Share

Ceroboh

Penulis: Mella Selfiana
last update Terakhir Diperbarui: 2022-04-28 20:53:21

Sedetik, dua detik, tiga detik ... dan entah sudah berapa detik benda kenyal itu menempel di bibirku. Napasku terasa sesak dibuatnya.

Bara menarik dirinya dan mengusap lembut bibirku. Sedangkan aku masih belum berani membuka mata. Malu sekali rasanya. Aku yakin sekarang wajahku sudah memerah, seketika tubuhku juga terasa hangat.

"Cukup? Apa kamu melihat bukti yang lain?" tantang Bara.

Perlahan aku membuka mata. Aku melihat ekspresi Sesil yang entahlah. Matanya melotot dan mulutnya ternganga. Mungkin dia tak kalah shock-nya denganku.

Aku berusaha bersikap santai, menutupi kegugupan dan rasa tak menentu.

"Ayo, Sayang, kita ke depan." Bara kembali merangkulku. Kami meninggalkan Sesil yang masih mematung di tempatnya berdiri. Tak lama kemudian Fahri menyusul Sesil ke belakang. Seperti dua orang yang sedang bermusuhan, baik Bara maupun Fahri tak saling bertegur sapa saat berpapasan. 

                                                                    ***

"Jadi ada apa? Kenapa kalian mengundangku ke sini?" tanya Bara setelah kami kembali ke ruang tamu, sepertinya dia enggan untuk berlama-lama di rumah mewah itu.

"Duduklah dulu, kita bisa bicara baik-baik." ucap wanita yang tadi menyongsong kami ketika baru datang.

"Aku tak punya banyak waktu!" sahut Bara.

"Setidaknya aku ingin melepas rinduku padamu. Aku ini ibumu, apa kau tidak merindukan Ibu?"

"Bukannya sudah ada Fahri yang menggantikanku untuk melepaskan rindumu." Aku masih belum mengerti, apa yang sebenarnya terjadi pada keluarga ini. Mereka kaya, tapi sepertinya miskin dengan kasih sayang.

"Kalau tidak ada yang penting lagi, aku permisi!" tanpa menunggu jawaban, Bara mengajakku untuk keluar, sedangkan pelukannya di pinggangku tak pernah dia lepaskan.

"Tunggu!" Langkah kami terhenti ketika mendengar suara wanita yang menyebut dirinya sebagai Ibu itu.

"Sayang ... jaga Bara baik-baik!" Dia membelai lembut wajahku. Tetapi aku tak bisa membedakan itu sebuah ketulusan ataukah hanya sandiwara belaka. Entahlah ....

"Ayo, Sayang!" Bara kembali mengajakku untuk keluar, bahkan aku belum sempat untuk menjawab ucapan ibunya. Namun, sebelum pergi kusempatkan untuk menganggukkan kepala dan tersenyum pada wanita yang masih terlihat sangat anggun itu. Jika aku perhatikan, aku tak yakin dia punya anak yang sudah dewasa seperti Bara. Karena memang wajahnya masih terlihat sangat cantik dan awet muda.

                                                                       ***

Sesampainya di mobil, Bara menjambak rambutnya seperti orang yang sedang frustrasi, aku tak tahu apa yang mereka bicarakan saat aku ke kamar kecil, sehingga membuat Bara menjadi seperti itu.

Tanpa bicara sepatah kata pun Bara melajukan mobilnya, kini dengan kecepatan tinggi membuat aku ngilu, apalagi ketika mobil melewati tikungan, rasanya saat itu aku sedang naik rollercoaster.

"Ke mana aku harus mengantarmu?" tanya Bara memecah kesunyian yang terjadi semenjak keluar dari rumah ibunya.

"Kembali saja ke tempat tadi. Sepeda motorku ada di sana!"

Hening lagi ... dalam diam aku menatap Bara yang sedang berkonsentrasi melajukan mobilnya. Apa sebenarnya masalah yang sedang dia hadapi? Aku pikir para orang kaya tidak punya beban hidup, ternyata mereka tak ada ubahnya dari pada kaum menengah ke bawah, bahkan mungkin masalah mereka lebih besar. Apalagi gara-gara uang yang bisa merubah persaudaraan menjadi orang asing, seperti apa yang terjadi pada Bara dan Fahri.

Setidaknya aku masih bersyukur, memang aku kekurangan materi, namun ada Ibu dan Langit yang menjadi hartaku yang paling berharga.

Perjalanan terasa lebih singkat dari pada saat kami pergi tadi. Tak butuh waktu lama, kami sudah kembali tiba di hotel. Buru-buru aku turun.

