Share

Bab 3

Author: Takasa
Pergelangan tangan Charin yang dicengkeram terasa sakit hingga menusuk jantung. Charin mengangkat kepala untuk menatap pria di hadapannya yang seperti binatang buas yang terkurung. Tiba-tiba, Charin tersenyum cerah. "Apakah pembalasannya hanya sejauh ini? Kak Mira sudah mati, tapi aku masih hidup dengan baik."

Ketika mendengar kata-kata ini, emosi pria itu langsung tersulut. Tatapannya menjadi muram dan mengerikan.

Dia tiba-tiba mencekik leher Charin, mengeratkan cengkeramannya dengan keras.

Napas Charin tiba-tiba tersengal, sementara wajahnya mulai memucat. Dia mengeluarkan suara rintihan tanpa terkendali, air mata pun mengalir memenuhi wajahnya.

Tepat ketika Charin mengira dia akan dicekik hingga mati oleh Adrian, pria itu tiba-tiba melepaskan tangannya.

Charin terjatuh ke lantai dengan lemas seperti ikan mati, lalu terbatuk dengan keras.

Dalam pandangannya yang kabur karena air mata, Charin melihat Adrian berjongkok. Suaranya dingin seperti pisau ketika berujar, "Aku akan membuat hidupmu lebih buruk dari kematian."

Pria itu mengulurkan tangan lagi ke arah Charin, tetapi jarinya terhenti sejenak. Kemudian, dengan gerakan cepat dia langsung menarik kerah baju Charin.

Kerah baju Charin langsung robek dengan suara keras, sementara suara marah pria itu pun terdengar.

"Apa yang sebenarnya terjadi?"

Di bawah bekas cekikan berbentuk telapak tangan, masih ada bekas luka berwarna hitam keunguan yang melintang di tenggorokan Charin, tampak sangat mengerikan.

Charin menelan rasa amis darah di tenggorokannya. Ketika teringat akan luka di lehernya, dia hampir gemetaran saat menutupinya.

Ini adalah hasil dari tinggal bertahun-tahun di rumah sakit jiwa.

Mereka menyebutnya dengan nama yang bagus, "terapi asfiksia". Hari demi hari, mereka mencekik dan menggantung leher Charin. Ketika Charin kehabisan napas, mereka berkata dengan kejam, "Ulangi kata-kataku. Charin adalah wanita jalang yang jahat. Dia sama sekali nggak pantas untuk Adrian!"

Charin menangis sambil mengulanginya berkali-kali, "Charin ... adalah wanita jalang yang jahat ...."

Dalam dua tahun pertama, Charin tidak pernah bersedia mengatakan kalimat terakhir meskipun dirinya mati. Dalam tiga tahun terakhir, dia akhirnya dengan kaku mengatakannya berkali-kali bahwa dia memang sudah tidak pantas untuk Adrian.

Tangan Adrian menyentuh bekas luka itu, sementara tubuh Charin gemetaran makin parah.

Wanita itu menangis, tetapi juga tertawa pada saat bersamaan.

"Apa kamu tahu? Di luar negeri, mereka selalu tertarik pada trik-trik yang nggak biasa," ujar Charin.

Di bawah tatapan marah Adrian, Charin tidak ragu sejenak pun sebelum berkata, "Aku cukup menyukai sensasi ini. Ini jauh lebih menyenangkan daripada ketika melakukannya bersamamu."

Adrian menarik Charin ke atas dengan kerah bajunya, lalu menyeretnya langsung ke ruang istirahat.

Kemudian, Charin langsung dilemparkan ke atas tempat tidur.

Aura tirani Adrian menekannya. Pria itu merobek pakaiannya hingga menjadi serpihan tanpa ampun.

Charin gemetaran, lalu berbisik untuk bertanya, "Apakah kamu nggak merasa bersalah pada Celine kalau melakukan ini?"

Adrian mencibir, "Kamu pikir kamu siapa? Celine sedang hamil, sementara kamu hanya alat pemuas nafsu saja."

Charin merasa seluruh tubuhnya membeku. Bekas cekikan di lehernya kembali digenggam oleh sebuah tangan. Suara Adrian terdengar rendah dan kejam.

"Charin, ini adalah pembalasan untukmu. Tinggal untuk membayar utang atau dibawa pergi oleh orang-orang itu, kamu pilih sendiri."

Kedua kata "hamil" dan "alat pemuas nafsu" ini berulang kali menghantam otaknya. Charin menutup mata dengan gemetaran. Dalam rasa sakit hati yang menyayat, dia menyerah untuk melawan.

