แชร์

10. Di Persimpangan

ผู้เขียน: Aksara Hope
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-09-26 23:35:11

Dirga menatap layar ponselnya lama, sorot matanya mengeras. Pesan misterius di lift tadi masih membayangi pikirannya. Kalimat singkat itu — “Ini langkah awalmu, bukan?” — terasa seperti bisikan dari masa lalu yang tak pernah benar-benar pergi.

Tangannya mengepal, jemari kokoh itu mengetuk ringan meja kerjanya, sebuah kebiasaan kecil setiap kali ia menahan amarah. Nafasnya ditarik panjang, lalu dihembuskan perlahan.

“Berani sekali…” gumamnya lirih, nyaris tak terdengar.

Ponsel itu diletakkan dengan tenang di atas meja, meski matanya masih menatapnya tajam seakan benda itu musuh.

Sesaat, ruang kerjanya terasa hening. Hanya terdengar detak jam dinding yang makin lambat di telinganya. Dirga memejamkan mata, mencoba meredam gejolak dalam dadanya. Ia tahu… ini bukan sekadar pesan iseng. Ada seseorang di luar sana yang tengah mengawasinya, menunggu langkah berikutnya.

Namun bukannya panik, bibir Dirga justru melengkung tipis. Sebuah senyum dingin, penuh kalkulasi.

“Kalau memang permai
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทล่าสุด

  • Tiba-Tiba Menjadi Istri CEO   14. Ketika sunyi retak

    Dering telepon terus bergema di meja balkon.Dirga berdiri tegak, tatapannya tertuju pada layar yang menampilkan nomor asing — tanpa nama, tanpa identitas, tapi ada sesuatu yang... mengusik ingatannya. Seperti bayangan lama yang kembali membayang. Ia menarik napas pendek, kemudian menjawab panggilan itu. Suara statis sesaat terdengar sebelum keheningan menyelimuti. Hanya desau angin malam yang mengisi jarak antara dua suara di ujung telepon. “Siapa kau?” suara Dirga terdengar dingin, tenang, penuh kendali. Bukan kemarahan, bukan kecemasan—hanya ketajaman seorang yang selalu berhitung. Beberapa saat berlalu, lalu sebuah tawa pelan mengalun—bukan tawa lepas, melainkan desisan penuh arti dari seseorang yang menikmati permainan ini. “Masih sama seperti dulu, ya… Tenang di permukaan, tapi sibuk membaca arah angin di bawah.” Dirga diam. Matanya melirik ke tablet di mejanya, layar menyala menampilkan pesan terenkripsi. Andi: posisi siap. Perintah? Satu tangan Dirga segera mengetik, se

  • Tiba-Tiba Menjadi Istri CEO   13. Api kecil dalam diam

    Cahaya sore menyelinap masuk, membingkai sosok seorang pria yang berdiri di ambang pintu dengan senyum kikuk.Wildan—Teman kecil Anna sewaktu di panti.Pria itu kini tampak lebih dewasa dari terakhir kali Anna melihatnya — tubuhnya tegap, berseragam rapi meski jaketnya dibiarkan terbuka, dan tatapan matanya masih sama: tenang, tapi menyimpan sesuatu yang sulit ditebak. Sudah bertahun-tahun sejak mereka terakhir kali bertemu. Waktu yang panjang itu tak menghapus cara Wildan memandang Anna — lembut, berhati-hati, seolah takut merusak bayangan yang selama ini ia simpan.“Senang bertemu denganmu lagi, Anna”Anna yang sedang merangkai bunga menoleh, matanya sedikit membulat, lalu perlahan tersenyum.“Wildan… sudah lama sekali.”Wildan berdiri di ambang pintu. Ada gurat lelah di wajahnya, tapi senyum tipisnya tetap hangat.“Iya, Anna. Sudah cukup lama,” jawabnya, suaranya pelan tapi tulus.Anna meletakkan gunting bunga di meja, menghapus sedikit debu di tangannya.“Kamu gimana kabarnya?”“A

