Share

Di Usir

Author: Leon Hart
last update Last Updated: 2025-02-12 19:27:11

Setelah berada di dalam taxi online, Talita merutuki diri sendiri.

"Kenapa aku lakukan ini?" penyesalan di ujung jalan, karena mobil yang dia naiki telah sampai di depan rumah yang sebenarnya adalah neraka baginya.

"Benar ini rumahnya, kan Mbak?" tanya driver taxi online sambil celingukan melihat ke arah luar, mengira suara Talita tadi sedang mengajaknya bicara. "Takut salah soalnya," lanjutnya.

"Be benar, Pak." Talita gelagapan. Menyadari sempat melamun, sehingga tidak segera beranjak. "I iya, terima kasih ya Pak." Talita buka pintu mobil, menutup, tapi tak langsung menuju ke gerbang rumah. Tak beberapa lama, deringan ponselnya terdengar.

"Saya sudah di gerbang, Nyonya muda." Suara Sari to the point saat Talita mengangkat panggilan.

"Oke, tunggu." Talita mulai melangkah lagi. Gerbang rumah keluarga Christopher telah di buka oleh salah seorang satpam. "Belum ada orang di rumah ya, Mbak?" tanyanya setelah masuk dan di temani Sari, pembantu rumah tangga kepercayaannya.

"Bu V
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Ristiana Cakrawangsa
Hem dah lah ayoo go
goodnovel comment avatar
windy
dahlah talita kamu keluar aja dari rumah neraka itu....
goodnovel comment avatar
ayouajach
astoge... Veronica... udah kek macan abis lahiran aja sih.. galak bgt
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Rayu Aku

    "Tidak perlu. Kita tinggalkan saja." Talita paham kalau Tim sedikit bingung. Dia sudah mengatakan Reynald adalah temannya, tapi secara dingin akan membiarkannya menunggu antrian keluar bandara. "Baik, Nyonya." Talita tak lagi bergeming. Saat melewati Reynald, dia bersikap acuh dengan tegakkan kepala menatap lurus ke depan. Di kesampingkan belas kasihan atau rasa simpati, karena itulah yang Talita inginkan. Ketidakpedulian Talita berlanjut sampai telah tiba di apartemennya. Pemberitahuan dari Robby tak buat sikap dinginnya berubah. "Tuan Reynald tadi ada di bawah, Nyonya." "Maunya apa, sih tuh orang?!" kekesalan Talita. "Kamu saja yang temui dia balik, dan tanyakan apa maunya." "Tidak, Nyonya. Tuan Reynald cuma berikan ini, lalu pergi." Robby menyerahkan sebuah amplop besar. Talita penasaran akut, tak menunggu sampai Robby pergi sudah di bukanya. Talita kini tak lagi merasakan gugup atau khawatirkan akan kemungkinan hal buruk di berikan padanya. Talita sudah pada level a

  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Bersama Denganmu

    "Ttta ... Tta ... pi ..." "Mau ngomong apa, sih? Nggak perlu bilang makasih, kok." Talita buka mulut, tertutup, kembali membuka, tak tahu harus seperti apa tuk menanggapi. "Apa, sih?!" kesal Talita. Inginnya menanyakan soal keadaan Celine, tapi Talita terlalu sombong sekarang. Tak bisa di pungkiri, setelah statusnya terkuak, Talita merasa harus membangun benteng pertahanan tersendiri. "Tidur saja kalau nggak bisa ngomong. Night night." Reynald menurunkan punggung, mencari posisi pas untuk tidur setelah kursinya juga di arahkan ke belakang. Talita hanya bisa membiarkan yang telah terjadi jadi tanda tanya di kepalanya seperti biasanya. Akan panjang perkara bila harus berargumen atau ungkapkan protes pada Reynald. Suaminya tersebut terlalu cerdas bila memainkan kalimat atau logikanya. Talita membuang muka, kegelapan di temani cahaya pernik dari bintang-bintang di luar jendelalah jadi santapan keterpaksaannya memandang ke luar. Di paksakan memejamkan mata demi bisa berpenamp