"Tunggu!" Bara menahan tanganku yang akan membuka pintu.

"Kamu mau uang tunai atau aku transfer?" tanyanya.

"Transfer saja," sahutku.

Bara memberikan gawainya, "Catat nomor rekeningmu!"

Setelah mencatat nomor rekening, kembali kuserahkan gawainya.

"Sudah!" ucapnya.

Aku ternganga, otakku masih mencerna maksud ucapannya.

"Aku sudah mengirim seratus lima puluh juta, dan kuharap kau tak melupakan kesepakatan kita!" jelasnya.

Mataku tak berkedip, ternyata Bara mengirim lebih dari yang kuminta. Kebahagiaan menyeruak di hati, membayangkan Langit akan segera dioperasi. Saking bahagianya tak sadarnya aku memeluk Bara. "Terima kasih," ucapku berkali-kali.

"Anggap itu sebagai bonus ciuman tadi!"

Aku tersentak, seketika kesadaran menghampiriku, bergegas aku melepaskan pelukan dari tubuh bara dan menarik diri.

"Ya, Tuhan ... cerobohnya aku. Bisa-bisanya aku bersikap di luar batas," rutukku pada diri sendiri.

Aku tak berani lagi menatap Bara. Setelah mengucapkan selamat malam, aku keluar begitu saja dari mobilnya. Malu sekali rasanya. Aku yakin laki-laki itu pasti sedang menatapku dengan pandangan yang meremehkan. Wajar, karena dia pasti menilaiku seperti seorang wanita murahan yang rela melakukan apa pun untuk mendapatkan rupiah. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • WANITA BAYARAN   Mengakhiri kerja sama

    Aku tertegun, mataku tak berkedip menatap Bara sembari mencerna ucapannya dan juga tentang apa yang dia lakukan padaku barusan."Besok pagi-pagi kita akan ke rumah sakit, aku sudah berjanji akan mengantar Langit pulang. Sekarang istirahatlah, hari sudah sangat larut." Baru kali ini Bara bicara lembut dan enak di dengar padaku. Tak ada ucapan keangkuhan dan nada keras.Bara meraih lenganku, membawaku kembali menuju ke tempat tidur. Aku yang seakan terhipnotis olehnya hanya menurut saja."Istirahatlah," ucapnya setelah mendudukkanku, kemudian dia mengambil bantal dan guling lalu beranjak menuju sofa dan membaringkan tubuhnya di sana."Bara? Apa itu benar-benar dia? Atau aku sedang bermimpi?" batinku.Dari tempat tidur aku memperhatikan Bara yang sudah memejamkan matanya dengan tangan bersedekap di dada.Kucubit lenganku, memastikan kalau aku tidak sedang bermimpi. Sakit ... sepertinya ini memang nyata.Kuirik jam kecil di atas nakas, ternyata sudah lewat tengah malam, pantas saja kalau

  • WANITA BAYARAN   Perhatian Bara

    "Tetaplah di sini sampai kau merasa lebih baik!" ucap Bara sambil melangkah keluar dan menutup pintu.Aku yang tak mengerti hanya bisa menganggukkan kepala.Dingin air yang menggenang di dalam bathtub langsung menusuk ke setiap pori-poriku, menembus kulit, hingga menusuk ke tulang.Sensasi yang tadi kurasakan berangsur mereda. Namun, sedikit kewarasanku masih berpikir kenapa Bara malah merendamku dengan air dingin, padahal hari sudah mulai larut.Entah sudah berapa lama aku berendam, tubuhku mulai terasa menggigil, aku berusaha bangkit. Sayangnya gaun yang kukenakan membuatku kesulitan untuk keluar dari bathtub yang penuh air itu.Disaat bersamaan, pintu terbuka dari luar, di sana Bara berdiri dengan masih memakai pakaiannya yang tadi, hanya saja beberapa kancing di bagian atas kemejanya sudah terbuka, lengan bajunya juga sudah tersingsing hingga batas siku.Di ambang pintu Bara berdiri sambil menatapku yang masih berendam."Apa kamu sudah baikkan?" tanyanya."Aku kedinginan. Kenapa k

