Home / Romansa / Wanita Pemuas Sang CEO / Bab 1 - Hampir Terjebak

Share

Wanita Pemuas Sang CEO
Wanita Pemuas Sang CEO
Author: Fantazia

Bab 1 - Hampir Terjebak

Author: Fantazia
last update Last Updated: 2025-04-15 10:27:38

Plak!

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Aurora, memaksa kepala wanita muda itu menoleh ke samping. Rasa panas segera menjalar di kulitnya, membuat matanya berkaca-kaca, tetapi dia menahan air matanya dengan segenap kekuatan.

“Katakan sekali lagi!” seru seorang wanita bergaya edgy dengan riasan tebal—Emily Lorenz, suaranya tajam mengiris udara sore di dalam mansion megah itu. “Aku wanita yang merebut Ayahmu?! Hah?!”

Aurora menahan napas, lidahnya hampir kelu. Tapi rasa sakit di pipinya kalah dibandingkan luka di hatinya. Ia mengangkat wajahnya, menatap Emily dengan mata penuh dendam.

“Ya!” suaranya bergetar namun lantang. “Kau hanya selingkuhan Ayahku! Tapi kau mendapatkan segalanya! Aku... aku hanya minta sedikit bagianku... untuk operasi Ibuku!”

Emily menghela napas panjang dengan ekspresi jijik. Ia berbalik sambil mengisap rokok di jemarinya, kemudian meniupkan asap ke langit-langit, seperti merendahkan Aurora hanya dengan keberadaannya.

“Bahkan ibumu,” Emily menyeringai, “tidak berhak atas harta peninggalan mendiang Ayahmu, Aurora.”

Perkataan itu menghantam Aurora lebih keras daripada tamparan sebelumnya. Dunianya terasa runtuh. Segala harapan, segala rasa hormat yang tersisa, sirna. Dengan langkah berat dan harga diri yang remuk, Aurora berlutut di hadapan wanita itu.

“Emily, aku mohon...” suaranya pecah menjadi isakan. “Ibuku butuh dioperasi. Dia satu-satunya yang aku punya.”

Emily menatapnya sekilas, dingin seperti batu. Dengan gerakan malas, ia menarik dompetnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang, lalu melemparkannya ke lantai di depan Aurora, seakan-akan melemparkan sampah.

“Itu cukup untuk ongkos taksi,” katanya, nadanya mengejek. “Sekarang enyah! Sebelum suamiku melihatmu.”

Rasa malu dan marah bercampur di dada Aurora. Tangannya gemetar saat ia memungut lembaran uang yang berserakan. Tapi kemudian, dengan keberanian terakhir yang masih tersisa, Aurora melemparkan uang itu ke wajah Emily.

“Aku bersumpah,” katanya parau, “aku akan membalas semua perbuatanmu, Emily!”

Wajah Emily memerah karena amarah. Ia hendak menampar lagi, namun Aurora dengan cepat menepis tangannya dan berbalik meninggalkannya tanpa menoleh.

Setiap langkah Aurora keluar dari mansion itu terasa seperti pisau yang menusuk hatinya. Rumah yang dulunya penuh tawa bersama sang Ibu, kini menjadi istana untuk wanita yang merebut segalanya.

Saat berjalan melewati gerbang utama, matanya tanpa sengaja menangkap sosok pria tampan dengan kacamata hitam turun dari mobil hitam mewah. Pria itu melirik sekilas ke arahnya, tatapan dalam yang membuat Aurora terdiam beberapa detik.

Aurora merasa pernah melihat wajah itu... di surat kabar, mungkin, atau di berita TV?

Namun kesedihan yang mendera pikirannya membuat ia mengabaikan rasa penasaran itu. Ia harus segera mencari cara untuk biaya operasi ibunya.

Beberapa jam kemudian, di tengah malam Manhattan yang dingin.

