Malam itu, salju pertama di tahun ini turun perlahan-lahan. Seorang wanita yang berjalan di bawah lampu jalan kemudian menghentikan langkahnya dan menengadahkan pandangannya ke langit.
“Ah..sudah musim dingin, ya?” Gumamnya pelan. Kurasa aku harus membuat coklat panas sesampainya di apartemen nanti,” ujar wanita itu pada dirinya sendiri, kemudian ia melanjutkan langkahnya dengan semangat. ——— “Cekrak” Sebuah besi yang dimasukkan ke lobang kunci membuka pintu apartemen malam itu. “Ahh, lelahnya..” sang wanita yang membuka pintu itu memasuki kediamannya, yang ia tinggal sejak pagi tadi dalam keadaan gelap. Ia kemudian menyalakan satu per satu lampu ruangan di dalam apartemennya sehingga tidak gelap lagi. Karena merasa lelah, ia kemudian duduk di sofa ruang tamu dan menyenderkan kepalanya. Ia mendesah pelan dan memejamkan matanya, berusaha rileks dan melepas penatnya seharian ini. Di sofa itu, ia melepas bajunya, hendak mengganti pakaiannya dengan sweater hangat. Dengan tubuh yang hanya dibalut dengan bra, kemudian ia terbangun dari duduknya dan berjalan menuju kamarnya. Ia membuka pintu kamarnya dan mencari sweater hangatnya dari dalam lemari. Setelah menemukannya, ia menutup lemari dan matanya melihat pada kaca yang ada di pintu lemari itu. Sontak wanita itu terdiam membatu. Awalnya ia merasa tidak ada yang aneh, namun setelah melihat cermin, bulu kuduknya berdiri. Matanya terbelalak karena dari kaca itu ia melihat sosok gelap dengan rambut hitam yang terurai panjang, namun mata makhluk itu menyala terang. Dengan panik ia menoleh ke belakang, menatap langsung sosok itu dengan ketakutan. “ASTAGA!” Ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Saking terkejutnya, langkahnya langsung mundur menabrak lemari pakaiannya. Tiba-tiba, makhluk itu berjalan mendekatinya. Perlahan-lahan. Seperti seekor harimau yang sedang bersiap untuk menerkam mangsanya. “J-J-JANGAN MENDEKAT…!” Pintanya dengan ketakutan. Jari jemarinya mulai terasa sangat dingin seperti membeku, dan ia sulit untuk menelan ludah. Langkah makhluk itu semakin mendekatinya. Spontan, ia langsung memejamkan matanya, berharap makhluk di depannya tidak membunuhnya. Di tengah keheningan itu, Ia bisa merasakan hembusan napas yang berasal dari hidung makhluk itu sangat dekat dengan mukanya. Kini makhluk itu sudah berdiri di depannya, hanya berjarak beberapa centimeter saja. Namun, jari jemari dari sosok itu tiba-tiba membelai lembut pipinya, membuatnya terkejut dan menepis kencang tangan makhluk itu. Matanya yang ketakutan itu kemudian bertemu dengan mata makhluk itu. Warnanya sangat biru, dan ajaibnya bersinar sangat terang hingga rasanya bisa menerangi kamarnya yang gelap. Mereka bertatapan ditemani sunyi yang tak berbunyi sama sekali. “S-s..siapa kau..?” Ia bertanya dengan gagap. Ini adalah pertama kalinya ia melihat makhluk seperti ini berdiri di hadapannya—fisiknya menyerupai manusia laki-laki, badannya tinggi besar, rambutnya hitam panjang terurai, kulitnya gelap, ia pun memakai jubah berwarna hitam mengkilap, namun semua itu diterangi oleh mata birunya yang bersinar terang. Tiba-tiba saja makhluk itu melepas jubah yang dikenakannya, kemudian membalutnya pada tubuh wanita itu. Ia kemudian terkesiap, dan baru teringat kalau ia hanya mengenakan bra. Sontak ia langsung menutup dadanya dengan kedua tangannya, “Astaga!” Perlahan-lahan, jari jemari makhluk itu kembali menyentuh pelan pipi sang wanita. Matanya langsung bertatapan dengan makhluk tersebut. Wajah mereka sekarang berdekatan, hanya berjarak antara hidung dengan hidung. Dengan sadar, ia refleks mendorong kencang makhluk itu. Ia kemudian berlari dan menyalakan lampu kamarnya. Akhirnya, ia dapat melihat rupa asli dari makhluk itu yang tadinya bersahabat dengan kegelapan. Untuk kedua kalinya ia terdiam membatu. Kali ini, bukan karena ketakutan, tapi karena ia sangat terpesona. Jika dilihat dari keadaan terang begini, rupa makhluk itu sangat memikat mata manapun yang memandangnya. Ternyata makhluk itu pria yang sangat rupawan. Dengan perlahan, pria tersebut menoleh ke arahnya, mata mereka kembali bertemu tapi dalam keadaan yang lebih jelas. “S-s..siapa kau? Jawab aku!” Wanita itu tersadar dari