Share

Bagian 7

Author: Fetina
last update Huling Na-update: 2021-09-16 19:18:01

Aku mengajak Istri dan anak-anakku untuk sekedar melepas penat. Kami jalan-jalan ke mall. 

Icha sangat senang ketika diajak akan jalan-jalan ke mall, sedangkan Niar -- Istriku tak memberikan reaksi apapun, walau dia juga ikut dengan menggendong Farhan.

"Pah, Icha seneng!" katanya saat memasuki mobil. 

Gadis itu memang tak pernah jalan-jalan, sama seperti Mamanya. Aku yang salah, terlalu sibuk dengan kerjaan kantor yang kadang suka dibawa sampai rumah.

"Asyik dong kalau Mau Icha seneng. Papa juga seneng. Tanya Mama gih, Cha. Seneng nggak?" Aku mengalihkan pandangan pada Niar yang memilih duduk di belakang bersama si kecil. Niar tak menanggapiku, dia menghindari pandanganku.

Icha duduk di samping. Sepanjang jalan, ia terus bernyanyi. Aku senang melihatnya seceria ini.

Kulirik Istriku dari depan, ia tetap saja datar. Entah apa yang bisa membuatnya bahagia saat ini. Aku masih mencari celah.

Saat di mall, Icha memilih bermain mobil-mobilan dengan aki. Dia langsung mahir mengemudikannya. Aku duduk di samping Niar. Kami sama-sama memperhatikan Icha dari tempat duduk kami.

"Kamu senang, Dek?" Aku menggenggam tangan Istriku.

"Ia menatap mataku. Ia malah menghela napas pendek." 

Bukan Deni namanya jika langsung menyerah. Ku ambil tangannya, aku menggenggamnya erat. Ia memperhatikan tangan kami yang saling bersentuhan. Walau tangan kirinya sibuk memegangi gendongan si kecil.

"Dek, habis ini kita makan ya! Mau makan apa?"

Niar menggeleng, entah dia menolak atau tak tau mau makan apa.

"Pa, aku udah selesai. Mobilnya enak, Pa!" katanya sambil tersenyum manis.

"Iya, Sayang. Pasti enak naik mobil itu." 

"Icha mau makan apa?" tanyaku pada bocah tiga tahun ini.

"Makan chiken, Pa. Cha suka liat di tv Nenek," jawab Icha.

"Mama gimana?" Aku menoleh lagi pada Niar.

Niar mengangguk. Kami pun makan di salah satu kedai fried chicken. Icha senang, dia sangat lahap memakan ayam goreng krispi ini.

Saat akan makan, Farhan mulai rewel. Dia sebenarnya sudah minum ASI, tapi Farhan tak mau tidur lagi. Jadi, Niar kewalahan saat Farhan berontak dari pangkuannya.

Aku menawarkan diri untuk mengambil Farhan darinya. Ia justru menolakku. Padahal Niar belum makan sedikitpun.

"Dek, ayolah, kamu kan belum makan. Biar Farhan sama aku dulu. Biar kamu enak makannya," ucapku sambil memberikan tangan pada Farhan.

Niar bergeming, matanya melirik ke segala arah. Sikap yang tak biasa menurutku.

"Ayolah Niar. Sini, Farhan sama Papa dulu!"

Aku berhasil mengambil Farhan. Niar kembali fokus pada makanannya. Ia makan perlahan, tidak terlalu menikmatinya.

Ku lihat Niar tidak bisa melepaskan penatnya di mall ini. Aku berencana membawanya ke tempat yang menampilkan keindahan alam saja nanti, seperti gunung atau ke pantai.

"Dek, habiskan makannya! Sayang kalau tak habis. Lihat, Icha saja habis." Aku menunjuk pada piring Icha yang kosong.

Niar mengulas senyumnya tipis, tapi tak berkata apapun.

"Ma, habiskan, Ma!" Icha membantuku untuk bujuk Mamanya.

Niar kembali fokus dengan nasinya. Tak lama nasinya habis.

"Alhamdulillah, Mama pinter!" kata Icha.

Niar tersenyum lagi. Saat ini momen Istriku tersenyum baru dua kali. Tapi aku bersyukur, dia mau tersenyum sekarang. Senyumnya sangat mahal, aku merindukan Niar yang saat pertama kali ku kenal.

Niar yang dulu yang ceria,  baik, suka tersenyum dan aku nyaman di sampingnya. Entah sekarang, ada yang berbeda dari Istriku.