Aurora duduk sendirian di sudut bar mewah, Velvet Haze, terbenam dalam dentuman musik pelan dan lampu temaram. Gelas-gelas kosong berjejer di depannya, saksi bisu keputusasaan yang menelannya.

Seketika dunia terasa begitu asing, begitu kejam.

Ia meneguk lagi minumannya, berharap mabuk bisa menghapus rasa sakit yang menggerogoti jiwanya.

“Apa gunanya bertahan?” gumamnya lirih.

Pintu pertahanannya hampir runtuh. Ibunya bisa saja pergi kapan saja jika operasi tidak segera dilakukan. Tapi bagaimana ia bisa mendapatkan uang sebanyak itu? Ia bukan siapa-siapa di kota ini.

Saat pikirannya melayang jauh, seorang pria asing mendekat. Usianya sekitar awal lima puluhan, dengan senyum manis yang terlihat dipaksakan. Ia menyodorkan segelas wine merah ke hadapan Aurora.

“Untuk gadis secantik kau... jangan pernah minum sendirian,” katanya sambil mengedipkan mata.

Aurora menatapnya sekilas, samar. Pikirannya sudah kabur. Ia mengangkat gelas itu dan meneguk isinya hingga habis tanpa berpikir dua kali.

Pria tua itu tersenyum licik, memperhatikan Aurora yang mulai kehilangan kendali atas tubuhnya.

Beberapa menit berlalu. Aurora merasakan panas aneh menjalar di tubuhnya, kepalanya berputar, dan pernapasannya menjadi berat. Ia ingin berdiri, tapi lututnya lemas. Pria itu dengan cepat merangkulnya, memanfaatkan kondisi Aurora.

“Hei... jangan sentuh aku...” bisik Aurora dengan lemah, mencoba mendorong pria itu. Namun tubuhnya terlalu lemah.

Pria itu malah tertawa kecil, menggeser tangan Aurora ke pinggangnya. “Santai saja, Baby... malam ini kau milikku.”

“Lepaskan tangan kotormu itu!” teriak Aurora.

Namun pria itu tak mengindahkan perkataannya, dia malah semakin merapatkan tubuhnya pada Aurora.

Aurora menggeliat, mencoba melepaskan diri dari cengkeraman pria itu dengan sisa tenaga, sebelum akhirnya mendorong pria tua itu dengan kekuatan terakhir dan berlari keluar dari bar, menembus udara malam Manhattan yang dingin.

Di jalanan sepi, hanya lampu neon yang menemani. Aurora berlari sempoyongan, sementara pria itu mengejarnya.

“Berhenti, cantik!” teriak pria itu dari belakang.

Aurora hampir jatuh beberapa kali. Nafasnya memburu. Dunia di sekelilingnya berputar cepat. Efek alkohol dan obat dalam minuman itu benar-benar menghancurkannya.

Saat sampai di depan sebuah minimarket kecil, pria itu akhirnya berhasil meraih lengannya. Aurora menjerit, berusaha melepaskan diri.

“Tolong!” jeritnya putus asa.

Tapi tak ada yang peduli. Manhattan bukan tempat bagi mereka yang lemah.

Pria tua itu menyeringai, menarik Aurora lebih erat ke tubuhnya. Tangannya meraba tanpa malu.

Namun tiba-tiba—

Bug!

Sebuah pukulan keras mendarat di wajah pria itu, membuatnya jatuh terjengkang dan melepaskan Aurora.

Aurora tersungkur ke trotoar, tubuhnya bergetar hebat.

Pria tua itu sempat ingin melawan, tapi melihat sosok baru yang menjulang di hadapannya—tinggi, dingin, dan memancarkan aura berbahaya—dia memilih kabur ketakutan meninggalkan Aurora di sana.

Sosok itu menunduk, memperhatikan Aurora yang terisak pelan. Aurora mendongakkan kepalanya. Ia mengernyitkan kening. “Kau ...”