matanya yang terpikat pada pria itu. Ia bertanya untuk kedua kalinya, namun kali ini cukup histeris. Pria tersebut akhirnya bersuara, namun ia berbicara dalam bahasa yang ia tidak mengerti. “Apa kau warga negara asing? Aku tidak mengerti bahasamu..!” Ia kebingungan mendengar pria itu terus mengoceh dengan bahasa yang terdengar asing di telinganya. Sebuah ide kemudian mendatangi pikirannya. Ia membalikkan badan dan pergi ke dapur, lalu mengambil sebuah pisau. Saat ia kembali ke kamarnya, sebuah pisau mengacung kepada pria itu dari jauh. Sang wanita berusaha menjaga jarak. “Jangan berani macam-macam denganku!” Ancamnya berusaha membuat pria itu takut, namun ia memegang pisau dengan gemetar. Namun anehnya, pria itu malah merogoh kantong celananya, kemudian mengeluarkan dan memakan sebuah batu bercahaya—sekilas mirip sebuah kristal, yang mana hal itu mengejutkan sang wanita. “Astaga! Apa kau baik-baik sa-“ “Apa kau wanita itu?” Belum sempat ia itu menyelesaikan pertanyaannya, pria itu tiba-tiba berbicara dengan bahasa yang bisa ia mengerti. “Eh? A-apa yang..-“ wanita itu jelas terkejut dan kebingungan, karena tiba-tiba ia bisa mengerti ucapan pria itu. Rasanya seperti disihir begitu saja, atau berada di sebuah novel fantasi. Padahal realitanya baru saja ia tidak bisa mengerti sepatah katapun yang pria itu ucapkan. Pria itu memajukan langkahnya, semakin mendekati wanita itu. Saat lengah, pria itu langsung mengambil pisau dari tangannya dan melemparnya jauh ke lantai. Pria itu menyudutkannya ke dinding, menahannya dengan tangannya. Ia menatap tajam wanita itu, tangannya perlahan menyentuh sehelai rambut berwarna oranye kemerahan dan membelai lembut kulitnya yang putih. Ia kerap menggeliat, namun ternyata susah untuk melawan tenaga pria itu yang sudah sekuat beruang kutub. “Kau benar-benar mirip dengannya…” gumam pria itu, namun dari wajahnya terpampang raut kesedihan, dan kerinduan yang begitu menyayat hati. Mata mereka bertemu satu sama lain, namun dengan makna yang saling bertentangan. Wanita itu kebingungan mencerna semua yang terjadi saat ini. Tiba-tiba, pria itu kesakitan dan memegang dada kirinya, “Ugh!” Rintih pria itu dan berjalan mundur menjauhi wanita itu. Dengan panik, ia mendekati pria itu kembali dan bertanya dengan khawatir, “Ada apa? Apa kau kesakitan?!” Tidak lama, pria itu tiba-tiba saja terjatuh dan tidak sadarkan diri. Tidak berdaya dan kebingungan, ia berteriak kencang dan memegang kepalanya. “AAAAHHH SEBENARNYA APA YANG TERJADI?!” ——— Sekarang jam menunjukkan pukul 02.30 AM. Wanita itu terduduk di kasurnya sembari menggigiti kuku-kuku jarinya dengan banyak pertanyaan menghiasi kepalanya. Pria asing itu masih tergeletak di lantai kamarnya yang dingin. Sudah jelas wanita itu tidak sanggup mengangkat tubuh pria itu ke tempat yang lebih pantas untuk berbaring, melihat perbedaan ukuran mereka. “Ah, kapan sih dia akan bangun? Sudah 3 jam berlalu,” gumamnya dengan nada kesal. Tidak lama setelah ia berkata demikian, pria asing itu langsung membuka matanya. Perlahan, ia berusaha untuk bangun dari dinginnya lantai yang tidak terasa dingin baginya. “Eh?!” Ia terkejut melihat pria itu bangun begitu saja. Hal pertama yang dilakukan pria itu adalah menoleh ke arah wanita itu. Pria itu kemudian ikut duduk di kasur bersamanya. Mata mereka kembali bertatapan, entah sudah yang ke berapa kali. Namun, sebenarnya daritadi ia merasakan perasaan dejavu yang kerap menyelimutinya. Seakan-akan ia pernah mengalami peristiwa ini sebelumnya. Pria itu perlahan-lahan semakin mendekat, membuat wanita itu semakin terpojokkan ke sudut kasur. Sampai pada akhirnya, wajah mereka kembali berdekatan, hingga hanya berjarak beberapa centimeter saja. “Aku seperti pernah mengalami ini sebelumnya..” ujar pria itu pelan dengan suara beratnya. Seakan-akan terhipnotis, pandangan pria itu hanya terfokus pada sang wanita. Pria itu mengangkat tangannya, dan kembali menyentuh kulitnya. Tangan pria itu yang panas bertemu dengan lehernya, membuatnya mendesah pelan. Jarak antara kedua wajah mereka semakin berkurang, mata sang pria menatap pelan ke arah bibirnya yang berwarna pink menggoda. Akhirnya, bibir mereka bertemu. Pria asing itu mencium