  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Berganti Pasangan

    Malam lewati tengahnya, bulan bersinar manja mengajak untuk lelap. Seharusnya itu berlaku bagi Talita yang akan menempuh perjalanan jauh, tapi nyatanya tidak. Sampai menjelang waktu penjemputan, Talita masih sulit memejamkan mata. "Kenapa pikiranku nggak bisa jauh-jauh dari Reynald, ya?" gumamnya setelah memutuskan berhenti dari jalur mondar-mandir di dalam kamar. Mewahnya dekorasi dan fasilitas kelas satu di hotel milik keluarga dari ibunya ini masih tidak bisa membuainya untuk tidur. "Aduh, Talita. Kamu bisa jadi gila sendiri kalau begini!" kekesalan pada diri sendiri. Ada rasa penasaran ketika mengingat isi percakapan Reynald dengan seseorang di telpon. "Bagaimana keadaan bayi itu? Apa Celine baik-baik saja, ya?" insting sebagai sesama wanita dan keibuan Talita muncul menjadi gangguan selanjutnya. "Bagaimanapun juga, bayi itu adalah anak Reynald juga." Talita sesumbar sendiri, hingga pada akhirnya harus memaksakan diri menuruti setiap arahan dari Robby yang sudah mengetuk pint

  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Termangu Hatiku

    Reynald termangu. Tidak, ini bukan sekedar kecurigaan yang telah dapatkan jawabannya saja, tapi fakta bila alur cerita hubungannya dengan Talita nantinya tak akan lagi sama. Reynald kini harus memandang Talita bukan seperti pada dulunya. Talita bukanlah wanita dengan kerapuhan yang kompleks lagi. "Dokumen itu adalah berisi poin-poin kesepakatan yang sama dengan sebelumnya, tapi status dan posisi Nyonya besar sebagai pembedanya. Beliau adalah pimpinan tertinggi di Tanjung, corp, sehingga segala apapun yang berkenaan dengan kerjasama mega proyek kita harus melalui dan atas putusan dari beliau," jelas Wira lagi. Posisi bersandar dengan kedua tangan menyatu dimana sikunya terpaku di kedua lengan single sofa. Wira sedang tunjukkan rasa bangga pada tiap kata penjelasannya. "Saya akan pelajari nanti," tanggapan Reynald. "Sebenarnya tidak masalah, karena hanya ada pergantian soal status dan kedudukan Talita. Saya cuma belum pikirkan perubahan ini bila di hubungkan dengan kepentingan di

  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Pewaris Satu-Satunya Tanjung,corp

    Selama di perjalanan, Talita memilih menghibur diri dengan melihat lalu-lalang kendaraan dari kaca jendela mobil. Sebisa mungkin menghindari berinteraksi dengan Reynald. "Bagaimana hubunganmu dengan Mario?" Bersamaan dengan pertanyaan Reynald ini, Talita mendapati keluarga kecil mengendarai motor dan terlihat harmonis. Meskipun sudah terbilang lewat dari sore hari, tapi pemandangan sang anak sedang memakan jajanan dari balik kantong palstik putih, sontak membuat Talita tersentuh. Bukan hal muluk-muluk, tapi itu dulu salah satu impian Talita ketika akan di nikahi Reynald. Sejak rasa sakit kekecewaan itu nyata ada, seolah hanya label pesimis tanamkan kini. "Oh, apa? Mario?" Talita memang sempat tak terlalu fokus. Tanpa dia sadari, Reynald sempat memperhatikan dan sempatkan mengikuti keluarga kecil itu berlalu. "Iya. Apa kamu serius sama dia? Mencintai dia?" Talita menggigit bibir bawahnya. Usia belum mencapai 25 tahun, tapi sudah di hadapkan keadaan dan keputusan berat, ten

  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Terpaksa Sepakat

    "Reynald. Apa kamu sudah tahu?" Talita membalas dengan pertanyaan. Tubuhnya sendiri tak bereaksi, hanya berdiri diam membeku. Setelah Reynald menjauh, Talita mendongak dengan gerak mata ke kanan kiri berusaha membaca ekspresi Reynald. "Tahu apa? Banyak hal terjadi, dan jangan menuntutku seperti tahu segalanya," protes Reynald. "Soal aku." "Kamu? Apamu?" Reynald tersenyum. "Aku tidak bodoh, Talita. Walaupun banyak serangan ke kamu, tapi aku nggak sepenuhnya percaya. Dan kamu juga ... Kamu jangan coba-coba membuat drama seolah-olah kamu benar-benar melakukannya. Aku lebih mengenalmu daripada orang lain." "A aku ... Maksudku aku dan keluargaku?" "Keluargamu? Ada apa dengan keluargamu? Kalau ini aku tidak tahu. Ku kirain soal masalah kita." "Oh, begitu." Talita mundur lebih jauh ke belakang. Mendadak jadi tak ingin meneruskan. Lebih memilih menilai kejujuran Reynald tanpa harus lakukan kontak fisik dengannya. "Ya sudah lha. Lupakan saja," ucapnya kemudian, berharap memang du

