Share

2. ALESHA WIDJAJA

Seorang wanita sedang duduk manis di sebuah cafe di sudut kota Jakarta terlihat sibuk dengan notebook di depannya.

Berhari-hari di tempat yang sama ia hanya menatap notebooknya. Suasana cafe yang tenang dan jauh dari keramaian pusat kota membuatnya dapat berpikir lebih jernih begitu dalihnya. “Hey!”

Tepukan pelan di pundaknya membuat dia terkejut.“Galih?” Senyum mengembang di bibirnya yang tipis tampak sangat bahagia.

Seorang wanita dengan rambut ponytail dan tubuh semampai tersenyum manis saat menyadari teman lamanya yang sekarang duduk di depannya.

Pertemuannya kembali dengan Galih membawa kenangan lama mereka saat masih dalam masa-masa kuliah.

“Apakabar, Cha?” Galih tersenyum lembut melihat wanita didepannya yang dulu selalu manja saat bersamnya sekarang terlihat lebih dewasa dan tentu saja, cantik.

“Baik, lo gimana? Duh kebetulan banget kita ketemu disini. Ih kangen..”. Satu kata terakhir yang keluar dari bibir mungil Icha membuat Galih sedikit malu sekaligus sumringah.

“Baik juga, sama Cha. Gue juga....” Kalimat Galih terpotong oleh suara nada dering dari smartphone Icha.

“Halo? Oh iya, Pak. Tunggu di depan cafe ya. Iya saya udah selesai kok.” Icha menatap Galih sedih

“Oh udah mau balik ya, Cha? It’s okay. We will meet again soon,” Icha mengangguk pelan dan tersenyum melihat Galih.

“Kartu nama gue. You can call me anytime.”

Icha berpamitan dan melambaikan tangannya dari depan pintu cafe. Galih membalasnya dan tersenyum melihat sosok Icha yang mulai semakin menjauh dari hadapannya.

***

Pertemuan singkatnya dengan Galih akan memulai segalanya kembali. Itu yang Icha pikirkan. Galih, Galih Hardjanto merupakan teman Icha semasa kuliah. Sejak masuk kuliah, Galih termasuk orang yang paling dekat dengan Icha. Banyak gosip-gosip beredar bahwa mereka berdua sebenarnya menjalin hubungan.

Tapi keduanya selalu menyangkal gosip itu. Jawaban yang di dapatkan dari pertanyaan yang terlontar tetap saja “Cuma gosip, kita cuma temen kok.”

Kedekatan mereka berdua sejak masa kuliah memang sangat absurb. Melebihi sekedar teman pada umumnya. Dan pertemuannya dengan Galih membuat Icha merindukan masa-masa kuliah dimana ia entah sadar atau tidak pernah menyukai Galih. Seperti itulah kenyataannya. Mereka berdua tak ada hubungan apapun bahkan sampai saat ini.

Seminggu sejak saat itu, Icha sering berkomunikasi dengan Galih secara rutin. Hari ini pun, mereka membuat janji untuk bertemu di cafe tempat biasanya. Icha selalu duduk disudut cafe yang merupakan tempat favoritnya.

Suasananya yang tenang membuat ia mendapat ide untuk proposal yang sedang ia kerjakan untuk proyek yang akan datang. Suara musik "Galih dan Ratna" memenuhi sudut cafe itu. “Polusi udara, sampah, asap kendaraan, dan limbah pabrik. Satu-satunya ibukota suatu negara dengan segala kekacauan di dalamnya. Keluhan tentang kota Jakarta nggak pernah ada habisnya. Banjir, bau sampah yang semerbak seperti taman bunga..” Icha bergumam sembari mengetik kalimat apapun yang terlintas di kepalanya.

Icha sengaja membiarkan rambut panjangnya terurai cantik di punggungnya. Dress berwarna biru senada dengan riasan tipis yang ia kenakan semakin menambah pesona kecantikan wanita yang sedang menikmati lagu yang di putar saat itu.

“Proposal yang kemaren lo bilang itu, ini?”Galih melirik sedikit ke arah notebook Icha yang disambut anggukan lemas darinya.

