrova.

Kepala berambut pirang Alexant tertunduk, mata abu-abunya terpejam selama beberapa detik. Ketika mata itu terbuka, Alexant berbalik dan keluar dari perpustakaan pribadi raja.

Istana memiliki lima buah perpustakaan yang tersebar di empat penjuru istana. Semua perpustakaan bebas dimasuki oleh siapa saja yang tinggal di istana, kecuali sebuah perpustakaan yang terletak di dalam istana.

Perpustakaan itu adalah perpustakaan pribadi milik Raja Henry. Hanya orang-orang tertentu yang bisa memasuki perpustakaan itu, contohnya Madam Petrova. Bukan karena dirinya istimewa sehingga Madam Petrova bisa memasuki perpustakaan pribadi raja, pekerjaannya sebagai guru Alexant lah yang membuatnya bisa masuk ke sana.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status