  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Tiba-Tiba Memeluk

    Ruangan dalam kantor milik Ruhut itu kembali hening. Jawaban tak di sangka-sangka keluar dari bibir Reynald. Ekspresi balasan berbeda-beda terjadi kemudian. Talita turunkan pandangan, menelaah semua. Rangkaian kejadian beberapa hari di New York waktu itu jadi isi pikirannya, sedangkan Celine dan Ruhut sontak ternganga tak percaya. Suara detik jam untuk beberapa lamanya sirna oleh pekikan Celine. Sikap percaya dirinya berangsur pudar tertutupi tatapan sayu berisi cairan bening itu tertuju pada Reynald. "Sayang. Kamu ngomonga apa?!" Celine ungkapkan protes. "Wanita ini nggak buat kamu ngerubah pikiran, kan? Bukan karena soal saham perusahaan, kan? Percayalah, Sayang ... Aku bisa beli semua milik dia yang prosentasenya cuma kecil itu!" ucapnya berlanjut sambil menunjuk-nunjuk sinis pada Talita. "Bukan soal itu, Celine. Ada alasan yang nggak bisa aku ungkapkan semua. Aku mohon jangan paksa aku cerita detailnya, tapi pada intinya ini menyangkut konsistensi pemikiranku. Maaf." "Apa

  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Tidak Berencana Menikahimu

    "Reynald!" "Kamu sudah mengenalku, Talita. Sekali aku memutuskan sesuatu, berarti itu akan konsisten sampai kapanpu!" Reynald tidak kalah kerasnya. Pintu ruangan di ketuk, bahkan sebelum Talita ataupun Ruhut baru saja akan memberikan tanggapan. Nama Ruhut di sebut oleh seorang wanita dari balik pintu. "Masuk," ucap Ruhut lantang. Ada kesal ketika sudah terlibat lebih dalam di sebuah percakapan penting, tapi kemudian terganggu oleh panggilan. Pintu terbuka, dan salah seorang asisten pribadi Ruhut menjulurkan kepala. "Maaf, Pak. Ada tamu," ujarnya. "Akukan sudah bilang nggak mau di ganggu!" tandas Ruhut tegas. Watak aslinya memanglah keras, tapi dalam segi keprofesionalitasan, dia adalah seorang pengacara yang dapat di andalkan. "Maaf, Pak. Tamunya maksa. Bilangnya istri Pak Reynald." Ruhut sontak beralih pada Reynald. Kebingungan baru untuknya. "Istri Pak Reynald?" pertanyaan lebih tertuju pada Reynald. "Dia ... Tidak ada hubungannya dengan pertemuan ini, jadi ..." "

  • Tuan Presdir Mengejar Cinta Istri   Ini Hanya Tentang Kita

    "Ehem ..." Reynald berdehem, menandai keberadaannya. Talita menoleh, sedikit terkejut. Reynald berpenampilam berbeda dengan terakhir kali mereka bertemu. Potongan rambut baru dan sengaja di beri pomade, sehingga terlihat klimis. "Selamat sore," sapa Reynald. Tarikan bibir tipis searah dengan tatapan tertuju lurus pada Talita. "So sore," balas Talita gugup. Tatapan sendu Reynald sangat berbeda dengan dulu saat mereka masih bersama. Semakin gugup saat Reynald berikan tangan untuk awali jalinan berkabar. "Bagaimana kabarmu?" "Aku baik-ba ..." "Kamu kelihatan pucat?" sela Reynald dalam rangkaian pertanyaan. Tangannya tak juga melepas, seperti sebuah genggaman. "Kamu pasti sakit?" pertanyaan kedua dengan ekspresi murung. "Oh, mungkin karena kecapean saja. Nggak apa-apa, kok." Talita memaksa melepaskan tangan. Walaupun iringan lembut ketika menariknya, tapi jelas tersirat perasaan tak nyaman. "Silahkan duduk. Jujur saja, saya tadi nggak mengenali Nyonya Talita. Sepertinya

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status