Alesha Widjaja lebih akrab dengan panggilan Icha. Seorang pengusaha wanita sukses di Ibukota Jakarta. Hampir sepanjang tahun 2018 semua tabloid, koran bahkan stasiun televisi lokal meliput tentang kesuksesan Alesha Widjaja yang berhasil menarik perhatian negara-negara tetangga tentang kesuksesannya.

Meski membawa nama Widjaja yang merupakan salah satu keluarga konglomerat asli Indonesia, dia membuktikan bahwa kesuksesan bukan hanya dari nama besar keluarganya tapi juga dari kemampuan yang ia miliki. Meskipun tak luput dari dukungan keluarganya. Alesha Widjaja yang merupakan anak tunggal dari konglomerat Heru Widjaja pengusaha real estate yang memiliki koneksi dengan para pejabat negara. Memiliki ide-ide menarik untuk mengurangi polusi udara kota Jakarta yang sudah mencapai level Buruk.

Alesha Widjaja terkenal sebagai salah satu sosialita kalangan atas yang juga berteman dengan beberapa selebritis ternama di Indonesia. Namanya sudah tak asing lagi di telinga warga Jakarta.

Galih menyadari hanya dengan ia duduk berdampingan dengan Icha sudah membuat ia sangat gugup. Galih Hardjanto yang lebih akrab dengan panggilan Galih merupakan seorang pengusaha yang sedang berjuang dengan usaha furniture yang didirikannya saat ini. Ia yang merupakan anak pertama dari Denny Hardjanto seorang pemilik toko furniture kecil dari Jogjakarta. sangat bangga bisa berteman dengan seorang Alesha Widjaja yang juga merupakan cinta pertamanya semenjak masa kuliah.

Galih mulai menyukai Alesha karena ia tak pernah melihat statusnya yang hanya merupakan anak dari pemilik toko furniture kecil di Jogjakarta dengan sebelah mata. Sedikit berbeda dengan Icha yang menggeluti real estate, Galih lebih tertarik dengan furniture yang katanya dapat membantu Icha jika suatu saat Icha butuh bantuan ataupun pengetahuan tentang furniture.

“Eh, apa Lih?”Icha mendongak melihat Galih sedang menatapnya. Kulit putihnya seketika bersemu pink.

“Itu proposal mau dikirim kapan? Perlu bantuan nggak? Gue senggang banget nih, usaha kecil gue belom punya nama segede Widjaja. Biar sekalian gitu gue belajar cara ngurus perusahaan dari senior,” Galih menggoda Icha dengan senyum jahilnya.

“Ih, apasih. Gue juga masih pendatang baru di dunia ini. Kan kita sama-sama berjuang dari awal,”Icha menimpali guyonan Galih sembari menutup wajahnya yang merona.

“Ngeles aja, Cha. Faktanya kan emang lo senior gue di bidang ini.” Perkataan Galih memang ada benarnya, Icha memulai usahanya dari awal tahun 2018 dan mendapat sambutan yang sangat baik dari warga Jakarta.

Sedari yang ia ketahui tentang Galih. Icha menyadari Galih baru memulai usahanya sejak awal tahun 2019 ini yang otomatis membuat Icha menjadi senior dalam bisnis ini.

“Lih, lo besok free nggak? Kalo enggak temenin gue ke acara amal yuk. Biasanya gue di temenin mom, but she’s busy doing something i didn’t know.”

“Boleh, jam berapa? Mau gue jemput?”Tawaran Galih membuat Icha senyam-senyum sendiri.

“Nah boleh tuh. Gue males nyetir sendiri. Makanya dari kemaren gue minta diantar-jemput sopir aja.” Semenjak berita tentang perusahaan yang mengajukan merger dengan perusahaan sebelah Icha memang semakin sibuk dengan semua hal tentang proposal yang tidak ada habisnya.

“Okay, Cha. Kabarin aja besok dijemput jam berapa. As always, i will and will always be your guard.” Icha tertawa mendengar kalimat Galih yang terdengar manis di telinganya.

***

Jam 8 pagi tepat, suara mobil Galih berhenti di depan pagar berwarna hitam yang menjulang tinggi dengan pohon rindang yang terlihat dari sela-sela pagar.