bibirnya. Ia membelalakkan matanya, sangat terkejut, seakan tidak percaya dengan apa yang ia alami sekarang. Seperti diterpa hujan badai es di tengah gunung Everest, ia tidak dapat menggerakkan badannya sama sekali.Malam itu, salju pertama di tahun ini turun perlahan-lahan. Seorang wanita yang berjalan di bawah lampu jalan kemudian menghentikan langkahnya dan menengadahkan pandangannya ke langit. “Ah..sudah musim dingin, ya?” Gumamnya pelan.Kurasa aku harus membuat coklat panas sesampainya di apartemen nanti,” ujar wanita itu pada dirinya sendiri, kemudian ia melanjutkan langkahnya dengan semangat. ———“Cekrak”Sebuah besi yang dimasukkan ke lobang kunci membuka pintu apartemen malam itu. “Ahh, lelahnya..” sang wanita yang membuka pintu itu memasuki kediamannya, yang ia tinggal sejak pagi tadi dalam keadaan gelap.Ia kemudian menyalakan satu per satu lampu ruangan di dalam apartemennya sehingga tidak gelap lagi. Karena merasa lelah, ia kemudian duduk di sofa ruang tamu dan menyenderkan kepalanya. Ia mendesah pelan dan memejamkan matanya, berusaha rileks dan melepas penatnya seharian ini. Di sofa itu, ia melepas bajunya, hendak mengganti pakaiannya dengan sweater hangat. Dengan tubuh yang ha
Hari baru saja dimulai dan angin berhembus panas. Luke terduduk di atas bebatuan di depan rumahnya. Ia terus memegangi kepalanya—memasang ekspresi kesakitan yang tidak kerap hilang dari wajahnya. “Ugh…” rintih Luke pelan. Matanya kini tertutup, menikmati rasa sakit yang menggerogoti kepalanya. Ingatan samar akan wanita itu muncul lagi. Ia melihat sebuah pasar dan sosok wanita itu namun tanpa wajah. Ia sudah mengalami hal yang ia yakini sebagai “halusinasi” ini sejak lama. “Siapa sebenarnya wanita itu..” gumam Luke, masih dengan rintihan pelannya yang menandakan sakit kepalanya belum kunjung mereda. “Sebenarnya sampai kapan aku akan terus berhalusinasi seperti ini?” Tanya Luke yang kesal terhadap keadaan. Ia tidak mengerti kenapa ia terus menerus mendapat penglihatan tentang wanita itu. Luke merasa ia tidak bisa mengingat apapun, tapi hatinya terasa sakit seperti tercabik-cabik. Makanya, ia kadang berpikir dirinya gila karena sering “berhalusinasi”. Suara langkah kaki
Pasir yang bergabung dengan bebatuan Obsidian berhembus dengan kencang di gurun, membuat seorang wanita dengan jubah hitam menutupi mukanya dengan kerudung di kepalanya. Ia berjalan langkah demi langkah yang tertatih karena badannya dipaksa untuk melawan hembusan kencang pasir tersebut. Hal ini tidak mudah untuk dilakukan, terlebih dengan usianya yang sekarang. Sudah lebih dari 2 jam ia berjalan—akhirnya dia sampai di sebuah kuil. Hal pertama yang dia lakukan adalah bertekuk lutut dan menggabungkan kedua tangannya, kemudian menundukkan kepalanya. Ia memberi salam kepada kuil tersebut. Tidak lama kemudian, dia mendengar suara laki-laki yang berat dan serak.“Salam, semesta memberkatimu,” pria tersebut membalas salam dari sang wanita. “Salam, Paman Kairos, semesta memberkatimu juga” salam dari sang wanita yang kemudian berdiri, dan mendekati laki-laki yang ternyata bernama Paman Kairos itu. “Halo, Elena. Bagaimana kabarmu?” Tanya Paman Kairos dengat hangat, ia langsung mengenali wani
Di antara beribu bintang nan jauh tak kasat mata, terdapat sebuah galaksi bernama Vesper dan hanya memiliki satu planet di dalamnya, yaitu Planet Aeterna. Aeterna adalah planet yang didominasi oleh dataran luas yang penuh dengan batu Obsidian, serta pegunungan tajam yang menjulang tinggi. Awan di planet Aeterna berbentuk seperti pusaran air, dan langitnya kerap berwarna ungu kemerahan saat siang hari. Ketika malam tiba, gelap gulita menyelimuti planet tersebut. Namun, sumber daya alam utama dari Aeterna, yaitu Kristal Aether—berfungsi melawan gelap tersebut. Bangsa Eternian adalah penduduk di Aeterna. Mereka adalah makhluk dengan kemampuan fisik luar biasa, rata-rata tubuh mereka kekar dan tinggi, dibalut dengan kulit sawo matang yang eksotis dan mata yang berwarna terang menyala. Selain itu, mereka dianugerahi dengan kemampuan memanipulasi waktu. Sebenarnya, mereka tidak bisa memutarbalikkan waktu, tetapi mereka bisa memperlambat waktu di sekitar tubuh mereka. Yang lebih heba