Tidak ada ciuman, tidak ada pelukan, hanya ada balas dendam yang kasar dari pria itu. Charin hanyalah alat di mata pria itu. Dia dipaksa menanggung semuanya, bersama dengan interogasi tanpa henti yang kejam darinya.

"Apakah mereka juga mencekikmu seperti ini?"

Saat menjelang fajar Adrian baru meninggalkan tempat itu. Dia bahkan tidak melirik Charin yang berantakan, langsung berkata dengan nada dingin, "Bersihkan tempat ini sendiri. Nanti malam temani aku minum."

Setelah berkata demikian, pria itu menutup pintu, lalu pergi dengan dingin.

Charin tersadar dari pingsan, baru kemudian berlutut duduk di lantai dengan tubuh gemetaran. Dia perlahan-lahan membereskan kekacauan dan noda darah di lantai, menyeret dirinya untuk masuk ke kamar mandi.

Pakaian Charin robek, tetapi kain yang dipegangnya dengan erat di dadanya tetap utuh.

Karena Charin menolak melepaskan pegangannya, Adrian yang marah besar menyiksanya dengan lebih kejam lagi.

Charin perlahan mulai melepaskan kain itu. Akhirnya, apa yang dia perjuangkan dengan putus asa untuk disembunyikan terungkap.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Waktu adalah Maut   Bab 25

    Saat video diputar, hal pertama yang dilihat Adrian adalah wajah Charin yang sudah tidak dapat dikenali.Air mata Adrian langsung mulai mengalir. Dia mengulurkan tangannya yang gemetar untuk menyentuh Charin, tetapi terhalang oleh layar.Tubuh Charin terbaring diam di dalam sebuah alat khusus. Kabut obat yang tidak dikenal menyembur ke sekujur tubuh Charin dan melelehkan tubuh wanita itu ....Daging dan darah Charin menguap tanpa jejak. Semacam ramuan ditaburkan dan tulang-belulang Charin mulai hancur sebelum perlahan-lahan berubah menjadi genangan air.Suhu yang tinggi menguapkan air itu dan tidak meninggalkan apa pun.Video pun berhenti dan layar menjadi hitam. Mata Adrian terlihat begitu merah."Dia benar-benar ... nggak meninggalkan apa pun untukku ...."Suara Adrian terdengar seperti tangisan sekaligus tawa, begitu gila dan panik. Sekretaris itu pun segera melangkah maju dan berkata, "Pak Adrian ....""Aku turut berduka cita," kata si pria berkacamata dengan lembut.Adrian mendong

  • Waktu adalah Maut   Bab 24

    Mulut Celine dan Charles disumpal, lalu mereka diikat di ranjang rumah sakit dengan alat pengekang. Sorot tatapan mereka tampak sangat takut dan marah, tetapi makin mereka melawan, makin erat ikatan itu.Sorot tatapan Adrian sama sekali tidak terlihat berbelas kasihan. Dia berjalan tertatih kembali ke kasurnya menggunakan kruknya, lalu berbaring dan berkata dengan dingin, "Setrum."Si sekretaris yang menyusul tampak ragu-ragu dan enggan."Jangan begini, Pak Adrian .... Pak Adrian juga masih terluka."Adrian hanya mengulang dengan dingin, "Setrum."Intimidasi dalam diam ini membuat si sekretaris bergidik ketakutan. Dia akhirnya menggertakkan gigi dan menyambungkan alat setrum.Saat tombol ditekan, ketiga orang yang berada di atas ranjang rumah sakit langsung mengejang dengan kompak.Rasa sakit yang luar biasa menjalar ke sekujur tubuh. Adrian menggertakkan giginya, tetapi tetap saja terdengar erangan kesakitannya.Sakit, sakit sekali ....Charin juga merasa kesakitan seperti ini waktu i