Pria itu... wajahnya tampak tak asing. Ada sesuatu yang familiar.

Pria berwajah datar itu hendak pergi, membiarkan Aurora di situ.

Namun, tiba-tiba Aurora meraih tangan jasnya dengan sisa kekuatan. “Tolong... jangan tinggalkan aku...” lirihnya.

Pria itu terdiam menatap Aurora.

“Aku mohon...” Aurora memberanikan diri menggenggam tangan pria itu. Rasanya dingin.

Pria itu menatap tangannya sendiri, lalu menghela napas dalam-dalam. Ia membungkuk, mengangkat Aurora dengan hati-hati ke dalam pelukannya, membawanya ke mobil hitam mengkilap yang terparkir di dekat situ.

Di dalam mobil, Aurora meringkuk di kursi belakang, bergumam tak jelas. Sesekali dia meracau, sesekali tertawa kecil tanpa alasan.

“Alamatmu?” tanya pria itu, suaranya berat dan dalam.

Namun Aurora malah memajukan tubuhnya, mendekat ke kursi depan. Ia meniupkan napas panas ke leher pria itu, membuat tubuh pria itu menegang seketika.

“Aku... mau lupakan semuanya malam ini... Bawa aku ke mana saja, Tuan...” bisik Aurora dengan suara serak.

Pria itu melirik ke belakang, menatap mata Aurora, matanya berbahaya. Ia hampir kehilangan kendali. Tapi ia masih bertahan.

Namun Aurora tidak berhenti. Ia melompat ke kursi kosong di depan, kemudian meraih dasi pria itu, menariknya mendekat hingga wajah mereka hanya berjarak beberapa senti.

“Tolong... aku mau melupakan semuanya... malam ini saja...” isaknya. Efek dari obat perangsang itu membuatnya menginginkan sentuhan dari seorang pria.

Pria itu memejamkan mata, bergumul dalam dirinya sendiri. Hingga akhirnya ia mendesah pelan dan melajukan mobilnya, menuju hotel paling mewah di Manhattan.

“Kau yang memintanya, Nona,” bisik pria itu sembari menyeringai membawa Aurora masuk

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Wanita Pemuas Sang CEO   Bab 2 - Malam Panas (18+)

    Di lantai tertinggi sebuah hotel mewah yang menghadap gemerlap Broadway, malam membeku dalam keabadian sunyi. Aurora terhuyung, napasnya berat, kulitnya seolah membara di bawah balutan kemeja tipis yang kini terasa terlalu panas. Matanya, setengah terpejam karena efek wine dan obat perangsang yang diminumnya. Seorang pria bertubuh tinggi, berjas gelap sempurna, dengan aura yang menggetarkan, menggendong tubuh mungil itu dalam pelukannya. Langkahnya mantap saat ia membaringkan Aurora di atas ranjang berseprai putih bersih, beraroma segar lavender dan kekayaan. Pria itu menatapnya sejenak, seolah ragu. Ia bukan pria yang bisa tidur dengan sembarang wanita. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk pergi dari sana. Namun sebelum sempat menjauh, tangan mungil Aurora—gemetar, lemah, tapi penuh keputusasaan—meraih dasinya. Ia menariknya ke arah wajahnya, menghapus jarak di antara mereka hingga wajah mereka hanya tinggal beberapa senti. Mata mereka bertemu. Aurora bisa melihat dirinya sendir

