Share

Bab 33

Penulis: RHS
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-16 11:03:27

Keesokan harinya suasana rumah masih tenang. Matahari pagi masuk lewat jendela ruang makan, menyoroti meja yang sudah tertata rapi dengan sarapan. Velia sedang menyiapkan teh hangat, sementara Radit sibuk memeriksa berkas-berkas dari Arman. Ia sudah menandai beberapa poin penting dengan stabilo, terutama soal alokasi dana untuk bisnis baru dan kebutuhan pribadi keluarganya.

“Vel,” panggil Radit, suaranya rendah tapi serius. “Aku sudah putuskan sesuatu. Dari aset yang ada, aku ingin segera beli rumah untuk orang tuaku. Selama ini mereka masih tinggal di rumah sederhana, dan aku rasa sudah waktunya mereka merasakan hidup yang lebih layak.”

Velia menghentikan gerakan tangannya, menatap Radit. “Itu keputusan bagus, Dit. Aku setuju. Mereka sudah banyak berkorban buatmu. Rumah seperti apa yang kamu pikirkan?”

“Tidak perlu terlalu mewah, tapi harus nyaman dan luas. Aku sudah cek beberapa lokasi di daerah pinggiran kota, dekat sawah dan udara segar. Harganya sekitar 2,5 miliar untuk satu ruma
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Transmigrasi: Tebusan dalam Diri Radit   Bab 89

    Udara sore di markas RHS terasa berat dan tegang. Langit Ardan City mulai menggelap, hujan gerimis menetes membasahi halaman aspal hitam yang dipenuhi kendaraan taktis dan tim pengamanan. Di ruang briefing utama, Radit berdiri di depan layar besar, wajahnya serius, memandang satu per satu anggota tim Bayangan yang telah duduk berbaris rapi — Surya, Rian, Dewi, Faris, Bima, dan kini termasuk anggota baru mereka, Aldi.Di layar terpampang foto beberapa pria bertopeng dan data lokasi — sindikat perdagangan manusia yang beroperasi di pinggiran kota Ardan, menyamar sebagai panti asuhan ilegal. Mereka menculik anak-anak dari berbagai daerah untuk dijual ke luar negeri. Semua yang hadir terdiam, dada menegang mendengar detailnya.“Target utama: markas di bawah tanah. Lokasi dikamuflase jadi panti asuhan. Mereka bersenjata dan kemungkinan punya pengamanan berlapis,” ujar Radit, nada suaranya dingin tapi mantap. “Prioritas utama: selamatkan anak-anak. Jangan ada korban di pihak kita.”Faris me

  • Transmigrasi: Tebusan dalam Diri Radit   Bab 88

    Angin malam bertiup kencang di dataran tinggi Lembah Arwana, markas latihan tingkat lanjut milik RHS Intel. Dari jauh, tempat itu tampak seperti kompleks industri tua — padahal di balik dinding beton dan pagar listriknya tersembunyi pusat pelatihan paling canggih milik negara.Tiga minggu telah berlalu sejak liburan di vila danau. Kini, Tim Bayangan kembali bersatu. Namun kali ini, mereka tidak akan menjalani misi biasa. Mereka akan diuji untuk naik tingkat — bukan sekadar pasukan eksekusi, tapi menjadi unit yang mampu mengambil keputusan strategis dalam kondisi apa pun.Sirine pelatihan meraung di udara dingin. Lampu merah menyala. Suara pelatih bergaung lewat pengeras suara: “Waktu kalian dua jam. Jalur Delta-4. Fokus bukan pada kecepatan, tapi pada kerja sama dan kejujuran taktis. Kegagalan salah satu adalah kegagalan semua.”Radit berdiri di depan timnya, mengenakan rompi hitam dan headset komunikasi. Di belakangnya, Faris menyiapkan senjata peluru karet, Rian memeriksa peta elek

  • Transmigrasi: Tebusan dalam Diri Radit   Bab 87

    Sore itu langit kota Sagara Raya berubah jingga lembut. Untuk pertama kalinya setelah berbulan-bulan menjalankan misi berat dan latihan intensif, Tim Bayangan mendapat izin istimewa: tujuh hari libur penuh. Bukan hanya mereka, tapi juga keluarga inti masing-masing diundang untuk berkumpul di vila tepi danau milik pemerintah — tempat rahasia yang biasanya digunakan untuk pemulihan mental pasukan elite.Mobil hitam RHS Intel berhenti di depan vila luas yang dikelilingi pepohonan pinus dan udara segar. Dari dalam, suara tawa anak-anak terdengar, bercampur dengan gemericik air dari danau kecil di depan halaman.Radit turun pertama, masih dengan gaya khasnya: tenang, berwibawa, tapi kali ini tanpa seragam tempur. Ia hanya mengenakan kaus polos abu dan celana santai. Velia turun setelahnya sambil menggendong Rama, sementara Arka langsung berlari ke arah danau.“Pelan-pelan, Ark!” teriak Velia sambil tertawa.Arka menoleh, “Iya, Ma! Aku cuma mau lihat ikan!”Radit menatap anaknya itu, lalu m