  • Waktu adalah Maut   Bab 23

    Bunyi alarm mesin pun berbunyi dengan kencang, para dokter dan perawat bergegas masuk."Kondisi pasien memburuk! Cepat berikan pertolongan pertama!""Cepatlah!"Sekretaris itu didorong keluar pintu dan hanya bisa menatap pintu kamar rawat dengan tidak berdaya.Tepat pada saat itu, Arya melangkah mendekat dan bertanya dengan tegas, "Ada apa ini?"Setelah mendengar laporan dari bawahannya, ekspresinya pun berubah menjadi dingin. "Apa-apaan wanita itu! Kok bisa orang seperti itu belum dapat karma!"Sekretaris itu berdiri di samping, lalu menarik napas dalam-dalam dan berbalik menatap Arya."Pak Arya, ada kisah lama yang berhasil kutemukan kebenarannya. Kuharap Pak Arya mau mendengarnya."Sekretaris itu kembali menceritakan apa sebenarnya terjadi waktu itu secara mendetail. Ekspresi berubah dari terkejut menjadi marah, lalu menjadi termangu ....Arya yang semula garang pun mendadak tampak seperti menua 12 tahun. Dia mulai membungkuk, matanya memerah."Mira .... Mira ...."Arya tiba-tiba me

  • Waktu adalah Maut   Bab 22

    "Pip … pip … pip …."Terdengar bunyi yang sangat kencang di telinga. Saat siuman kembali, sekujur tubuh Adrian terasa nyeri seolah-olah semua tulangnya patah.Ada bau darah dalam mulut Adrian, setiap tarikan napasnya disertai rasa sakit yang menusuk.Suara terputus-putus terdengar di telinganya."Apa tanda-tanda vital pasien hari ini normal?""Normal, tapi kenapa pasien belum bangun juga? Pasien sudah nggak sadar selama tiga hari tiga malam, dia sudah dibantu dengan segala peralatan terbaik.""Katanya pasien tertabrak mobil dan langsung dilarikan ke ICU. Dia beberapa kali kritis dan nyaris meninggal ....""Ya ampun, padahal pasien masih sangat muda. Kurasa kaki kirinya nggak bisa diselamatkan ...."Adrian membuka matanya dengan linglung dan refleks mengerang saat melihat cahaya putih menyilaukan di atas kepalanya.Perawat yang berbicara segera melangkah maju. "Pak Adrian! Pak Adrian sudah siuman!""Cepat panggil pihak keluarganya!"Pikiran Adrian yang kacau berangsur-angsur menjadi jer

  • Waktu adalah Maut   Bab 21

    Kepala Adrian mulai merasa berputar, tetapi gema di telinganya masih terdengar jelas."Rumah sakit itu adalah investasi pribadiku. Di dalam sana ada lebih banyak hal daripada yang dapat terbayangkan.""Awalnya, dia cukup patuh. Aku menyetrumnya, mencekik dan menyiksanya sedemikian rupa. Hihihi, bahkan orang paling tangguh sekalipun pada akhirnya berlutut dan memohon belas kasihan.""Dia ternyata diam-diam menyembunyikan ponselnya dan mencoba meminta bantuan, tapi aku memergokinya dan membuang ponselnya itu.""Lalu, aku mengikat wanita nakal itu ke atas kasur setiap hari. Aku menyetrumnya kalau dia membantah, mencekiknya kalau dia berbuat salah dan mencambuknya kalau aku lagi nggak suka melihatnya!""Kalau kamu menonton video saat dia berlutut di atas lantai dan menangis, kamu juga pasti akan merasa puas. Hahaha ....""Lalu, tebak deh. Aku memergokinya menato namamu di tubuhnya! Berani sekali jalang satu itu menginginimu! Coba lihat foto ini, keterlaluan sekali!"Ponsel dibuka dan sebua

  • Waktu adalah Maut   Bab 20

    Mata Adrian merah karena marah. Akan tetapi, saat ini dia tidak ingin memedulikan tubuh Celine yang sedang tergeletak di tanah.Adrian harus menemukan Charin! Dia harus menanyakan dengan jelas, sebenarnya apa yang sedang terjadi!Keyakinan yang sebelumnya tertanam kuat akhirnya menjadi goyah. Adrian sudah terlambat untuk menyadari semuanya.Charin yang dicintainya ternyata bukanlah wanita yang sekejam itu ....Tangan Adrian gemetar saat mengeluarkan ponselnya. Dia ingin mencari Charin, tetapi kemudian menyadari bahwa dia tidak bisa menghubungi wanita itu. Karena itu, Adrian segera menelepon sekretaris Charin."Pak Adrian? Ada yang bisa aku ....""Di mana Charin?"Mendengar Adrian hampir naik pitam, tubuh sekretaris itu langsung menegang. Kulit kepalanya terasa kesemutan. Kemudian dia menyahut dengan nada panik, "Aku juga nggak tahu!"Adrian menarik napas dalam-dalam, menyadari bahwa dirinya sudah terlalu cemas. Dia segera menjawab dengan suara berat, "Sekarang juga, kerahkan semua kone

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status