    Last Updated : 2025-04-15
  • Wanita Pemuas Sang CEO   Bab 3 - Pertemuan Kedua

    Aurora berdiri terpaku di depan kamar rawat inap. Napasnya terasa berat, seolah ada batu besar yang menghimpit dadanya. Dengan tangan gemetar, ia mendorong pintu dan melangkah masuk. Di atas ranjang rumah sakit yang serba putih itu, sosok Ibunya tampak jauh lebih kecil dan rapuh dibandingkan yang ia ingat. Selang infus menempel di tangan kurus itu, dan wajahnya yang pucat membuat Aurora merasa seolah dunia di sekitarnya runtuh perlahan. “Ibu...” bisik Aurora, suaranya bergetar. Sekuat tenaga ia menahan air mata yang hampir keluar. Sang Ibu membuka matanya perlahan, tersenyum lemah. “Aurora... kamu datang...” Aurora menggenggam tangan ibunya, membiarkan air mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya jatuh juga. “Ibu... jangan khawatir soal biaya, ya. Aku... aku akan segera mendapatkannya,” katanya dengan suara parau, berusaha terdengar kuat walau hatinya remuk. Namun sang Ibu hanya menggeleng pelan, air mata menggenang di sudut matanya. “Nak... Ibu tidak mau jadi beban ka

    Last Updated : 2025-04-15
  • Wanita Pemuas Sang CEO   Bab 4 - Godaan Dahsyat

    Leonhart D’Amico.Pria itu mengenakan setelan abu-abu gelap, dasinya hitam polos, rambut hitamnya disisir rapi ke belakang, membingkai wajah yang begitu tampan namun dingin. Mata kelamnya mengangkat dari dokumen di tangannya dan bertemu langsung dengan mata Aurora.Untuk sesaat, dunia seolah membeku.Mata itu... mata yang sama yang menatapnya dalam kegelapan malam itu.Aurora bisa melihat kilatan keterkejutan di sorot mata pria itu. Sangat cepat, sangat samar, tapi nyata. Sebuah kerutan kecil muncul di antara alis Leonhart sebelum ia menghilangkannya secepat kilat, kembali ke ekspresi datar dan dingin.Aurora menggigit bibirnya. Dadanya bergemuruh liar.“Silakan duduk,” suara Leonhart terdengar rendah, serak, namun sangat terkontrol.Aurora duduk perlahan, menahan seluruh gemetar dalam tubuhnya. Ia bisa merasakan tatapan pria itu membakar kulitnya, seolah menyayat semua lapisan ketenangannya.Leonhart meletakkan dokumen di mejanya, lalu menyandarkan punggung ke kursi dengan si

    Last Updated : 2025-04-15
  • Wanita Pemuas Sang CEO   Bab 5 - Ketagihan

    Ciuman itu liar, brutal, penuh amarah yang tak lagi bisa dibendung.Aurora membalas dengan semangat yang sama, menyalurkan semua dendam, keinginan, dan rasa sakit yang selama ini dia kubur.Tangan Leonhart menjalar ke pinggangnya, menariknya lebih dekat, seolah ingin menyatu dengan tubuhnya.Aurora melilitkan tangannya di leher pria itu, membalas ciumannya dengan gigitan kecil di bibir bawahnya yang membuat Leonhart menggeram rendah, liar.Mereka seolah kehilangan diri dalam badai gairah.Tangan Leonhart bergerak turun, mengusap garis pinggang Aurora, lalu mengangkat tubuhnya dengan mudah, menekan tubuh mungil itu di dinding. Aurora melilitkan kakinya di pinggang Leonhart.Dalam kepungan ciuman dan desahan, Aurora bisa merasakan... ini bukan hanya tentang hasrat.Ada sesuatu yang lebih dalam.Sesuatu yang menakutkan... dan membahayakan.Karena saat Leonhart mencengkeramnya, saat napas mereka bertaut, Aurora tahu, pria ini bisa menghancurkannya.Dan mungkin... mungkin dia jug

    Last Updated : 2025-04-15
  • Wanita Pemuas Sang CEO   Bab 6 - Kegelisahan Seorang D'Amico