  • Transmigrasi: Tebusan dalam Diri Radit   Bab 86

    Suasana markas RHS Intel pagi itu terasa berbeda. Biasanya hanya suara langkah berat tim Bayangan dan dengung mesin latihan yang terdengar, tapi kini ada satu suara baru — langkah yang masih ragu, tarikan napas yang sedikit gugup, dan tatapan yang mencoba beradaptasi di tengah lingkungan baru.Aldi berdiri tegak di depan ruang briefing, mengenakan seragam latihan hitam khas tim Bayangan. Wajahnya masih kaku, seperti menahan banyak hal di dalam dada. Ia sempat menatap Radit sekilas, lalu menunduk dalam-dalam.Radit, dengan sikap tenang dan aura kepemimpinan yang selalu membuat orang menaruh hormat, menepuk bahunya pelan.“Selamat datang di RHS Intel, Aldi,” katanya dengan suara berat tapi hangat. “Mulai sekarang, kamu bukan orang luar. Kamu bagian dari keluarga ini.”Aldi menelan ludah. “Terima kasih, Radit. Aku… akan berusaha sebaik mungkin.”Bima yang berdiri di belakang menyeringai. “Berusaha aja nggak cukup. Di sini, kalau telat satu detik aja, bisa ketiban ledakan.”Faris tertawa

  • Transmigrasi: Tebusan dalam Diri Radit   Bab 85

    Udara dingin menusuk di pagi hari ketika mobil hitam milik RHS melintas menembus gerbang besi besar bertuliskan Fasilitas Militer Negara X-07. Di dalamnya, tampak bangunan beton raksasa berdiri kokoh—dipenuhi aroma logam, pelatihan keras, dan rahasia yang tak boleh bocor ke dunia luar. Tim Bayangan berjalan berbaris memasuki area itu; langkah-langkah mereka berat, bukan karena takut, tapi karena beban di dada masing-masing.Aldi berjalan di tengah, kedua tangannya diborgol baja magnetik. Tatapannya menunduk, wajahnya dipenuhi luka yang belum sepenuhnya sembuh. Dewi berjalan di sampingnya, matanya sembab, tapi rahangnya mengeras menahan emosi.“Demi Tuhan, Aldi… kenapa kamu ikut Rafael Darma?” suara Dewi serak, nyaris berbisik.Aldi tersenyum pahit. “Aku pikir… kalau aku bergabung, aku bisa melindungi kalian dari dalam. Tapi semuanya kacau. Aku gagal, Dewi.”Radit yang berjalan di depan mereka berhenti sejenak. “Kau tidak gagal,” katanya datar namun mantap. “Kau menyelamatkan kami wakt

  • Transmigrasi: Tebusan dalam Diri Radit   Bab 84

    Langit Senjaya sore itu berubah muram. Hujan turun perlahan, membasuh kaca-kaca besar Rumah Sakit Naranta, tempat di mana kehidupan dan kematian berjalan beriringan tanpa janji pasti. Di lantai tujuh, ruang perawatan intensif, seorang pria terbaring lemah dengan tubuh penuh perban dan selang infus menjalar dari tangan hingga dada. Dialah Aldi, sosok yang dulu begitu tangguh di masa kecil Dewi — abang panti yang selalu melindunginya dari segala bentuk kekerasan dan rasa takut.Dewi berdiri di sisi ranjang itu, wajahnya pucat, matanya sembab, napasnya berat. Tangannya menggenggam jari Aldi yang dingin namun masih terasa denyut halus di sana.“Bang… kenapa lo harus ikut misi gila itu?” bisiknya dengan suara parau. “Harusnya gue yang kena, bukan lo.”Dari belakang, Radit berdiri diam menatap pemandangan itu. Tubuhnya sudah pulih dari luka lama, namun sorot matanya masih menyimpan bekas dari setiap misi yang nyaris merenggut nyawanya.Ia menepuk bahu Bima, lalu berbisik, “Biarkan dia. Dewi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status