***

Kami pulang sore. Saat datang, Ibu mencebik. Ia marah kenapa ia tak diajak oleh kami. Memang saat berangkat, aku tak melihatnya.

"Saat itu Ibu sedang ke rumah Bu Inneu."

"Oh, pantes. Nggak usah salahin Deni atau Niar dong, Bu. Ibu sendiri yang nggak ada di tempat," jawabku.

Tak ada kata-kata keluar lagi dari Ibu. Aku mengajak Niar dan Farhan ke kamar. Tapi Icha malah menunjukkan semua yang dibeli pada Neneknya. 

Setelah dari kamar, aku kembali menemani Icha bicara dengan Neneknya.

"Apa sih, Icha. Pamer doang! Mentang-mentang Nenek nggak ikut!"

"Nek, nenek pilih aja mau apa? Nih Icha punya balon, gulali, tahu krispi sama makaroni. Nenek mau yang mana?"

Ya Allah, Icha baik baget sama Neneknya. Mirip sekali dengan Niar dulu.

"Nenek nggak mau semua, Nenek pengennya ikut jalan-jalan, bukan makanan ini!" Ibu melempar semua yang diberikan Icha.

Icha terkejut, ia berlari sambil menangis ke arahku. 

Bersambung

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Dasar nenek sihir
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Uang Belanja Istriku dirampas Ibuku   Bagian 47

    Dengan refleks aku menarik tangan ini, lalu aku mengucapkan terima kasih padanya."Terima kasih, ya atas bantuanmu. Aku mau pulang duluan, ya!" ucapku."Jangan! Aku akan mengantarmu. Nanti motormu akan dibawakan oleh satpam sekolah, ya!" sahutnya.Aku tak bisa menolak, saat akan menjauhi Ardi, dengan sigap ia membawa kami ke mobilnya. Anak-anak senang karena Ardi langsung membawanya."Di, aku nggak enak ngerepotin kamu terus.""Ya Allah, Niar. Aku hanya bantu sekedarnya ini. Kamu nggak usah gitu. Lagian kamu kayak ke siapa aja sih," jawabnya yang justru membuat hatiku tidak tenang.Kami memasuki mobil. Di mobil, anak-anak malah tidur, mungkin karena kecapean udah nangis-nangis tadi di dokter."Kamu udah punya anak berapa, Di?" tanyaku penasaran."Aku? Kelihatannya gimana?" tanyanya."Paling masih satu," jawabku asal."Udah dua. Kalah sih sama kamu, Niar. Tapi istri dan anakku di kampung. Mereka nggak mau ikut sama

  • Uang Belanja Istriku dirampas Ibuku   Bab 46

    Hari ini, usia Icha putri kami sudah tujuh tahun. Ia sudah mulai masuk sekolah. Aku dituntut harus bisa antar jemput Icha. Biasanya menggunakan motor untuk antar jemput.Sedangkan suamiku--Deni, sudah mulai bekerja kembali. Alhamdulillah masih ada perusahaan yang menerimanya bekerja. Jadi, warung di rumah, aku yang mengurusnya.Sekarang, Alhamdulilah aku sudah sehat lahir batin. Kami dikaruniai tiga orang anak yang manis, yaitu Icha, Farhan dan anak ketiga kami Khaira.Mengurusi satu anak sekolah dan dua orang balita bukan hal yang mudah. Sampai saat ini, aku belum lagi menggunakan ART, karena masih trauma dengan pencurian di masa lalu yang dilakukan ART kami.Hubungan kami dengan keluarga Kak Ayu baik-baik saja. Anak-anak Kak Ayu, satu sekolah dengan anakku Icha, sehingga kadang-kadang aku sering menitipkan Icha pada Kak Ayu.Hari ini hari dimana aku harus menjemput Icha seperti biasa. Aku membawa kedua anakku yang lain saat menjemput Icha.

  • Uang Belanja Istriku dirampas Ibuku   Bagian 45

    Bik Surti mengatakan kalau ia belum bisa melunasi hutangnya. Kalau dihitung-hitung, total uang dari perhiasan itu sebesar 30 juta.Sebenarnya aku masih memiliki investasi lain. Uang warisan dari Ibu, aku belikan rumah ya g sekarang disewakan.Lumayan hasilnya, aku bisa mendapatkan 20 juta pertahun, tapi sampai saat ini belum ada yang mau ngontrak. Sedangkan uang simpananku, sebagian sudah dipakai buat warung dan modal usaha."Pak, maaf rumah saya belum ada yang mau beli. Nanti rencananya saya mau jual rumah saya, lalu kami pindah ke kampung halaman kami, biar dapat harga rumah yang lebih murah nanti.""Iya, Bik. Saya ikut saja, asal perhiasan istri saya diganti secepatnya, ya!""Iya, Pak. Nanti kalau sudah ada, saya ganti ya!""Bagaimana kalau saya kasih batas waktu?""Iya, Pak. Saya ikut.""Sampai pekan depan, ya!""Baik, Pak."Bik Surti meninggalkan rumahku. Dia berjalan dengan langkah gontai.Sedangkan u