  • WANITA BAYARAN   Sisi Lain Seorang Bara

    Aku menatap kotak kecil dalam genggamanku, bayangan benda berkilau itu melintas di benakku yang disusul dengan ucapan Bara. Apa dia benar memberikan ini untukku? Bukankah tadii dia bilang akan memberikannya pada wanita yang dia sukai. Aku menggeleng, Bara pasti salah bicara.Kubawa kembali kotak itu ke kamar Langit dan menyimpannya dalam tas, biar nanti malam saja kuberikan padanya, pikirku."Om Bara baik, ya, Ma," ucap Langit saat aku kembali duduk di sampingnya."Iya, Sayang," sahutku sambil membelai rambutnya."Seandainya papa Langit sebaik Om Bara ...."Langit tidak melanjutkan ucapannya, dia menarik napas dalam seakan melepaskan rasa sesak yang bersarang di sana. Sepertinya Langit merindukan sosok seorang ayah, dan itu sangat wajar, mengingat sudah sekian lama sosok itu menghilang dari kehidupannya.Ibu yang sedari tadi duduk di sofa mendekat dan membawa Langit ke dalam pelukannya."Langit sabar, ya, Sayang, Tuhan pasti punya rencana lain yang lebih indah untuk Langit," ucap wani

  • WANITA BAYARAN   Iso Hati Bara

    Meski aku tak tahu pasti ke mana arah pembicaraan Bara, namun entah kenapa rasanya ada makna yang begitu dalam di sana.Hening ... kami sama-sama diam entah beberapa saat, seakan tenggelam dengan pikiran masing-masing."Ayo, kita cari sarapan!" ucap Bara sambil berdiri."Di luar masih hujan." Pandanganku beralih ke kaca jendela.Bara mengikuti arah pandanganku, kemudian kembali menghempaskan tubuhnya di ranjang dan merebahkan badannya di sana dengan kaki yang menjuntai ke lantai."Seandainya kemarin kamu bawa mobil, kita tak akan terjebak di sini," sesalku.Tak ada jawaban apa pun dari Bara, dia tampak memejamkan matanya. Bulu matanya yang lentik saling beradu, alisnya yang tebal memberikan pesona tersendiri saat dia terpejam. Tak sadar aku menatapnya dalam."Jangan menatapku terlalu lama, nanti kamu bisa jatuh cinta dan takkan mudah untuk melupakanku!"Aku tersentak, lagi ... Bara memergokiku seperti maling yang ketahuan.Meski kuakui Bara termasuk ke dalam kriteria laki-laki idaman,

  • WANITA BAYARAN   Drama Pagi Hari

    Bergegas aku bangkit, tetapi Bara malah menarik tanganku hingga aku kembali terjerembap di dadanya."Jangan pura-pura shock, aku tahu kau pasti menikmatinya, bukan?"Aku kembali bangkit, tetapi tangan kekar Bara menahan tubuhku dengan kuat."Bicara apa kamu? Jangan ngelantur!" elakku dengan posisi kepala masih berada di dada bidang milik Bara. Aku bisa mendengar detak jantungnya secara langsung. Hangat tubuhnya terasa di pipiku."Singkirkan tanganmu! Aku mau ke kamar mandi!""Sebentar lagi. Salahmu sendiri, kamu yang membuat aturan kamu juga yang melanggarnya. Kamu yang memberi batas antara kita, kamu juga yang melewatinya."Aku mendengus kesal, merutuki kecerobohanku, memang aku kalau sudah tidur suka lupa dengan keadaan.Tak ada gunanya untuk memberontak, kubiarkan Bara menahan tubuhku. Detak jantung dengan deru napasku saling berpacu dalam dekapan tangan kokohnya.Setelah beberapa saat Bara mulai melonggarkan pelukannya, aku mengambil kesempatan untuk segera bangkit."Tunggu!" Lagi

  • WANITA BAYARAN   Terjebak Hujan

    Dengan mata terpejam aku menikmatinya, dan ini untuk pertama kalinya setelah sekian tahun, semenjak aku bercerai dari Denis.Bara mengakhirinya saat napasku tersengal, dia melepaskannya. Namun, tatapan matanya masih tertuju lurus pada manikku.Aku memejamkan mataku dan membuang napas berat, tak seharusnya aku terjerat dalam permainan Bara. Karena aku tahu semua itu hanyalah kepura-puraan semata.Aku melangkah meninggalkan Bara di bibir pantai, duduk di bawah payung besar sambil menatap pada matahari yang hampir tenggelam seutuhnya.Ya, aku dan Bara seperti jingga senja yang disisakan matahari itu, indahnya hanya sebentar saja, sebelum malam datang dan merubahnya menjadi hitam pekat. Jadi, tak ada alasan untukku terbuai dengan keindahan sesaat itu. Kami hanya dua orang yang kebetulan bertemu, sejenak bercerita, kemudian sama-sama kembali melangkah, berpisah untuk melanjutkan perjalanan masing-masing.Jingga senja mulai berubah mendung kelabu, langit yang semula cerah berangsur ditutupi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status