Share

Bab 5

Author: Takasa
"Charin, apa yang kamu lakukan?" tegur Adrian.

Suara Adrian yang penuh amarah terdengar dari belakang. Dia melangkah cepat mendekat, memelototi Charin dengan marah sambil membentaknya, "Kenapa kamu harus menyulitkan Celine?"

Reaksi pertama Charin justru ingin tertawa. Dia berpikir dalam hati, sejak kapan dia pernah menyulitkan orang lain? Bukankah selalu Celine yang menindasnya?

Namun, ketika Charin mendongak dan menatap mata Adrian yang dipenuhi murka, dia seolah melihat perasaan berharap di balik matanya.

Apa yang sebenarnya Adrian harapkan? Apakah dia sedang cemburu?

Charin menunduk, menyembunyikan tangan yang gemetar tak terkendali di balik punggungnya, lalu berkata dengan tenang, "Dia mengusir pria yang mencoba mendekatiku, kenapa aku nggak boleh menyulitkannya?"

Cahaya di mata Adrian padam seketika, tatapannya berubah menjadi dingin.

"Kalau begitu, kamu harus menanggung akibatnya," ujar Adrian.

Atas perintah Adrian, seorang pelayan membawa beberapa gelas penuh berisi anggur. Charin langsung mengerti maksudnya. Dia mengepalkan jarinya erat-erat, lalu melangkah maju, mengambil salah satu gelas, dan tanpa ragu menuangkan isinya ke atas kepalanya sendiri.

"Lanjutkan," ucap Adrian dengan dingin.

Gelas demi gelas Charin tuangkan ke atas kepalanya. Anggur mengalir menuruni wajah dan rambutnya, hingga menetes ke lantai. Banyak orang di sekitar mulai menertawakannya.

"Itu Charin, 'kan? Wanita kejam itu memang pantas dipermalukan!"

"Padahal dulu Adrian begitu menyayanginya. Semua ini akibat perbuatannya sendiri."

Tubuh Charin basah kuyup dan mulai gemetar tak terkendali.

Adrian sudah memalingkan wajah, lalu menggandeng Celine pergi. Sebelum pergi, dia meninggalkan perintah, "Awasi dia. Biarkan dia berdiri selama sepuluh jam penuh."

Charin berdiri di sana dengan tubuh dilumuri anggur yang lengket, dan diperlakukan seperti monyet untuk ditonton orang banyak.

Hingga malam larut barulah dia diizinkan pergi.

Charin melewati dek kapal dengan langkah terhuyung-huyung. Dia kemudian bertemu dengan Adrian yang baru saja kembali dalam keadaan mabuk.

Charin hendak menghindar, tetapi tiba-tiba dia mendengar suara tubuh Adrian terjatuh, lalu hening sesaat. Sebab khawatir, Charin pun menoleh untuk memeriksa kondisinya.

Seperti yang dia duga, Adrian terkulai di depan pintu kamar dengan wajah yang sangat merah.

Dia demam.

Hati Charin langsung cemas. Dia bersusah payah menyeret Adrian masuk ke kamar, kemudian menuangkan air untuknya, mengelap wajahnya, dan merapikannya sebaik mungkin. Saat Charin hendak mencari dokter, ujung pakaiannya tiba-tiba ditarik erat oleh Adrian.

"Jangan … pergi …" gumam Adrian.

Jantung Charin berdetak kuat. Pada akhirnya, dia tetap tinggal.

Sepanjang malam, dia berulang kali mengganti kain di dahi Adrian dan tidak tidur sama sekali. Terkadang Adrian bangun, lalu tertidur lagi. Hingga subuh tiba, barulah demamnya perlahan mereda.

Charin sendiri hampir pingsan karena lelah. Tepat pada saat itu, pintu tiba-tiba diketuk oleh Celine.

Ekspresinya berubah melihat Charin berada di dalam. Namun, Charin hanya menyerahkan kain di tangannya, kemudian berkata dengan suara serak, "Kalau dia bangun, bilang saja kamu yang menjaganya semalaman."

Setelah mengatakan itu, Charin pun pergi dengan terhuyung-huyung. Sebelum dia melangkah jauh, pandangannya mendadak gelap. Dia terjatuh pingsan di lantai.

