Share

Bab 4

Author: Takasa
Lengan, bahu, serta punggung Charin dipenuhi dengan ukiran-ukiran tebal.

Ketika baru masuk rumah sakit jiwa, Charin pernah berdoa agar Adrian bisa menyelamatkannya. Setiap kali disiksa, dia berhasil bertahan dengan mengukir nama Adrian dan namanya sendiri sedikit demi sedikit dengan menggunakan kuku di tubuhnya.

Satu tahun, tiga tahun, lima tahun .... Namanya sendiri perlahan menghilang, hanya tersisa Adrian, Adrian, Adrian ....

Charin tidak lagi berharap mereka bisa bertemu. Hanya saja, Adrian sudah menjadi satu-satunya keyakinan yang menopang hidupnya.

Namun, sekarang ... keyakinannya runtuh. Charin sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi.

Charin akhirnya menangis tersedu-sedu di bawah guyuran air.

Malam harinya, meski tubuh Charin belum pulih, dia dipanggil untuk menyajikan minuman. Suara ejekan dan tawa tidak ada hentinya, sementara Charin hanya minum gelas demi gelas.

Di sisi lain, Celine dilindungi Adrian dengan baik dalam pelukannya, dirawat dengan suara lembut dan penuh perhatian.

Adrian berulang kali menyuruh Charin mengantarkan minuman dan barang-barang. Langkah Charin terhuyung, tetapi dia hanya bisa menahannya dengan menggertakkan gigi.

Akhirnya, setelah mengantar semua orang dalam pesta minum itu pergi, Charin muntah dengan hebat di taman bunga. Adrian berdiri di samping dengan wajah merendahkan, lalu melemparkan sejumlah uang dengan acuh tak acuh.

"Ambil dan bersihkan."

Charin menahan tangannya yang kejang, memungut upahnya sedikit demi sedikit tanpa mengatakan apa-apa.

Dia tidak boleh sampai ditangkap dan dibawa kembali ke tempat itu. Tempat itu terlalu kotor. Charin ingin menghilang dengan bersih, tanpa menyisakan serpihan tulang sedikit pun.

Pesta pertunangan Adrian dan Celine sudah dekat. Adrian menyerahkan semua persiapan awal pada Charin.

"Celine menyukai kalung di pelelangan itu. Beli kalung itu, nggak peduli berapa pun harganya."

"Celine nggak menyukai dekorasi tempat ini, atur ulang semuanya. Celine ingin mengadakannya di kapal pesiar mewah."

"Celine menyukai mawar Juliet, kirimkan yang paling segar dengan pesawat, lalu penuhi setiap sudutnya. Minuman dan makanan di hari itu harus kesukaan Celine semua."

Setiap hari, Charin sangat sibuk. Di siang hari dia harus memenuhi berbagai permintaan Adrian dan Celine, sementara di malam hari dia harus menjadi alat pemuas nafsu Adrian. Setiap kali terbangun di pagi hari, Charin harus berjuang lama hanya untuk bisa bangun dari tempat tidur.

Pesta pertunangan dipersiapkan sepenuhnya oleh Charin, tetapi yang berdiri di panggung hari itu bukanlah dirinya.

Celine muncul dengan menggandeng tangan Adrian, membuat semua mata tertuju pada mereka berdua.

Berbagai pujian terus terdengar di telinga Charin. Dia bersandar di sudut ruangan, tidak ada secercah cahaya pun yang menyinarinya. Terlalu lelah karena bekerja tanpa henti, Charin tanpa sadar memejamkan mata.

Dia bermimpi tentang saat dirinya dan Adrian bertunangan.

Pria itu memiliki sepasang mata yang penuh kasih. Ketika melihatnya, pria itu seolah ingin menariknya. Adrian perlahan memasangkan cincin di jari Charin.

"Sudah terikat. Mulai sekarang kamu adalah milikku. Kecuali aku mati, kita nggak akan pernah berpisah selamanya," ucap pria itu.

Di telinga terdengar ucapan selamat dari semua orang, mendoakan pernikahan yang bahagia untuk mereka.

Dalam mimpi seharusnya Charin tersenyum bahagia, tetapi kenyataannya wajahnya penuh dengan air mata.

Bagaimana manusia bisa dibandingkan dengan alam semesta? Charin sudah sekarat. Kesempatan untuk berdiri berdampingan seperti ini tak akan pernah mereka miliki lagi.

Ketika Charin terbangun lagi, Celine sudah duduk di hadapannya.

