Share

BAB 3_Hanyalah Mimpi

"Liana????" teriak Rifa membuatnya terkejut dan bangun. Ia melihat sekelilingnya dengan kedua bola mata yang tak berkedip. "Udah sadar, Elo? Di kelas bukannya belajar malah tidur," omel Rifa yang melihat sahabatnya tertidur pulas saat jam kosong.

Beruntung, suasana kelas tampak sepi. Beberapa diantaranya pergi ke perpustakaan, sementara yang lainnya ke laboratorium komputer. Bukan belajar, tapi menonton drama korea kesayangan mereka.

Liana masih terus diam tak berkutik. Pandangannya lurus ke depan dengan pandangan kosong. Dia sama sekali tak menyangka, apa yang dialami barusan ternyata....

 "Husttt," Rifa menyenggol sikut Liana pelan. Tak lama kemudian Liana pun menoleh ke arah sahabatnya. Dia mengucek kedua bola matanya dengan punggung tangan, pandangannya masih sedikit kabur karena efek kantuk yang terus menyergap.

"Iya," jawabnya dengan nada samar.

"Elo semalem tidur jam berapa sih, Liana?" tanya Rifa penasaran.

"Ehm...," Liana bergumam kecil. Setelahnya berpikir sambil meletakkan telunjuknya di kening. "Jam 1," celetuknya dengan raut wajah memelas ke arah Rifa. Ia tau apa yang akan terjadi setelah ini. Lihat saja!

"Ngapain aja Liana? Jangan bilang Drakor lagi?" Tebaknya yang dapat dipastikan benar. Gadis itu mengangguk sambil tersenyum tanpa dosa. "Liana sayang...." panggilan itu membuat gadis berinisial L terpaksa beranjak dari duduknya. Bukan tanpa alasan sebelum dirinya kena semprot sahabatnya yang sedang marah.

"Eitss!" Cegahnya sambil berdiri menahan Liana yang hendak pergi. "Mau ke mana? Gue belum selesai ngomong?" Cibirnya dengan ekspresi yang membuat Liana bergidik ngeri. "Pantas saja dari dulu Rifa masih jomblo, orang galak begitu," batin Liana dalam hati.

"Apa lagi sih, Pok? Gue mau ke kamar mandi bentar," ijinnya berterus terang kepada sahabatnya. 

"Mau ngapain, hah?"

"Mau makan," kesal Liana menatap tajam ke arah Rifa. Sementara yang diajak bicara hanya melotot, setelahnya tertawa lepas tanpa batas. Dia tau jawabannya adalah bentuk kekesalan Liana terhadapnya. Tapi..., "its okey, gue tau perasaan Elo sih, Li?" Kali ini nadanya terdengar serius.

Alis Liana terangkat. Dia menatap ke seluruh sudut ruangan itu. "Tak ada siapapun," gumamnya sambil menarik lengan Rifa menjauh dari tempat itu.

"Eh-eh. Elo mau ngapain?" Tanyanya bingung. 

Namun Liana tak lantas menjawab, dan malah mengajaknya pergi ke taman yang ada di belakang sekolah. Sesampainya di sana, Rifa dibuat bingung dengan suasana yang ada. "Kok sepi?" ucapnya. Pandangannya fokus pada sebuah kursi panjang yang diletakkan di bawah pohon mangga, biasanya akan ada satu atau lebih orang yang duduk di sana. Entah untuk pacaran atau....

"Gue tadi makan sama Ari di sini," celetuk Liana ke arah sahabatnya. Nadanya terdengar serius, bahkan ia sampai menunjukkan tempat mereka makan.

"Hah?!" Rifa terkejut. Bibirnya melebar seperti membiarkan seekor lalat masuk. Raut wajahnya bingung, setelahnya tertawa lepas ke arah Liana seraya memukul pundaknya pelan. "Halu, Elo? Udah Gue bilang, jangan kebanyakan nonton drakor. Ini kan akibatnya?" Ledek Rifa masih terus tertawa.

Ck! Liana mendengus kesal melihat sahabatnya yang tak mau percaya dengan ucapannya. Padahal jelas-jelas kalau itu semua nyata. "Ini bukan halu, Pok? Gue serius," ucapnya sekali lagi.

Tawa Rifa terhenti. Dia menyentuh kening Liana sambil bertanya, "Elo sakit? Kita ke UKS aja yuk!" Ajaknya.

Liana memutar kedua bola matanya malas sambil melenguh. "Enggak!" Jawabnya singkat. "Elo kenapa enggak mau percaya sama Gue sih, Pok? Katanya Elo sahabat Gue, tapi–"

Rifa memotong ucapannya. "Gue paham perasaan Elo, Liana? Tapi jangan seperti ini, Gue cuma enggak mau Elo sakit lagi. Ingat ya, Li? Jatuh cinta sama patah hati itu satu paket. Enggak terpisahkan, Elo harus siap kedua-duanya." Rifa mengingatkan sambil mengelus pundak sahabatnya pelan.

Sementara Liana terdiam sambil terduduk di kursi yang berada tak jauh darinya. Tatapannya kosong ke arah bunga bougenvile yang tumbuh di depannya.

"Gue kasih tau semuanya apa yang terjadi sama diri Elo," ucap Rifa terdengar serius. Liana yang sejak tadi melamun langsung menoleh cepat ke arahnya.

"Emang Gue kenapa?" tanya Liana.

Rifa menarik nafas panjang kemudian membuangnya perlahan. Dilihatnya sekeliling tempat itu untuk memastikan tak ada siapa pun selain mereka. Hingga akhirnya, dia pun buka suara. "Elo barusan mimpi lagi makan sama Ari, ya? Sumpah Gue sedih banget liatnya, Li? Elo sampai segitunya suka sama Ari sampai terbawa mimpi," kata Rifa membuat kening Liana berkerut. Bibirnya bergetar hendak mengucapkan sesuatu. Tapi dengan cepat Rifa bersuara kembali.

"Makanya kenapa pintu kelas Gue tutup! Dan ini buktinya," tegasnya kemudian mengambil ponsel dari dalam saku bajunya. Terlihat gadis itu sedang mencari sesuatu.

"Cari apaan, sih?" tanya Liana tak sabaran. Selang beberapa menit, pencarian Rifa berhasil. Ia menunjukkan ponselnya kepada sahabatnya.

"Liat aja sendiri!" Perintahnya lagi. Sahabatnya memberikan ponselnya kepada Liana pada sebuah video yang masih terjeda.

Dengan cepat Liana pun menerimanya dan meng-klik tanda pause dalam video. Dan ternyata....

Bersambung.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status