Kapal pesiar akan berlayar selama tujuh hari. Hari itu, Charin menemukan dirinya masih di dek setelah sadar dari pingsan. Dia kemudian berjalan kembali ke kamar dengan tubuh yang demam tinggi.

Charin mengalami demam selama tiga hari. Untungnya, Adrian pernah mencarinya selama itu.

Dokter di kapal datang meresepkan obat untuk Charin. Ketika Charin baru saja mengucapkan terima kasih, pintu kamar tiba-tiba didobrak dengan kuat oleh Adrian.

Adrian masuk dengan langkah lebar dan berhenti di depan Charin. Melihat kondisi Charin yang lemah, keningnya mengerut erat.

"Kamu kenapa?" tanya Adrian.

Charin menjawab sambil mengepalkan jari, "Cuma demam."

Adrian menggenggam pergelangan tangan Charin dengan erat, lalu bertanya dengan suara berat. Namun, jika didengar dengan saksama, suaranya sedikit gemetar.

"Apa … kamu yang merawatku malam itu?" tanya Adrian.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Waktu adalah Maut   Bab 25

    Saat video diputar, hal pertama yang dilihat Adrian adalah wajah Charin yang sudah tidak dapat dikenali.Air mata Adrian langsung mulai mengalir. Dia mengulurkan tangannya yang gemetar untuk menyentuh Charin, tetapi terhalang oleh layar.Tubuh Charin terbaring diam di dalam sebuah alat khusus. Kabut obat yang tidak dikenal menyembur ke sekujur tubuh Charin dan melelehkan tubuh wanita itu ....Daging dan darah Charin menguap tanpa jejak. Semacam ramuan ditaburkan dan tulang-belulang Charin mulai hancur sebelum perlahan-lahan berubah menjadi genangan air.Suhu yang tinggi menguapkan air itu dan tidak meninggalkan apa pun.Video pun berhenti dan layar menjadi hitam. Mata Adrian terlihat begitu merah."Dia benar-benar ... nggak meninggalkan apa pun untukku ...."Suara Adrian terdengar seperti tangisan sekaligus tawa, begitu gila dan panik. Sekretaris itu pun segera melangkah maju dan berkata, "Pak Adrian ....""Aku turut berduka cita," kata si pria berkacamata dengan lembut.Adrian mendong

  • Waktu adalah Maut   Bab 24

    Mulut Celine dan Charles disumpal, lalu mereka diikat di ranjang rumah sakit dengan alat pengekang. Sorot tatapan mereka tampak sangat takut dan marah, tetapi makin mereka melawan, makin erat ikatan itu.Sorot tatapan Adrian sama sekali tidak terlihat berbelas kasihan. Dia berjalan tertatih kembali ke kasurnya menggunakan kruknya, lalu berbaring dan berkata dengan dingin, "Setrum."Si sekretaris yang menyusul tampak ragu-ragu dan enggan."Jangan begini, Pak Adrian .... Pak Adrian juga masih terluka."Adrian hanya mengulang dengan dingin, "Setrum."Intimidasi dalam diam ini membuat si sekretaris bergidik ketakutan. Dia akhirnya menggertakkan gigi dan menyambungkan alat setrum.Saat tombol ditekan, ketiga orang yang berada di atas ranjang rumah sakit langsung mengejang dengan kompak.Rasa sakit yang luar biasa menjalar ke sekujur tubuh. Adrian menggertakkan giginya, tetapi tetap saja terdengar erangan kesakitannya.Sakit, sakit sekali ....Charin juga merasa kesakitan seperti ini waktu i

  • Waktu adalah Maut   Bab 23

    Bunyi alarm mesin pun berbunyi dengan kencang, para dokter dan perawat bergegas masuk."Kondisi pasien memburuk! Cepat berikan pertolongan pertama!""Cepatlah!"Sekretaris itu didorong keluar pintu dan hanya bisa menatap pintu kamar rawat dengan tidak berdaya.Tepat pada saat itu, Arya melangkah mendekat dan bertanya dengan tegas, "Ada apa ini?"Setelah mendengar laporan dari bawahannya, ekspresinya pun berubah menjadi dingin. "Apa-apaan wanita itu! Kok bisa orang seperti itu belum dapat karma!"Sekretaris itu berdiri di samping, lalu menarik napas dalam-dalam dan berbalik menatap Arya."Pak Arya, ada kisah lama yang berhasil kutemukan kebenarannya. Kuharap Pak Arya mau mendengarnya."Sekretaris itu kembali menceritakan apa sebenarnya terjadi waktu itu secara mendetail. Ekspresi berubah dari terkejut menjadi marah, lalu menjadi termangu ....Arya yang semula garang pun mendadak tampak seperti menua 12 tahun. Dia mulai membungkuk, matanya memerah."Mira .... Mira ...."Arya tiba-tiba me