  • Uang Belanja Istriku dirampas Ibuku   Bagian 44

    Den, aku dapat kabar dari adik kandung Bik Surti. Setelah dia keluar dari tempatmu, seperti yang pernah kukatakan dia bisa merehab rumahnya, lalu melunasi tunggakan anaknya, selain itu dia juga membeli barang-barang untuk rumahnya seperti kulkas dan juga hape baru, Den!""Astaghfirullah. Sampai segitunya?""Iya, Den. Saat adiknya nanya, katanya uang itu diberi olehmu sebagai pesangon. Makanya mereka heran dengan perubahan Bik Surti.""Menurutmu bagaimana, Bram? Apa aku pantas mencurigainya? Sedangkan dia memang terbiasa masuk ke kamar kami. Dan ada salah satu bukti di CCTV saat dia masuk dan keluar dari kamarku, tapi tak membawa apapun. Biasanya dia ke dalam hanya untuk menyapu dan mengepel, Bram.""Kalau aku jadi kamu, langsung deh didatangi. Tapi nanti bicara baik-baik. Buat Bik Surti mengakui kesalahannya.""Iya, Bram, terima kasih. Dikira aku Bik Surti benar-benar jujur, tapi ternyata ... Ah, begitulah.""Baik, Den. Semoga masalahmu cepa

  • Uang Belanja Istriku dirampas Ibuku   Bagian 43

    Pak, Alhamdulillah saturasi oksigen Pak Karso naik. Jadi mudah-mudahan pemulihannya tidak lama. Mohon dukungan dari orang-orang terdekat aja ya," ucap seorang yang berada di ujung telepon."Baik, Pak. Terima kasih, ya!""Sama-sama, Pak."Setelah aku menutup telepon, rasanya lebih bersemangat untuk sehat.Aku menelepon Niar dari balik kamar."Dek, Alhamdulillah saturasi oksigen Ayah naik dan kembali normal. Kita doakan semoga Ayah kembali sehat ya, Dek!""Iya, Bang. Abang juga cepat Isomanya. Oya Bang, aku tadi ngobrol-ngobrol dengan Kak Ayu. Dia bilang sudah ada calon suami, tapi calon Kak Ayu sudah memaksa memberikan perhiasan padanya. Ia juga memberikan bukti chat dengan calon suaminya," kata Niar."Alhamdulillah kalau gitu. Tinggal cari tau tentang Bik Surti. Sampai sekarang, aku belum menghubungi Bram. Malah jadi lupa dengan masalah ini.""Ya udah, Bang. Sesempatnya saja. Atau kalau nanti kondisi Abang sudah baikan,"

  • Uang Belanja Istriku dirampas Ibuku   Bagian 42

    Kami tak bisa menuduh langsung karena semua pasti memiliki alibi.Perhiasan juga masih ada saat Bik Surti masih bekerja dengan kami karena di CCTV terlihat Niar yang mengenakan perhiasan, sehari sebelum Bik Surti berhenti bekerja.Itu berarti Bang Aldo tak bisa disalahkan atas hilangnya perhiasan ini. Karena dia di sini sebelum Bik Surti kami berhentikan.Tersangka mengerucut menjadi dua orang. Di CCTV, kelakuan Bik Surti setelah Niar memakai perhiasan ini, lumayan mencurigakan.Terlihat Bik Surti masuk ke kamar kami, tapi keluar nggak bawa apa-apa.Dia masuk kamar biasanya hanya untuk sekedar menyapu atau mengepel.Di CCTV terlihat dia sekali masuk kamar yang mencurigakan.Lalu, kami mengamati Kak Ayu kemarin saat menemani anak-anak. Kak Ayu terlihat uring-uringan di ruang tamu. Sepertinya ada yang dipikirkan oleh Kak Ayu.Dek, aku curiga banget dengan kak Ayu. Coba kamu lihat? Beberapa kali Kak Ayu jalan di ruang tamu.

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status