    Setelah malam panas itu, keesokkan harinya Aurora kembali ke apartemen kecilnya untuk mengganti pakaiannya. Sebuah notifikasi masuk ke ponselnya. ia pun duduk di tepi ranjang untuk melihat notifikasi apakah itu.Ia terdiam menatap layar ponselnya. Seseorang telah mentransfer sejumlah uang dalam nominal besar. Angka itu membuatnya nyaris terjatuh.Transfer masuk: $500.000Pengirim: Leonhart D’AmicoJantungnya berdentum hebat. Itu bukan mimpi. Bukan khayalan. Angka nol yang berderet itu nyata. Membanjiri rekeningnya dan menyulut satu hal yang sudah lama ia kubur dalam-dalam: harapan.Tanpa menunggu lama, Aurora segera meraih jaket dan tas kecilnya. Langkahnya menyusuri lorong apartemen sempit, lalu memanggil taksi ke rumah sakit tempat ibunya dirawat. Hari itu, ia hanya punya satu tujuan: menyelamatkan ibunya. Apapun caranya.Aurora langsung menuju rumah sakit di mana Ibunya dirawat. Tujuannya saat ini adalah loket administrasi. “Pembayaran diterima, Miss Smith.”Petugas administrasi

    Last Updated : 2025-05-02
  • Wanita Pemuas Sang CEO   Bab 7 - Mobil Yang Bergoyang (18+)

    Saat tengah malam, Aurora berdiri di bawah cahaya lampu jalan yang remang, hoodie abu-abunya setengah menutupi wajah. Nafasnya berembus putih di udara malam yang dingin. Matanya menyapu jalan sepi, sampai lampu sorot mobil hitam muncul perlahan dari tikungan. Rolls Royce hitam itu berhenti tepat di depannya. Kaca jendela depan perlahan turun. “Masuk,” suara Leonhart terdengar tegas dari balik kemudi. Aurora menelan ludah. Ia masuk ke dalam mobil tanpa banyak bicara. Aroma kulit dan parfum mahal langsung membungkusnya. Mereka diam beberapa saat. Mobil melaju. Namun bukan ke arah pusat kota, juga bukan ke mansion Leonhart. Aurora mengerutkan kening. “Kita... mau ke mana?” Leonhart tak menjawab. Fokus pada jalan. Wajahnya gelap, rahangnya mengeras. Aurora menggigit bibir. “Aku—maaf soal tadi. Aku benar-benar harus menemani Ibu—” “Kenapa kau tak membalas pesanku seharian?” potong Leonhart, dingin. “Aku... sibuk. Di ruang operasi. Aku... aku takut mengganggumu dengan k

    Last Updated : 2025-05-05

Latest chapter

  • Wanita Pemuas Sang CEO   Bab 7 - Mobil Yang Bergoyang (18+)

    Saat tengah malam, Aurora berdiri di bawah cahaya lampu jalan yang remang, hoodie abu-abunya setengah menutupi wajah. Nafasnya berembus putih di udara malam yang dingin. Matanya menyapu jalan sepi, sampai lampu sorot mobil hitam muncul perlahan dari tikungan. Rolls Royce hitam itu berhenti tepat di depannya. Kaca jendela depan perlahan turun. “Masuk,” suara Leonhart terdengar tegas dari balik kemudi. Aurora menelan ludah. Ia masuk ke dalam mobil tanpa banyak bicara. Aroma kulit dan parfum mahal langsung membungkusnya. Mereka diam beberapa saat. Mobil melaju. Namun bukan ke arah pusat kota, juga bukan ke mansion Leonhart. Aurora mengerutkan kening. “Kita... mau ke mana?” Leonhart tak menjawab. Fokus pada jalan. Wajahnya gelap, rahangnya mengeras. Aurora menggigit bibir. “Aku—maaf soal tadi. Aku benar-benar harus menemani Ibu—” “Kenapa kau tak membalas pesanku seharian?” potong Leonhart, dingin. “Aku... sibuk. Di ruang operasi. Aku... aku takut mengganggumu dengan k