Pemilik rumah keluar dengan kaos oblong dan jeans hitam casual dilengkapi sepatu sneakers berwarna biru. Tas selempang milik salah satu brand ternama tak luput menghiasi pundak kecilnya. Galih melambaikan tangannya dari dalam mobil dengan senyum manisnya.

“Woah, nona besar pake jeans and sneakers. Still look beautiful as you always are.” Galih memperhatikan Icha yang duduk disebelahnya dengan terkesima. Mendengar Galih mengucapkannya secara santai sontak membuat Icha malu. Wajahnya memerah, semerah kepiting rebus.

“Be-ri-sik. Move, move!”

Galih tertawa melihat Icha salah tingkah. Icha memukul lengan Galih pelan sembari menutupi wajahnya yang mulai memerah.

Keseharian seorang Alesha Widjaja memang sederhana. Tak seperti yang tertulis di tabloid yang sering melebih-lebihkan kehidupannya sebagai anak konglomerat.

Icha merupakan seseorang yang sangat peduli dengan keadaan lingkungan sekitarnya. Didikan dari kedua orangtuanya membuat ia tak selalu bergantung pada nama keluarga Widjaja.

Sejak berumur 10 tahun, Icha sering diajak mamanya pergi ke berbagai acara amal. Mulai dari kunjungan-kunjungan ke beberapa panti asuhan yang terletak di Jakarta maupun luarkota. Sampai mengunjungi rusun, sekolah bahkan kolong jembatan dipojokan ibukota.

Sudah sejak lama Galih menyadari Icha adalah Nona besar dengan segala kesempurnaan yang dia punya namun tetap rendah hati.

Mobil mulai memasuki kawasan kumuh dengan deretan-deretan rumah sederhana yang berdempetan. Galih menyetir pelan takut-takut ada anak kecil yang saat itu banyak yang sedang bermain di sekitar rumah mereka.

“Belok kiri, Lih..”

Terlihat papan nama tua dari depan kaca mobilnya. PANTI ASUHAN TANAH PUTIH.

“Ini salah satu panti asuhan yang dikelola Widjaja family.” Penjelasan singkat Icha dijawab anggukan Galih. Galih melihat-lihat sekitar panti, sementara menunggu Icha berbincang dengan pemilik panti. Pandangannya tertuju pada anak-anak yang sedang asik bermain permainan sederhana yang sudah mulai punah di ibukota bahkan kota-kota besar lainnya.

Icha memperhatikan Galih dari kejauhan, melihat waktu sudah semakin sore ia berpamitan pada pemilik panti tak lama mobil mereka berjalan pelan meninggalkan suara ceria anak kecil yang terdengar semakin jauh. Mata Icha sempat terpaku pada satu rumah yang terdapat pagar putih reyot yang terlihat sangat kumuh di antara rumah lainnya terlihat sangat tak terawat seperti sudah lama ditinggal si empunya rumah.

Memasuki jalan besar, Galih mengajak Icha mampir ke cafe tempat mereka biasa bertemu. Lampu-lampu jalanan mulai menyala. Dari dalam cafe di sudut favorit Icha, mereka berbincang dan tertawa seperti biasanya. Saat waktu mulai menunjuk angka 11 malam. Galih melirik arlojinya dan mengajak Icha pulang.

“Udah lama banget kita nggak ngobrol kayak tadi” Icha memecah keheningan dari dalam mobil.

Kemacetan Jakarta tak pernah surut. Jam 11 malam dan mereka masih terjebak kemacetan yang luar biasa panjangnya. Perjalanan pulang yang harusnya bisa dicapai dalam 30 menit terpaksa harus diundur menjadi 1 jam. Mobil silver milik Galih memasuki kawasan perumahan elite di daerah Kelapa Gading. Dia berhenti tepat di gerbang hitam tinggi yang tadi pagi dilihatnya.

“Mampir yuk, Lih” ajakan Icha disambut gelengan kepala Galih.

“Kapan-kapan aja, Cha. Lo juga harus istirahat, perjalanan kita tadi seharian loh. Inget, besok SENIN.” Ichapun menyadari betapa sibuk dirinya hari esok. Ia membelalakan mata yang di sambut tawa cekikikan Galih.