"Charin, lama nggak bertemu." Celine memegang gelas anggur di tangannya, sementara pandangannya tampak merendah. "Aku benar-benar nggak mengerti. Kamu sekarang menangis tersedu di sini, jadi kenapa dulu kamu melakukan hal seperti itu?"

Charin menghapus air mata yang keluar dari mimpinya dengan panik.

Pandangan Celine membuat tangannya mulai gemetaran tanpa terkontrol lagi. Bayangan penindasan di masa lalu tidak pernah benar-benar menghilang.

"Kamu juga nggak menyangka, 'kan? Dulu Adrian membalaskan dendam untukmu, tapi sekarang dia malah mencintaiku." Pandangan Celine tampak dingin. "Bagaimana mungkin dia akan mencintai orang yang lemah dan membosankan sepertimu? Untung saja kamu mencari kematianmu sendiri."

Charin menundukkan kepalanya, tangan kirinya menekan keras tangan kanannya, lalu dia berkata dengan suara serak, "Aku nggak akan ... mengganggu kalian."

"Heh, kalau nggak ingin mengganggu, untuk apa kamu kembali?" balas Celine.

Sambil berkata demikian, Celine menuangkan semua anggur merah di tangannya ke gaunnya sendiri.

Ekspresi Celine tiba-tiba menjadi panik, lalu dia berteriak, "Charin!"
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Waktu adalah Maut   Bab 25

    Saat video diputar, hal pertama yang dilihat Adrian adalah wajah Charin yang sudah tidak dapat dikenali.Air mata Adrian langsung mulai mengalir. Dia mengulurkan tangannya yang gemetar untuk menyentuh Charin, tetapi terhalang oleh layar.Tubuh Charin terbaring diam di dalam sebuah alat khusus. Kabut obat yang tidak dikenal menyembur ke sekujur tubuh Charin dan melelehkan tubuh wanita itu ....Daging dan darah Charin menguap tanpa jejak. Semacam ramuan ditaburkan dan tulang-belulang Charin mulai hancur sebelum perlahan-lahan berubah menjadi genangan air.Suhu yang tinggi menguapkan air itu dan tidak meninggalkan apa pun.Video pun berhenti dan layar menjadi hitam. Mata Adrian terlihat begitu merah."Dia benar-benar ... nggak meninggalkan apa pun untukku ...."Suara Adrian terdengar seperti tangisan sekaligus tawa, begitu gila dan panik. Sekretaris itu pun segera melangkah maju dan berkata, "Pak Adrian ....""Aku turut berduka cita," kata si pria berkacamata dengan lembut.Adrian mendong

  • Waktu adalah Maut   Bab 24

    Mulut Celine dan Charles disumpal, lalu mereka diikat di ranjang rumah sakit dengan alat pengekang. Sorot tatapan mereka tampak sangat takut dan marah, tetapi makin mereka melawan, makin erat ikatan itu.Sorot tatapan Adrian sama sekali tidak terlihat berbelas kasihan. Dia berjalan tertatih kembali ke kasurnya menggunakan kruknya, lalu berbaring dan berkata dengan dingin, "Setrum."Si sekretaris yang menyusul tampak ragu-ragu dan enggan."Jangan begini, Pak Adrian .... Pak Adrian juga masih terluka."Adrian hanya mengulang dengan dingin, "Setrum."Intimidasi dalam diam ini membuat si sekretaris bergidik ketakutan. Dia akhirnya menggertakkan gigi dan menyambungkan alat setrum.Saat tombol ditekan, ketiga orang yang berada di atas ranjang rumah sakit langsung mengejang dengan kompak.Rasa sakit yang luar biasa menjalar ke sekujur tubuh. Adrian menggertakkan giginya, tetapi tetap saja terdengar erangan kesakitannya.Sakit, sakit sekali ....Charin juga merasa kesakitan seperti ini waktu i