  • Wanita Pemuas Sang CEO   Bab 6 - Kegelisahan Seorang D'Amico

    Setelah malam panas itu, keesokkan harinya Aurora kembali ke apartemen kecilnya untuk mengganti pakaiannya. Sebuah notifikasi masuk ke ponselnya. ia pun duduk di tepi ranjang untuk melihat notifikasi apakah itu.Ia terdiam menatap layar ponselnya. Seseorang telah mentransfer sejumlah uang dalam nominal besar. Angka itu membuatnya nyaris terjatuh.Transfer masuk: $500.000Pengirim: Leonhart D’AmicoJantungnya berdentum hebat. Itu bukan mimpi. Bukan khayalan. Angka nol yang berderet itu nyata. Membanjiri rekeningnya dan menyulut satu hal yang sudah lama ia kubur dalam-dalam: harapan.Tanpa menunggu lama, Aurora segera meraih jaket dan tas kecilnya. Langkahnya menyusuri lorong apartemen sempit, lalu memanggil taksi ke rumah sakit tempat ibunya dirawat. Hari itu, ia hanya punya satu tujuan: menyelamatkan ibunya. Apapun caranya.Aurora langsung menuju rumah sakit di mana Ibunya dirawat. Tujuannya saat ini adalah loket administrasi. “Pembayaran diterima, Miss Smith.”Petugas administrasi

  • Wanita Pemuas Sang CEO   Bab 5 - Ketagihan

    Ciuman itu liar, brutal, penuh amarah yang tak lagi bisa dibendung.Aurora membalas dengan semangat yang sama, menyalurkan semua dendam, keinginan, dan rasa sakit yang selama ini dia kubur.Tangan Leonhart menjalar ke pinggangnya, menariknya lebih dekat, seolah ingin menyatu dengan tubuhnya.Aurora melilitkan tangannya di leher pria itu, membalas ciumannya dengan gigitan kecil di bibir bawahnya yang membuat Leonhart menggeram rendah, liar.Mereka seolah kehilangan diri dalam badai gairah.Tangan Leonhart bergerak turun, mengusap garis pinggang Aurora, lalu mengangkat tubuhnya dengan mudah, menekan tubuh mungil itu di dinding. Aurora melilitkan kakinya di pinggang Leonhart.Dalam kepungan ciuman dan desahan, Aurora bisa merasakan... ini bukan hanya tentang hasrat.Ada sesuatu yang lebih dalam.Sesuatu yang menakutkan... dan membahayakan.Karena saat Leonhart mencengkeramnya, saat napas mereka bertaut, Aurora tahu, pria ini bisa menghancurkannya.Dan mungkin... mungkin dia jug

  • Wanita Pemuas Sang CEO   Bab 4 - Godaan Dahsyat

    Leonhart D’Amico.Pria itu mengenakan setelan abu-abu gelap, dasinya hitam polos, rambut hitamnya disisir rapi ke belakang, membingkai wajah yang begitu tampan namun dingin. Mata kelamnya mengangkat dari dokumen di tangannya dan bertemu langsung dengan mata Aurora.Untuk sesaat, dunia seolah membeku.Mata itu... mata yang sama yang menatapnya dalam kegelapan malam itu.Aurora bisa melihat kilatan keterkejutan di sorot mata pria itu. Sangat cepat, sangat samar, tapi nyata. Sebuah kerutan kecil muncul di antara alis Leonhart sebelum ia menghilangkannya secepat kilat, kembali ke ekspresi datar dan dingin.Aurora menggigit bibirnya. Dadanya bergemuruh liar.“Silakan duduk,” suara Leonhart terdengar rendah, serak, namun sangat terkontrol.Aurora duduk perlahan, menahan seluruh gemetar dalam tubuhnya. Ia bisa merasakan tatapan pria itu membakar kulitnya, seolah menyayat semua lapisan ketenangannya.Leonhart meletakkan dokumen di mejanya, lalu menyandarkan punggung ke kursi dengan si

