Share

Bab 4

"Valdi, kamu bisa bantuin kakak nggak? Kalo bisa pinjemin aku uang, Val. nggak terlalu banyak, cuma sekitar sepuluh juta saja."

Kudengar kak Salma bicara di ruang keluarga.

"Cuma sepuluh juta, Kak? kalo cuma segitu mah aman. Kirim ajah rekening kakak, ntar aku transfer uangnya," Mas Valdi berkata begitu percaya diri.

Hmm, aku agak heran. Darimana dia mendapatkan uang senilai sepuluh juta? Apa mungkin dia benar-benar punya tabungan?

"Beneran, Val?"

"Ya beneranlah, Kak. Kayak biasanya, mana ada aku bohong.? Lagi pula kalo cuma uang segitu tidak mungkin aku minta dibalikin," lagi-lagi kudengar Mas Valdi bicara. Waduh, dia mau memberi uang tersebut secara cuma-cuma?

Jika menang benar, kenapa tak dikondisikan? Dia mau memberi uang dengan nominal yang tak sedikit pada kakaknya, sedangkan aku dibiarkan berjuang sendirian?

Suara mereka terdengar jelas. Di kamar, aku yang sedari tadi berpura-pura telah terlelap membuat mereka tak ragu bicara tanpa takut terdengar olehku.

"Apa kamu nggak pamit dulu sama Rika?" Tanya Kak Salma.

"Apa? Pamit dulu sama Rika? Kak salma, Kak Salma, buat apa pake pamit-pamit dulu sama Rika? Toh yang ngeluarin duit juga aku, bukan dia!" Suara Mas Valdi diselingi suara terkekeh ringan. Seperti menertawakan pertanyaan Kak Salma.

"Iya juga sih. Tapi apa istrimu gak marah nantinya?"

"Dia nggak mungkin berani marah sama aku, Kak."

"Ya udah kalau gitu, kamu emang laki-laki yang berani tegas sama istri. Oh iya, kalau begitu kamu langsung kirimin sekarang aja ya uangnya. Aku cari nomor rekening aku dulu."

"Nggak bisa sekarang, Kak," sergah Mas Valdi.

"Lho kenapa emang?"

"Soalnya barusan aku cek kayaknya m-banking aku sedang ada gangguan. Besok aja aku transferin uangnya."

Aku sedikit bergeming, bukannya Mas Valdi tidak mempunyai aplikasi m-banking? Tapi kok barusan dia bicara tentang m-banking? Seperti ada yang janggal.

"Tenang aja kak, besok pokoknya pasti aku transfer kok. Emang Kakak butuh uangnya kapan? Nggak sekarang banget, kan?"

"Iya, iya, besok."

Beberapa saat kemudian kudengar derap langkah memasuki kamar. Itu derap langkah Mas Valdi. Kembali kupejamkan mataku rapat. Pintu kamar tertutup. Lamat kudengar suara langkah kaki Mas Valdi mendekat.

"Rika, Dek Rika!" Mas Valdi menggoyang-goyangkan tubuhku.

Aku tak bergeming. Tumben cara bicaranya lembut? Biasanya menggelegar, apalagi ketika ada keluarganya.

"Dek Rika, bangun bentar, Sayang. Ada yang ingin aku omongin nih, penting!" Kembali Mas Valdi membangunkanku. Memanggilku dengan panggilan "sayang" lagi. Padahal biasanya mana pernah. Apa dia mau minta maaf? Ah entahlah.

"Ada apa sih, Mas?"

"Bangun bentar, Dek. Aku mau ngomong, bentar aja."

"Aku capek, Mas. Omong aja langsung," aku menjawab malas.

Kurasakan Mas Valdi duduk di sampingku. Sedangkan aku masih terlalu nyaman dengan posisiku sebelumnya.

"Dek!"

"Ya."

Serius sekali dia.

"Dek, Mas pinjem uang kamu bentar boleh nggak?"

Oalah, ternyata itu yang ingin ia bicarakan. Pinjam uang to.

"Kamu kan barusan gajian, terus kamu juga punya tabungan, kan?"

Hmm, mulai tercium aroma kebiasaannya dia.

"Untuk apa, Mas?"

"Mas mau bayar dp beli tanah, Dek. Ntar kalo kita udah beli tanahnya, maka kita bisa bangun rumah dari tabunganku. Ide bagus kan, Dek?"

Aku agak terkejut mendengarnya, mau membeli tanah? Dan nyaris sudah pada tahap pembayaran uang muka? Kenapa tidak pernah bicara sebelumnya? Kenapa sangat tiba-tiba begini?

Aku memikirkan ucapannya.

"Butuh berapa, Mas?" Akhirnya aku menyahut.

"Nggak banyak, Dek. Lima belas juta aja." Jawabnya santai.

Cuma lima belas juta ia bilang? Itu uang gajiku selama tiga bulan, Ferguso!

Aku kembali berpikir sejenak sebelum melanjutkan.

Sepertinya sekarang aku tahu maksudnya. Baiklah Mas Valdi.

"Kalo bisa kamu transfer malam ini aja uangnya, Dek."

"Ntar dulu, Mas. Mas beneran mau bayar dp tanah? Tanahnya dimana dan buka harga berapa?" Tanyaku.

"Itu tanah murah, Dek. Lokasi strategis. Pokoknya kamu nggak usah khawatir. Pilihanku nggak akan mengecewakan." Mas Valdi meyakinkan.

"Beneran, Mas? Beruntung sekali kalo kita bisa beli tanah murah di lokasi yang strategis pula."

"Ya iyalah, Dek. Makanya kamu buruan transfer uangnya." Mas Valdi kian berbinar.

"Baiklah Mas, kalo gitu ntar aku transfer ya. Tapi aku kudu transfer ke rekening siapa?"

"Ke rekening aku lah, Dek. Kemarin aku udah buka rekening baru. Ntar aku kasih ke lamyu nomor rekeningnya." Jawabnya cepat.

"Oke, Mas. Ntar aku transfer."

Mas Valdi bangun dari duduknya, hampir berjingkrak kegirangan. Ia meraih kedua tanganku.

"Wah, kalo gitu makasih banyak ya, Dek," laki-laki itu mengecup keningku.

"Oke, Mas."

Kulihat muka Mas Valdi kian secerah langit di siang terik.

"Makasih ya, Dek. Kamu baik sekali. Gitu dong, baru namanya istriku!" Mas Galih mencubit hidungku.

"Sebentar ya, Sayang," Mas Valdi berkata sembari keluar kamar. Aku ikut bangun buat menutup pintu yang ia biarkan terbuka.

Eiits, dari tirai kulihat Mas Valdi tengah bicara pada Kak Salma.

"Aman, Kak. Uangnya udah siap. Sebagai bonus, aku akan transfer sebelas juta buat kakak," Mas Valdi mengacungkan jempolnya pada Kak Salma.

Ooh, jadi ini maksudnya, ternyata firasatku tak salah.

Dalam hati aku berdecih, tak terlalu peduli dengan tingkahnya. Hanya sedikit senyum tipis aku sunggingkan.

Mas Valdi, Mas Valdi. Tak apa kau menganggapku sepolos itu.

Heheee, silakan menunggu uang transfer dariku sampe tahun depan ya, Mas Valdi tersayang!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status