  • Tiba-Tiba Menjadi Istri CEO   12. Bayangan yang kembali

    Malam itu terasa lebih panjang dari biasanya. Lampu kamar redup, hanya menyisakan pantulan cahaya lembut di wajah Dirga yang duduk bersandar di kepala ranjang. Tablet di tangannya menyala, layar menampilkan sederet artikel tentang sleepwalking. Dirga membaca perlahan, matanya menelusuri tiap kalimat dengan fokus yang sulit ia pertahankan. —Gangguan ini biasanya terjadi pada orang yang mengalami tekanan emosional atau trauma berat.— Ia terdiam. Kalimat itu menancap di kepalanya lebih dalam dari yang ia duga. Perlahan, jari-jarinya menggulir layar, membaca lebih jauh tentang penyebab dan dampaknya. Tapi pikirannya tidak lagi pada tulisan di depan mata — melainkan pada wajah Anna malam ini. Tatapan kosongnya. Langkahnya yang pelan dan kaku. Air matanya yang jatuh tanpa suara. Dirga memejamkan mata sejenak. Ada sesuatu yang menekan dadanya, rasa bersalah yang aneh dan samar. “Apakah aku… terlalu keras padanya?” Bisik itu hanya terdengar untuk dirinya sendiri, pelan dan

  • Tiba-Tiba Menjadi Istri CEO   11. Langkah tanpa sadar

    "Kalau kau tetap keras kepala… aku sendiri yang akan menjemputmu setiap hari." Anna menelan ludah. “Kenapa? Aku tidak meminta itu darimu,” gumamnya pelan, suaranya lembut tapi tegas. Dirga menoleh sekilas ke arahnya, sorot matanya tajam, tapi hanya sebentar. “Karena aku tidak ingin sesuatu di luar kendali. Itu saja.” Anna menahan napas, menundukkan kepala. “Tapi aku bisa menjaga diriku sendiri. Lagi pula, tidak ada yang tahu siapa aku—” Dirga menekankan namanya, rendah tapi penuh tekanan. “Anna. Kau tidak mengerti dunia seperti apa yang sedang kau masuki.” Anna menghela napas panjang, berusaha menahan perasaan yang mulai bergejolak. “Ini… tujuan kita juga, bukan? Agar identitasku tetap aman. Dan ini tidak ada sangkut pautnya dengan kau menjemputku setiap hari.” Ia menatap Dirga sekilas, berharap ia mengerti. Dirga mengalihkan pandangan ke depan, wajahnya tetap dingin. Anna menunduk sejenak, tetapi keberanian di bibirnya memaksa kata-kata keluar. “Aku tetap ingin beke

  • Tiba-Tiba Menjadi Istri CEO   10. Di Persimpangan

    Dirga menatap layar ponselnya lama, sorot matanya mengeras. Pesan misterius di lift tadi masih membayangi pikirannya. Kalimat singkat itu — “Ini langkah awalmu, bukan?” — terasa seperti bisikan dari masa lalu yang tak pernah benar-benar pergi. Tangannya mengepal, jemari kokoh itu mengetuk ringan meja kerjanya, sebuah kebiasaan kecil setiap kali ia menahan amarah. Nafasnya ditarik panjang, lalu dihembuskan perlahan. “Berani sekali…” gumamnya lirih, nyaris tak terdengar. Ponsel itu diletakkan dengan tenang di atas meja, meski matanya masih menatapnya tajam seakan benda itu musuh. Sesaat, ruang kerjanya terasa hening. Hanya terdengar detak jam dinding yang makin lambat di telinganya. Dirga memejamkan mata, mencoba meredam gejolak dalam dadanya. Ia tahu… ini bukan sekadar pesan iseng. Ada seseorang di luar sana yang tengah mengawasinya, menunggu langkah berikutnya. Namun bukannya panik, bibir Dirga justru melengkung tipis. Sebuah senyum dingin, penuh kalkulasi. “Kalau memang permai

  • Tiba-Tiba Menjadi Istri CEO   9. Langkah Awal

    Udara malam masih menyisakan aroma lembap hujan. Dirga keluar dari kamarnya dengan kaos tipis dan celana panjang setelah mandi. Rambutnya masih sedikit basah, tetes air dingin jatuh di leher. Ia melangkah menuju dapur, membuka kulkas, lalu menuang segelas air putih. Saat ia meneguknya, suara langkah pelan terdengar di belakang. Dirga menoleh. Anna. Rambutnya tergerai kusut, piyama longgar membalut tubuh mungilnya. Tatapannya kosong, langkahnya lambat seperti orang yang tak benar-benar sadar dunia sekitarnya. Dirga menurunkan gelas, alisnya berkerut. "Apa yang dia lakukan tengah malam begini?" pikirnya. Ia ingin memanggil, bibirnya sempat terbuka. Tapi Anna terus berjalan melewatinya tanpa menoleh. Wanita itu berhenti di depan jendela besar ruang tamu, menatap keluar ke arah halaman gelap yang dibasahi sisa hujan. Sunyi. Hanya detak jam dinding yang terdengar. Dirga menatap punggungnya lama. Ada sesuatu yang janggal, tapi ia tak bisa menebak apa. Akhirnya, ia bersuara.

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status