  • Wanita Pemuas Sang CEO   Bab 3 - Pertemuan Kedua

    Aurora berdiri terpaku di depan kamar rawat inap. Napasnya terasa berat, seolah ada batu besar yang menghimpit dadanya. Dengan tangan gemetar, ia mendorong pintu dan melangkah masuk. Di atas ranjang rumah sakit yang serba putih itu, sosok Ibunya tampak jauh lebih kecil dan rapuh dibandingkan yang ia ingat. Selang infus menempel di tangan kurus itu, dan wajahnya yang pucat membuat Aurora merasa seolah dunia di sekitarnya runtuh perlahan. “Ibu...” bisik Aurora, suaranya bergetar. Sekuat tenaga ia menahan air mata yang hampir keluar. Sang Ibu membuka matanya perlahan, tersenyum lemah. “Aurora... kamu datang...” Aurora menggenggam tangan ibunya, membiarkan air mata yang sedari tadi ia tahan akhirnya jatuh juga. “Ibu... jangan khawatir soal biaya, ya. Aku... aku akan segera mendapatkannya,” katanya dengan suara parau, berusaha terdengar kuat walau hatinya remuk. Namun sang Ibu hanya menggeleng pelan, air mata menggenang di sudut matanya. “Nak... Ibu tidak mau jadi beban ka

  • Wanita Pemuas Sang CEO   Bab 2 - Malam Panas (18+)

    Di lantai tertinggi sebuah hotel mewah yang menghadap gemerlap Broadway, malam membeku dalam keabadian sunyi. Aurora terhuyung, napasnya berat, kulitnya seolah membara di bawah balutan kemeja tipis yang kini terasa terlalu panas. Matanya, setengah terpejam karena efek wine dan obat perangsang yang diminumnya. Seorang pria bertubuh tinggi, berjas gelap sempurna, dengan aura yang menggetarkan, menggendong tubuh mungil itu dalam pelukannya. Langkahnya mantap saat ia membaringkan Aurora di atas ranjang berseprai putih bersih, beraroma segar lavender dan kekayaan. Pria itu menatapnya sejenak, seolah ragu. Ia bukan pria yang bisa tidur dengan sembarang wanita. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk pergi dari sana. Namun sebelum sempat menjauh, tangan mungil Aurora—gemetar, lemah, tapi penuh keputusasaan—meraih dasinya. Ia menariknya ke arah wajahnya, menghapus jarak di antara mereka hingga wajah mereka hanya tinggal beberapa senti. Mata mereka bertemu. Aurora bisa melihat dirinya sendir

  • Wanita Pemuas Sang CEO   Bab 1 - Hampir Terjebak

    Plak! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Aurora, memaksa kepala wanita muda itu menoleh ke samping. Rasa panas segera menjalar di kulitnya, membuat matanya berkaca-kaca, tetapi dia menahan air matanya dengan segenap kekuatan. “Katakan sekali lagi!” seru seorang wanita bergaya edgy dengan riasan tebal—Emily Lorenz, suaranya tajam mengiris udara sore di dalam mansion megah itu. “Aku wanita yang merebut Ayahmu?! Hah?!” Aurora menahan napas, lidahnya hampir kelu. Tapi rasa sakit di pipinya kalah dibandingkan luka di hatinya. Ia mengangkat wajahnya, menatap Emily dengan mata penuh dendam. “Ya!” suaranya bergetar namun lantang. “Kau hanya selingkuhan Ayahku! Tapi kau mendapatkan segalanya! Aku... aku hanya minta sedikit bagianku... untuk operasi Ibuku!” Emily menghela napas panjang dengan ekspresi jijik. Ia berbalik sambil mengisap rokok di jemarinya, kemudian meniupkan asap ke langit-langit, seperti merendahkan Aurora hanya dengan keberadaannya. “Bahkan ibumu,” Emily menyer

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status