  • Waktu adalah Maut   Bab 23

    Bunyi alarm mesin pun berbunyi dengan kencang, para dokter dan perawat bergegas masuk."Kondisi pasien memburuk! Cepat berikan pertolongan pertama!""Cepatlah!"Sekretaris itu didorong keluar pintu dan hanya bisa menatap pintu kamar rawat dengan tidak berdaya.Tepat pada saat itu, Arya melangkah mendekat dan bertanya dengan tegas, "Ada apa ini?"Setelah mendengar laporan dari bawahannya, ekspresinya pun berubah menjadi dingin. "Apa-apaan wanita itu! Kok bisa orang seperti itu belum dapat karma!"Sekretaris itu berdiri di samping, lalu menarik napas dalam-dalam dan berbalik menatap Arya."Pak Arya, ada kisah lama yang berhasil kutemukan kebenarannya. Kuharap Pak Arya mau mendengarnya."Sekretaris itu kembali menceritakan apa sebenarnya terjadi waktu itu secara mendetail. Ekspresi berubah dari terkejut menjadi marah, lalu menjadi termangu ....Arya yang semula garang pun mendadak tampak seperti menua 12 tahun. Dia mulai membungkuk, matanya memerah."Mira .... Mira ...."Arya tiba-tiba me

  • Waktu adalah Maut   Bab 22

    "Pip … pip … pip …."Terdengar bunyi yang sangat kencang di telinga. Saat siuman kembali, sekujur tubuh Adrian terasa nyeri seolah-olah semua tulangnya patah.Ada bau darah dalam mulut Adrian, setiap tarikan napasnya disertai rasa sakit yang menusuk.Suara terputus-putus terdengar di telinganya."Apa tanda-tanda vital pasien hari ini normal?""Normal, tapi kenapa pasien belum bangun juga? Pasien sudah nggak sadar selama tiga hari tiga malam, dia sudah dibantu dengan segala peralatan terbaik.""Katanya pasien tertabrak mobil dan langsung dilarikan ke ICU. Dia beberapa kali kritis dan nyaris meninggal ....""Ya ampun, padahal pasien masih sangat muda. Kurasa kaki kirinya nggak bisa diselamatkan ...."Adrian membuka matanya dengan linglung dan refleks mengerang saat melihat cahaya putih menyilaukan di atas kepalanya.Perawat yang berbicara segera melangkah maju. "Pak Adrian! Pak Adrian sudah siuman!""Cepat panggil pihak keluarganya!"Pikiran Adrian yang kacau berangsur-angsur menjadi jer

  • Waktu adalah Maut   Bab 21

    Kepala Adrian mulai merasa berputar, tetapi gema di telinganya masih terdengar jelas."Rumah sakit itu adalah investasi pribadiku. Di dalam sana ada lebih banyak hal daripada yang dapat terbayangkan.""Awalnya, dia cukup patuh. Aku menyetrumnya, mencekik dan menyiksanya sedemikian rupa. Hihihi, bahkan orang paling tangguh sekalipun pada akhirnya berlutut dan memohon belas kasihan.""Dia ternyata diam-diam menyembunyikan ponselnya dan mencoba meminta bantuan, tapi aku memergokinya dan membuang ponselnya itu.""Lalu, aku mengikat wanita nakal itu ke atas kasur setiap hari. Aku menyetrumnya kalau dia membantah, mencekiknya kalau dia berbuat salah dan mencambuknya kalau aku lagi nggak suka melihatnya!""Kalau kamu menonton video saat dia berlutut di atas lantai dan menangis, kamu juga pasti akan merasa puas. Hahaha ....""Lalu, tebak deh. Aku memergokinya menato namamu di tubuhnya! Berani sekali jalang satu itu menginginimu! Coba lihat foto ini, keterlaluan sekali!"Ponsel dibuka dan sebua

  • Waktu adalah Maut   Bab 20

    Mata Adrian merah karena marah. Akan tetapi, saat ini dia tidak ingin memedulikan tubuh Celine yang sedang tergeletak di tanah.Adrian harus menemukan Charin! Dia harus menanyakan dengan jelas, sebenarnya apa yang sedang terjadi!Keyakinan yang sebelumnya tertanam kuat akhirnya menjadi goyah. Adrian sudah terlambat untuk menyadari semuanya.Charin yang dicintainya ternyata bukanlah wanita yang sekejam itu ....Tangan Adrian gemetar saat mengeluarkan ponselnya. Dia ingin mencari Charin, tetapi kemudian menyadari bahwa dia tidak bisa menghubungi wanita itu. Karena itu, Adrian segera menelepon sekretaris Charin."Pak Adrian? Ada yang bisa aku ....""Di mana Charin?"Mendengar Adrian hampir naik pitam, tubuh sekretaris itu langsung menegang. Kulit kepalanya terasa kesemutan. Kemudian dia menyahut dengan nada panik, "Aku juga nggak tahu!"Adrian menarik napas dalam-dalam, menyadari bahwa dirinya sudah terlalu cemas. Dia segera menjawab dengan suara berat, "Sekarang juga, kerahkan semua kone

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status