“Lo udah temenan sama gue lebih dari 4 tahun, ke rumah gue cuma pas ada party doang,” gerutunya sembari mengerucutkan bibirnya membentuk paruh bebek.

" Lain kali ya, Cantik,"

Galih berpamitan pada Icha sambil tersenyum. Icha membalasnya lemas dan sedikit kecewa. “Makasih ya udah nemenin gue hari ini.” Lambaian tangan Icha disambut deru mesin mobil Galih yang perlahan menjauh dari pandangannya.

Suasana dari dalam rumah sangat sepi. Icha berjalan lemas dan pelan menuju kamarnya yang ada dilantai 2.

Jam menunjukkan setengah 1 dinihari, Ia memasuki kamarnya dan berganti baju tak lupa ia mencuci wajahnya sebelum tidur. Matanya terlihat sangat lelah hari ini, tapi mengingat senyuman Galih membuatnya lebih cepat terlelap.

***

“Honey, wake up. You will be late.”

Suara seorang wanita paruh baya membangunkan Icha dari mimpi indahnya.

“Ugh, Mom, i’m still sleepy.”

“We will be waiting you in the diningroom, okay?”

Menyadari Dad juga sedang menunggu di ruang makan membuat Icha langsung membuka matanya. Ayahnya memang terkenal sangat disiplin untuk urusan waktu.

Terlambat 1 menit bisa membuat Icha terbangun 3 malam berturut-turut.

Ia buru-buru mandi dan berpakaian rapi untuk ke kantor. Tak lupa tas kantornya ia bawa. Icha berjalan menuruni tangga menuju ruang makan yang letaknya pas di sebelah tangga.

“Hi mom, dad..”

Kecupan manis mendarat di pipi kedua orangtuanya.

“Hi honey..”

“Gimana proposalnya, Cha?”

Pertanyaan pagihari yang berat. Itu yang ada dalam pikiran Icha. “Still trying my best, Dad”

“Ah, honey. Inget yang mom bilang meeting sama klien hari sabtu ini?”

“Yes, I do. Why mom?”

“Meetingnya diundur sabtu depan. Kemarin kamu pulang kemaleman mom lupa ngasih tau kamu.”

“Ah okay. But why?”

“Anaknya masih stay di Aussie. Kepulangannya ditunda gara-gara anaknya nggak mau pulang ke Indo.”

So childish. Bisnis ditunda-tunda cuma gara-gara anaknya nggak mau pulang. Lol.

“Ah i see. Okay mom.”

“And remember to wear your white dress with white heels we bought last time.” Kata white dress membuat Icha melongo.

“I have to wear that dress? For real?”

“Yes. You will be perfect in it.” Nada ancaman terdengar di kalimat terakhir yang diucapkan ibunya.

Diana Widjaja istri dari Heru Widjaja yang notabene adalah ibu kandung Icha, seorang ibu yang terkenal sangat strict dalam urusan apapun baik dalam keluarga maupun perusahaan. Kerjasama sempurna diantara suami-istri itulah yang membuat nama Widjaja semakin besar beberapa tahun ke belakang.

Kecantikan Icha jelas menurun dari Diana. Wanita berumur 50 tahunan itu masih terlihat cantik diumurnya yang sudah tak muda lagi. Pernikahannya sudah menginjak 27 tahun lamanya dan 25 tahun yang lalu ia melahirkan Icha, putri semata wayangnya.

“Siapa sih yang bisa ngelawan mom” Icha bergumam pada dirinya sendiri.

Mengingat kata white dress yang di ucapkan mamanya Icha menghela nafas. Serius? White dress yang itu? Astaga, itu yang punggungnya kebuka banget. Apasih meeting aja harus make white dress segala.

“But Mom.. it’s just for business, right?”

Pertanyaan Icha tak terjawab karena mamanya sibuk berbicara dengan papanya mengenai merger yang membuat dia harus mengenakan that backless dress.

“Icha ke kantor duluan Mom, Dad.”

Keduanya tersenyum dan kembali berbincang tentang merger itu. Icha buru-buru keluar dari rumah dan masuk ke mobilnya. "I'll drive to let my stress out." Gumamnya.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status