  • Waktu adalah Maut   Bab 22

    "Pip … pip … pip …."Terdengar bunyi yang sangat kencang di telinga. Saat siuman kembali, sekujur tubuh Adrian terasa nyeri seolah-olah semua tulangnya patah.Ada bau darah dalam mulut Adrian, setiap tarikan napasnya disertai rasa sakit yang menusuk.Suara terputus-putus terdengar di telinganya."Apa tanda-tanda vital pasien hari ini normal?""Normal, tapi kenapa pasien belum bangun juga? Pasien sudah nggak sadar selama tiga hari tiga malam, dia sudah dibantu dengan segala peralatan terbaik.""Katanya pasien tertabrak mobil dan langsung dilarikan ke ICU. Dia beberapa kali kritis dan nyaris meninggal ....""Ya ampun, padahal pasien masih sangat muda. Kurasa kaki kirinya nggak bisa diselamatkan ...."Adrian membuka matanya dengan linglung dan refleks mengerang saat melihat cahaya putih menyilaukan di atas kepalanya.Perawat yang berbicara segera melangkah maju. "Pak Adrian! Pak Adrian sudah siuman!""Cepat panggil pihak keluarganya!"Pikiran Adrian yang kacau berangsur-angsur menjadi jer

  • Waktu adalah Maut   Bab 21

    Kepala Adrian mulai merasa berputar, tetapi gema di telinganya masih terdengar jelas."Rumah sakit itu adalah investasi pribadiku. Di dalam sana ada lebih banyak hal daripada yang dapat terbayangkan.""Awalnya, dia cukup patuh. Aku menyetrumnya, mencekik dan menyiksanya sedemikian rupa. Hihihi, bahkan orang paling tangguh sekalipun pada akhirnya berlutut dan memohon belas kasihan.""Dia ternyata diam-diam menyembunyikan ponselnya dan mencoba meminta bantuan, tapi aku memergokinya dan membuang ponselnya itu.""Lalu, aku mengikat wanita nakal itu ke atas kasur setiap hari. Aku menyetrumnya kalau dia membantah, mencekiknya kalau dia berbuat salah dan mencambuknya kalau aku lagi nggak suka melihatnya!""Kalau kamu menonton video saat dia berlutut di atas lantai dan menangis, kamu juga pasti akan merasa puas. Hahaha ....""Lalu, tebak deh. Aku memergokinya menato namamu di tubuhnya! Berani sekali jalang satu itu menginginimu! Coba lihat foto ini, keterlaluan sekali!"Ponsel dibuka dan sebua

  • Waktu adalah Maut   Bab 20

    Mata Adrian merah karena marah. Akan tetapi, saat ini dia tidak ingin memedulikan tubuh Celine yang sedang tergeletak di tanah.Adrian harus menemukan Charin! Dia harus menanyakan dengan jelas, sebenarnya apa yang sedang terjadi!Keyakinan yang sebelumnya tertanam kuat akhirnya menjadi goyah. Adrian sudah terlambat untuk menyadari semuanya.Charin yang dicintainya ternyata bukanlah wanita yang sekejam itu ....Tangan Adrian gemetar saat mengeluarkan ponselnya. Dia ingin mencari Charin, tetapi kemudian menyadari bahwa dia tidak bisa menghubungi wanita itu. Karena itu, Adrian segera menelepon sekretaris Charin."Pak Adrian? Ada yang bisa aku ....""Di mana Charin?"Mendengar Adrian hampir naik pitam, tubuh sekretaris itu langsung menegang. Kulit kepalanya terasa kesemutan. Kemudian dia menyahut dengan nada panik, "Aku juga nggak tahu!"Adrian menarik napas dalam-dalam, menyadari bahwa dirinya sudah terlalu cemas. Dia segera menjawab dengan suara berat, "Sekarang juga, kerahkan semua kone

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status